Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Tarif interkoneksi dibumbui nasionalisme sempit

Biaya interkoneksi yang baru disiapkan pemerintah merupakan instrumen penyeimbang.
Isu nasionalisme diembuskan, menyikapi kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) soal tarif baru interkoneksi. Beberapa pihak menuding kebijakan itu hanya menguntungkan operator asing.

Ada pula yang memprediksi beleid itu akan merugikan negara hingga Rp50 triliun per tahun. Sedang Menteri Kominfo Rudiantara berusaha meyakinkan semua pihak, bahwa penurunan tarif interkoneksi tidak akan merugikan operator maupun negara. Kebijakan itu justru akan menyehatkan industri telekomunikasi. Apa sesungguhnya yang terjadi?

Awal Agustus lalu, disela halal bilhalal masyarakat telekomunikasi, Rudiantara menuturkan Kemkominfo sudah menyelesaikan perhitungan tarif baru interkoneksi. Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 dan berlaku mulai 1 September 2016 sampai dengan Desember 2018. Tarif tersebut akan dievaluasi setiap tahun oleh BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia).

Tarif interkoneksi memang harus ditentukan pemerintah, sebab keberadaan interkoneksi adalah perintah Undang-undang, yaitu UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi, dan PP No. 52/2000.

Di kedua peraturan tersebut dijelaskan, interkoneksi adalah kewajiban bagi setiap network operator untuk saling menyambung jaringannya satu sama lain. Tujuannya adalah menjamin hak masyarakat untuk bisa saling menelepon dari dan ke operator manapun.

Tarif interkoneksi adalah biaya yang harus dibayar operator asal kepada operator yang dituju dalam percakapan, SMS juga MMS telepon lintas operator. Interkoneksi terdiri dari 18 jenis, dari seluler ke seluler, seluler ke telepon tetap, seluler ke telepon satelit, juga sebaliknya.

Kali ini dalam menentukan tarif interkoneksi, Kemkominfo melakukan simulasi 18 jenis interkoneksi. Yaitu mulai dari panggilan lokal ke telepon tetap, lokal ke seluler, lokal ke satelit, hingga biaya terminasi SMS. Sedang basis tarif yang dipakai adalah Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) dari para 8 operator telepon yang ada di Indonesia.

Hasilnya adalah tarif interkoneksi simetris. Besarannya rata-rata dari total 18 skenario interkoneksi jaringan seluler, terjadi penurunan 26 persen dibanding tarif sebelumnya. Dalam angka sekitar Rp204 per menit, sedang tarif sebelumnya yang ditetapkan tahun 2011, sebesar Rp251. Kemkominfo menilai tarif ini adalah win-win solution, yang tidak akan merugikan operator manapun.

Namun bagi Telkom dan Telkomsel, tarif tersebut dianggap tidak adil. Kedua BUMN ini merasa dirugikan dan menyampaikan surat keberatan ke Kominfo.

Polemik tarif interkoneksi ini, membuat DPR mengundang pihak berkepentingan untuk menjelaskan duduk perkaranya. Komisi I DPR RI lalu mengundang Menteri Rudiantara, beserta enam dari delapan operator telekomunikasi.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (25/8/2016), Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, menjelaskan bila mengikuti regulasi tersebut Telkomsel akan merugi senilai Rp76 per menit. Penghitungan internal Telkomsel berdasarkan nilai investasi, tarif interkoneksinya justru harus naik Rp280 per menit.

Sementara, empat operator yang lain bisa menerima tarif tersebut bahkan berharap bisa turun lebih rendah lagi. Karena dalam perhitungan internal masing-masing operator di luar Telkom dan Telkomsel, biaya interkoneksi yang masuk akal secara bisnis berkisar Rp100 sampai dengan Rp150.

Bagi Telkomsel penurunan tarif interkoneksi ini memang cukup memukul. Sebelum ini seolah penentuan tarif interkoneksi memang mengikuti kemauan Telkomsel. Angka Rp251 yang saat ini berlaku adalah angka yang diberikan Telkomsel dalam penentuan tarif pada 2011.

Sedang Rudiantara, di hadapan DPR mencoba meyakinkan bahwa penentuan tarif interkoneksi ini tidak memihak operator manapun. Tapi berpihak kepada masyarakat pengguna telepon seluler terutama di wilayah luar Jawa. Dengan penurunan tarif interkoneksi, diharapkan tarif ritel percakapan, SMS dan MMS semua operator pun akan ikut turun, meskipun.

Menurut Rudiantara, mahalnya tarif interkoneksi selama ini, menjadikan kompetisi di industri telekomunikasi tidak sehat. Perang tarif dilakukan. Secara bergantian operator melakukan promo yang tidak masuk akal. Tarif sesama operator (on net) bisa gratis, sementara tarif antar operator dipatok sangat mahal Rp2000 per menit.

Praktik perang tarif inilah yang menurut Rudiantara memicu orang untuk memiliki ponsel lebih dari satu yang diisi kartu beberapa operator, sekadar mencari harga murah. Bila rekan yang akan dihubungi memakai Telkomsel, ia akan menggunakan ponsel yang berkartu Telkomsel. Begitu pun bila yang akan dihubungi menggunakan Indosat atau XL.

Fenomena itu, selain tidak mendidik konsumen, juga membebani ekonomi negara. Selama ini ponsel yang beredar lebih banyak yang impor. Yang jenama lokal pun komponennya impor. Besarnya impor sektor telekomunikasi mencapai sekitar 50-60 juta unit menyumbang defisit perdagangan lima miliar dolar AS.

Bila penurunan tarif bisa memengaruhi konsumen untuk hanya menggunakan satu ponsel, tentu pada akhirnya bisa mengurangi impor ponsel. Itu artinya mengurangi beban negara dalam defisit perdagangan.

Bahwa kenaikan tarif interkoneksi akan merugikan Telkom dan Telkomsel, rasanya juga berlebihan. Yang tepat akan mengurangi keuntungan semua operator. Bila penurunan tarif interkoneksi akan diikuti penurunan tarif ritel, tentu jumlahnya tidak berarti. Sebab tarif interkoneksi hanya berkontribusi sekitar 15-20 persen dari tarif ritel operator yang harus dibayar konsumen.

Isu soal penurunan tarif interkoneksi menjadi ramai, ketika keberatan kedua BUMN tersebut kemudian dibumbui isu nasionalisme dan potensi kerugian negara, oleh pihak di luar lingkungan telekomunikasi.

Anggota Komisi XI DPR RI H. Refrizal menyebutkan kebijakan tarif interkoneksi ini hanya akan menguntungkan perusahaan telekomunikasi asing. Bahkan berpotensi mengurangi pendapatan negara sebesar Rp50 triliun per tahun dari deviden yang diterima pemerintah dari BUMN tersebut.

Hal serupa diungkapkan Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis. Wisnu Adhi Wuryanto, Ketua Umum ferderasi tersebut, meminta Menkominfo meninjau kembali kebijakannya karena dianggap dapat dipersepsikan sebagai pemberian fasilitas yang berlebihan bagi operator asing yang beroperasi di Indonesia.

Apa yang disampaikan Refrizal maupun Wisnu, sesungguhnya di luar konteks. Potensi kerugian negara sampai Rp50 triliun, sangat tidak masuk akal. Keuntungan Telkom pada 2015--angka konsolidasi dengan anak perusahaan termasuk Telkomsel--adalah Rp14,21 triliun.

Begitu pun penyebutan operator asing dalam industri telekomunikasi. Saat ini, semua operator sebagian sahamnya dimiliki asing. Bila yang dimaksud Telkomsel sebagai operator lokal, juga tak sepenuhnya benar. Telkomsel 35 persen sahamnya dimiliki oleh Singtel, BUMN telekomunikasi milik Singapura.

Karenanya tidak elok jika isu asing versus nasionalisme disangkutpautkan dengan keputusan penurunan tarif interkoneksi. Kebijakan tarif ini murni kewenangan Kominfo untuk menyehatkan industri telekomunikasi di Indonesia.

Apa pun saat ini, industri telekomunikasi di Indonesia masih membutuhkan investor luar negeri. Tentu saja, Kominfo sebagai regulator, harus bisa membuat kebijakan yang saling menghormati antara BUMN dan mitra global. Kebijakannya secara proporsional memberi keuntungan bersama bagi para pihak, baik pemilik modal, pemerintah maupun konsumen.

Sudah saatnya, organisasi pekerja, juga legislator, tidak lagi memolitisasi regulasi bisnis dengan isu nasionalisme sempit. Telkom dan Telkomsel pun, hanya akan menjadi jago kandang, bila terus-terusan menunggang isu nasionalisme agar diutamakan dalam setiap kebijakan pemerintah.

Padahal kedua BUMN ini diharapkan menjadi pemain global di industri telekomunikasi, seperti halnya Singtel, Telekom Malaysia serta, KPN (Koninklijke PTT Nederland).



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...nalisme-sempit

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
11K
38
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread734Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.