Perwakilan tujuh partai sepakat membentuk koalisi bernama "Koalisi Kekeluargaan" dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
PDI Perjuangan saat ini sedang menjadi "kembang desa", khususnya untuk DKI Jakarta. Sikap partai berlambang Banteng moncong putih ini sangat ditunggu-tunggu oleh parpol lainnya. Apakah ia akan mengarahkan dukungannya ke calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama, mengajukan calon sendiri, atau malah partai ini akan bergandengan dengan partai lainnya mengusung calon lain selain Ahok.

Dari 10 partai yang ada di DPRD DKI Jakarta, PDI Perjuangan memang satu-satunya partai yang bisa mengajukan calon sendiri. Sebab, partai ini memiliki jumlah kursi 28 dari 106 kursi yang ada. Jumlah kursi PDI Perjuangan memang paling besar dibanding sembilan partai lainnya.

Komposisi lebih rinci jumlah kursi yang ada di DPRD DKI Jakarta adalah: PDIP 28 kursi, Gerindra 15 kursi, Partai Keadilan Sejahtera 11 kursi, Partai Persatuan Pembangunan 10 kursi, Partai Demokrat 10 kursi, Partai Hati Nurani Rakyat 10 kursi, Partai Golongan Karya 9 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa 6 kursi, Partai Nasional Demokrat 5 kursi, Partai Amanat Nasional 2 kursi. Totalnya ada 106 kursi.

Sesuai pasal 40 [URL="file://localhost/chrome-extension/:emmndcbldboiebfnladdacbdfmadadm:http/::www.hukumonline.comusatdata:downloadfile:lt55234120508c9arent:lt5523407e6dc03"]Undang-undang[/URL] Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah, disebutkan partai politik atau gabungan parpol yang mengusung pasangan calon harus memiliki 20 persen kursi di DPRD atau 25 persen akumulasi suara sah dalam Pemilu. Artinya, 20 persen dari total 106 kursi, berarti hanya partai atau gabungan partai yang memiliki minimal 21 kursilah yang bisa mengajukan calon.

Sebenarnya, jumlah kursi koalisi tiga partai (Nasdem, Hanura, dan Golkar) yang sudah resmi mengusung Ahok sudah memenuhi syarat yang disebutkan Undang-undang Pilkada. Jumlah kursi koalisi tiga partai itu mencapai 24 kursi.

Namun toh, koalisi tiga partai ini masih membutuhkan suara dari PDI Perjuangan sebagai pemilik kursi terbesar. Ini terlihat dari pernyataan yang disampaikan Wakil Ketua Bappilu DKI Jakarta PDI Perjuangan Gembong Warsono. Menurutnya, beberapa waktu lalu, anggota Partai Hanura berkomunikasi dengan partainya. Dalam komunikasinya itu, Hanura meminta agar PDIP merelakan Djarot Saiful Hidayat (yang kini wakil gubernur) mau kembali berpasangan dengan Ahok. Namun PDIP belum memberi jawaban.

Tak hanya koalisi tiga parpol pengusung Ahok, pesona PDIP ini juga menggoda partai lainnya. Sebut saja Gerindra yang sudah mengusung Sandiaga Uno menjadi bakal calon gubernur DKI. Namun jumlah kursi Gerindra yang hanya 15 itu belumlah memenuhi syarat undang-undang. Karenanya, Gerindra butuh dukungan dari partai lain, terutama PDIP.

Agar PDIP mau berkoalisi, Senin (8/8/2016), enam partai (PKS, PPP, Demokrat, PKB, PAN) menggandeng PDIP membuat koalisi yang mereka namakan "Koalisi Kekeluargaan." Koalisi ini memang belum mengeluarkan nama siapa bakal Cagub yang bakal diusung. Mereka, menurut Ketua DPD Gerindra DKI M Taufik, baru sebatas merumuskan kriteria calon pemimpin yang pas untuk memimpin Jakarta.

Sebenarnya, jumlah kursi "Koalisi Kekeluargaan" --minus PDIP cukup untuk mengusung calonnya sendiri. Total jumlah kursinya mencapai mencapai 54. Namun toh, mereka masih butuh suara dari PDIP.

Pertanyaannya, kenapa suara PDIP penting bagi "Koalisi Kekeluargaan" dan juga koalisi pengusung Ahok? Jawabannya jelas. Karena PDIP merupakan partai pemilik suara terbesar di DKI Jakarta. Sehingga jika mereka bisa memegang PDIP, ke depan akan memudahkan bagi gubernur terpilih untuk menjalankan kebijakan-kebijakannya.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...am-pilkada-dki

---