BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Bagaimana aturan menggunakan pengeras suara di masjid?

Ilustrasi seorang pria mengumandangkan azan salat Asar di Masjid Istiqlal, Jakarta, 16 November 2002.
Amuk massa pecah di Tanjung Balai, Sumatera Utara, Jumat (29/6/201). Peristiwa ini dipicu oleh keluhan warga keturunan Tionghoa soal pengeras suara yang diperdengrkan masjid yang kebetulan berada di depan rumahnya di Jalan Karya, Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. Kepada pengurus masjid, ia meminta agar volume pengeras suara tak terlalu kencang. Namun keluhan itu berbuntut panjang. Ada kesalahpahaman. Akibatnya, massa membakar sejumlah tempat ibadah.

"Ada enam wihara dan kelenteng yang diserang beberapa ratus warga," kata juru bicara Kepolisian daerah Sumatera Utara, Kombes Rina Sari Ginting seperti dilansir BBC Indonesia.

Persoalan pengeras suara di masjid ini memang barang baru. Pada 1978 Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama pernah mengeluarkan instruksi Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla. Instruksi itu berisi:

1. Perawatan penggunaan pengeras suara hendaknya dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala

2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan. 3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir, dan salat.

4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya. 5. Dari tuntunan nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.

Namun instruksi itu sudah berusia 38 tahun, rupanya masalah ini seperti api dalam sekam. Kementerian Agama mengakui masalah pengeras suara yang disebut menimbulkan polusi suara ini banyak tak diindahkan.

"Peraturannya sudah ada, tapi seperti tidak ada, karena tidak diindahkan oleh pengelola (sebagian) masjid," kata Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama, Machasin, kepada BBC Indonesia.

Kritik terhadap volume pengeras suara ini sebenarnya sudah sering dilontarkan sejumlah kalangan. Di antaranya Wakil Presiden Boediono yang mengungkapkannya pada 2012.

Juga Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2015, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia pernah menyinggung kembali masalah ini. Saat itu JK mengatakan akan melarang pemutaran kaset tilawah di masjid.

"Kita sudah buat rumusan di Dewan Masjid, mengaji tidak boleh pakai kaset. Pertanyaannya kalau yang mengaji kaset apakah mengaji dapat pahala, kita jadi terganggu, terjadi polusi suara," kata JK di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah Cikura, Tegal, Jawa Tengah, seperti dilansir merdeka.com.

JK lantas menceritakan pengalamannya saat dirinya berada di kampung halaman di Sulawesi Selatan. Kata dia, dirinya pukul 04.00 WITA terbangun karena suara mengaji dari kaset yang diputar di empat masjid.

Di Indonesia, kata dia, karena banyak muslim, masjid dibangun berdekatan sehingga saat menjelang waktu salat tiba setiap masjid memutar kaset mengaji dan suaranya saling bersahutan.

Dia mencontohkan kehidupan muslim di Turki. Di sana, agar suara azan terdengar jelas, panggilan salat dilakukan bergantian tidak bersamaan.

"Ini hal penting menurut saya yang kelihatannya sepele, tapi harus diselesaikan bersama," ujar JK.

Machasin mengaku, banyak masjid yang tak mengindahkan instruksi Dirjen Bimas Islam itu. Sebabnya, karana, "sosialisasinya memang kurang."

Untuk menyikapi masalah ini, ia mengaku harus bersikap hati-hati agar tidak menimbulkan reaksi yang terlalu besar.

"Kita sedang mencari waktu (untuk melakukan sosialisasi), dan membicarakan lebih jauh untung ruginya, baru kita perbuat," kata dia.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...uara-di-masjid

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
23.7K
78
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread730Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.