Quote:
Sabtu, 10 September 2016 | 15:39 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Intoleransi terhadap keberagaman dinilai masih sering terjadi di Indonesia.
Sikap intoleransi bahkan terjadi dan berkembang di tempat-tempat pendidikan, seperti sekolah dan kampus.
"Kampus saat ini justru jadi tempat persemaian intoleransi. Ini tantangan serius dalam keberagaman yang tertuang dalam Pancasila," ujar cendekiawan Nahdlatul Ulama Zuhairi Misrawi dalam seminar mengenai pluralisme yang digelar Vox Point Indonesia di Jakarta, Sabtu (10/9/2016).
Salah satu contoh intoleransi, menurut Zuhairi, adalah hal yang dilakukan Boby Febri Krisdiyanto, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang membuat video imbauan tak memilih Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
(Baca juga: UI Panggil Mahasiswa Berjaket Kuning dalam Video "Tolak Ahok" )
Video tersebut dinilai berbau rasialisme. Hal serupa juga dikatakan Trisno Sutanto, aktivis dari Masyarakat Dialog Antar Agama (MADIA).
Menurut Trisno, anak-anak di sekolah negeri pada tingkat dasar, bahkan pendidikan anak usia dini, telah dibentuk generasi yang tidak peduli dengan orang lain.
Para siswa tidak diajarkan untuk memahami keberagaman. Akibatnya, para siswa tidak mendapat informasi yang memadai mengenai budaya, adat istiadat, atau agama lain.
Trisno juga menilai, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebaiknya melakukan pemantauan untuk mencegah berkembangnya sikap intoleransi di sekolah dan kampus.
(Baca juga: Mahyudin: 45 Persen Orang Beragama di Indonesia Tidak Paham Toleransi)
Zuhairi mengatakan, pemerintah perlu mengambil langkah serius dalam mencegah berkembangnya sikap intoleransi yang berlawanan dengan ide-ide Pancasila.
Kerukunan umat beragama, menurut Zuhairi, adalah salah satu bagian dari tanggung jawab pemerintah.
"Nawacita ketiga adalah toleransi, dan itu bukan cuma cek kosong, itu adalah cara kita untuk menagih Presiden Joko Widodo untuk menjamin terciptanya toleransi," kata Zuhairi.
http://nasional.kompas.com/read/2016/09/10/15393011/video.tolak.ahok.disebut.contoh.intoleransi.yang.berkembang.di.kampus.
Ya kalo situ mau berbicara ttg intoleren.. mari kita mulai dari dasar..
Sekolah berbasis agama...
Pada kenyataan nya.. lulusan sekolah berbasis agama..
Tidak dipersiapkan dari dini utk menerima perbedaan yg ada di masyarakat..
Bayangkan aja.. loe dari kecil bergaul semua dengan teman teman se agama yaitu A.. begitu dilepas di masyarakat ketemu agama B, C... uda pasti susah itu nerima kenyataan... (sebagian ya)... memberontak..
Jadi sebaiknya kurikulum ada juga pengenalan antar umat beragama..
Hormat menghormati itu hanya bisa terjadi jika di didik dari kecil..
Menurut gw sih gitu... gak tau menurut yg lain..
#Mahyudin: 45 Persen Orang Beragama di Indonesia Tidak Paham Toleransi
Quote:
Rabu, 7 September 2016 | 13:23 WIB
Wakil Ketua MPR RI Mahyudin ST. MM. melakukan sosialisasi 4 Pilar MPR di hadapan mahasiswa-mahasiswi Universitas Lampung, Rabu (7/9/2016). Pada kesempatan tersebut Mahyudin menyampaikan kekhawatirannya akan sejumlah tantangan bangsa berupa intoleransi dan disintegrasi.
"Sebelum ke sini saya membaca survei bahwa 45 persen orang beragama di Indonesia tidak memahami toleransi. 7,7 persen tertarik ikut kegiatan radikal. Ini berdasarkan survei majalah Tempo. Saya harap angka sebenarnya tidak sebesar itu tapi ini cukup menjadi perhatian," ujar Mahyudin.
Selain itu, menurutnya Indonesia saat ini juga dihadapkan pada sejumlah tantangan integrasi bangsa. Beberapa di antaranya seperti pemahaman agama yang sempit sehingga muncul radikalisme dan terorisme. Ia mencontohkan peristiwa teror di Geteja Stasi Santo Yosep Sumatra Utara.
Mahyudin mengatakan, pemahaman akan sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa seakan tidak lagi ada. Perbedaan keyakinan menjadi pemicu konflik. Kemudian, saat ini mulai timbul juga rasa kedaerahan yang terlalu tinggi sehingga mengarah pada rasisme.
"Ironisnya rasa kedaerahan berlebih tersebut malah ada yang disuarakan di hadapan publik oleh calon-calon pemimpin daerah dalam kampanye," ujarnya lagi.
Tantangan dari dunia secara global juga tak kalah mengerikan menurutnya. Dampak globalisasi yang tak terbendung dan tidak berimbang dengan kuatnya rasa kebangsaan akan berdampak buruk.
"Benar juga kata Bung Karno 'peperangan saya lebih mudah daripada peperanganmu' karena kita melawan sesuatu yang tidak terlihat secara jelas sebagai penjajahan tapi secara tidak disadari melunturkan nasionalisme," kata politikus partai Golkar tersebut.
Mahyudin berharap seluruh anggota MPR dapat menjadi penggerak sosialisasi pemahaman 4 Pilar MPR RI. Tujuannya untuk mempertebal rasa kebangsaan. Selain itu kontribusi semua elemen masyarakat, termasuk akademisi dan mahasiswa yang merupakan kaum intelektual juga perlu sebagai perpanjangan tangan dari MPR.
Penulis: advertorial
Editor: advertorial
45% angka yg besar om.. hati hati.. terlepas benar salahnya suatu hal..
Gak mungkin kita mendidik anak anak kita menjadi rasis, anarkis..
Kita berharap keturunan kita hidup dengan damai dan tentram. itu harapan kita semua orang tua..
Ajari lah dari dini perbedaan yg ada..