sechjohnAvatar border
TS
sechjohn
Dilema Pendidikan Massa Kini, Kualitas atau Kuantitas.
Dilema Pendidikan Massa Kini, Kualitas atau Kuantitas.

Jumuah, 29 Juli 2016

Pagi ini jam 08.01 wib ketika saya sedang sarapan di sebuah warung depan salah satu sekolah swasta di Batur sari Mranggen, pemandangan miris mengusik nurani saya sebagai orang tua dan sebagai mahasiswa fakultas pendidikan (meskipun nggak lulus-lulus).

Ketika asyik makan tiba-tiba datang serombongan anak-anak berseragam pramuka masuk ke warung. Lalu dengan santainya mengambil rokok dan duduk mengobrol dengan santainya. Saya lihat jam dan tersadar kalau jam-jam segini adalah jam pelajaran di kelas. Terdengar si ibu warung mengingatkan anak-anak tersebut bahwa kalau jam segini ketahuan satpol pp di warung bisa ditangkap. Tapi mereka menanggapi dengan santai dan senyum-senyum. Lalu datanglah dua orang ibu-ibu berseragam batik masuk dan menegur anak-anak tersebut, rupanya kedua ibu itu adalah guru dari sekolah swasta tersebut. Anak-anak tersebut masih tetap santai sambil merokok meskipun tahu yang menegur mereka adalah seorang guru. Bayangkan kalau ini terjadi diera 80-90-an, ketika seorang murid berbuat salah lalu melihat sosok seorang guru, pastilah ia akan lari tunggang langgang dan besoknya siap-siap menerima hukuman.

Rentetan peristiwa-peristiwa minus yang terpampang di media massa yang berkaitan dengan para pelaku pendidikan akhir-akhir ini semakin menampakkan bahwa pendidikan kita saat ini semakin jauh dari kata berhasil. Guru mencabuli murid, sex bebas dikalangan murid, narkoba, tawuran, seorang murid melaporkan gurunya ke polisi karena dijewer, sering menjadi head line berita di media massa baik cetak, elektronik hingga internet.

Dari sekian kejadian tersebut saya ingin mencoba menganalisa satu perubahan perilaku yang sangat mencolok bagi saya. Yaitu berkurangnya rasa kepatuhan seorang siswa terhadap guru dan peraturan sekolah. Siswa bolos, membangkang guru dan lainnya adalah pemandangan lumrah saat ini. Kenapa hal ini terjadi?

Saat ini hampir tiap sekolah berlomba memperbanyak jumlah murid, karena hal ini berkaitan dengan nominal dana bos yang akan diterima. Semakin banyak siswa semakin banyak juga dana masuk untuk biaya operasional sekolah. Hal ini terkadang membuat sekolah mengesampingkan filtering siswa baru, yang penting quota terpenuhi. Bahkan saat penerimaan siswa baru, tiap-tiap sekolah berlomba-lomba menarik siswa hingga berani memberi iming-iming hingga seragam gratis dan lain-lain.

Di Ungaran Timur bahkan ada sebuah sekolah yang terkenal selalu dibanjiri siswa baru karena sekolah tersebut tidak menerapkan disiplin. Sehingga diminati anak-anak sekarang. Peraturan hanya jadi slogan, siswa tidak masuk berhari-hari dibiarkan yang penting masih tercatat sebagai siswa disana. Dan hal itu hampir terjadi di setiap sekolahan saat ini. Mengeluarkan siswa dari sekolah jadi hal tabu bagi sekolah, kecuali untuk pelanggaran berat yang mencoreng nama sekolah seperti tindakan kriminal yang dalam proses hukum dan siswi hamil.

Kurangnya penerapan sangsi keras ke siswa karena takut kehilangan atau kekurangan siswa, saya amati tidak terjadi di sekolah-sekolah yang tidak tergantung dengan dana BOS. Sekolah tersebut mematok biaya masuk dan biaya SPP yang mahal diimbangi dengan standart kedisiplinan tinggi. Pada saat proses PSB calon siswa benar-benar diseleksi, jumlah siswa baru dibatasi. Lebih baik mengajar siswa sedikit dengan standart mutu terjaga daripada banyak siswa tapi asal-asalan. Di sekolah-sekolah ini, sistem standart mutu benar-benar dijalankan. Biaya sekolah yang selangit diimbangi dengan standart mutu tinggi nyatanya tidak mengurangi calon siswa, bahkan sampai menolak-nolak siswa.

Dua perbandingan sistem kelola sekolah ini membuat saya menarik kesimpulan, bahwa menurunnya tingkat kepatuhan seorang siswa sedikit banyak juga dikarenakan ketidak pedeannya sekolah menerapkan sistem standart mutu pendidikan. Longgarnya tingkat kedisiplinan sekolah karena ada kekhawatiran kekurangan jumlah siswa turut memperkeruh carut marut dunia pendidikan kita.

Entahlah..emoticon-Gila .. Sebagai orang tua yang memiliki anak usia sekolah, hal-hal tersebut juga jadi dilema. Ada kekhawatiran ketika melihat anak-anak berseragam yang bertindak diluar kewajaran seorang siswa. Ingin memasukkan anak ke sekolah yang berdisiplin tinggi terbentur tingginya biaya sekolahnya, ingin memasukkan ke sekolah yang murah bahkan gratis takut dengan pergaulan liar anak-anak lainnya.

Semoga anak keturunan kita terhindar dari kebejadan dan kerusakan moral. Amiin ya robbal 'alamin.emoticon-Wowcantik emoticon-Wowcantik emoticon-Wowcantik
0
3.4K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Education
EducationKASKUS Official
22.5KThread13.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.