- Beranda
- Berita dan Politik
Dear Jaksa Agung, Mengapa Orang di Balik Freddy Budiman Tak Dieksekusi Mati?
...
TS
save.indonesia
Dear Jaksa Agung, Mengapa Orang di Balik Freddy Budiman Tak Dieksekusi Mati?
Quote:
Jakarta - Freddy Budiman telah dieksekusi mati dini hari tadi. Kasusnya terbongkar saat ia berusaha menyelundupkan 1,4 juta butir pil ekstasi. Padahal, ada orang di belakang Freddy dan telah divonis hukuman mati. Tapi mengapa orang itu tak dieksekusi?
Sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) yang dikutip detikcom, Jumat (29/7/2016), penyelundupan 1,4 juta butir pil ekstasi itu tidak datang tiba-tiba. Dibutuhkan waktu perencanaan yang matang.
Upaya penyelundupan itu bermula dari rapat jahat di sebuah sel penjara Freddy di LP Cipinang pada 2012. Hadir tiga geng mafia narkoba dalam pertemuan jahat itu, yaitu:
1. Chandra Halim, statusnya adalah terpidana seumur hidup dalam kasus narkoba.
2. Freddy Budiman, statusnya adalah terpidana 9 tahun penjara dalam kasus narkoba.
3. Hani Sapta Wibowo, statusnya terpidana dalam kasus narkoba.
Saat itu Freddy menawarkan jasa mengedarkan sabu di Indonesia kepada Chandra yang biasa mengimpor dari China. "Chan, kalau lo mau impor sabu, lewat gue," kata Freddy.
Tawaran Freddy disambut baik Chandra. Freddy memiliki jaringan distribusi di Indonesia, Chandra memiliki barang di China dan Hani pernah kerja di pelabuhan. Cocok!
Chandra lalu mengontak temannya yang menjadi produsen ekstasi di China, Wang Chang Shu. Tapi Chandra tidak begitu saja percaya dengan Freddy dan mengetes terlebih dahulu rencana impor paket ekstasi yang disarukan dalam dispenser dari Taiwan.
Setelah itu Freddy mengontak temannya di luar bernama Heni. Setelah alamat penerima siap dan diserahkan ke Freddy, Chandra membatalkan pengiriman. Hal itu untuk mengetes apakah benar Freddy punya jaringan di dalam negeri.
Chandra kemudian serius dengan jaringan Freddy dan meminta temannya mengirimkan 500 ribu butir pil ekstasi yang disarukan dalam akuarium. Paket yang diimpor membengkak menjadi 1,4 juta butir. Seluruh biaya pengurusan impor ditanggung Freddy. Hitung-hitungan Chandra, 500 ribu butir itu senilai Rp 25 miliar lebih. Total Rp 45 miliar.
"Saya akan mendapatkan fee dari Wang Chang Shu sebesar 10 persen dari harga barang yang berhasil masuk ditambah Rp 300 juta. Freddy mendapatkan keuntungan dari menjualnya di Indonesia," tutur Chandra saat disidang.
Setelah semuanya selesai dibahas, Hani yang pernah bekerja di pelabuhan diminta mengkondisikan pengiriman paket tersebut. Freddy menggunakan orang kepercayaannya, Ahmadi, yang bebas di luar penjara. Ahmadi merupakan teman Freddy sejak masih sama-sama jadi pencopet dan pengedar narkoba di Senen.
Dalam bisnis itu, Chandra dan Freddy tidak keluar uang banyak karena baru bisa mendapatkan uang setelah narkotika beredar di masyarakat. Pengecernya adalah anak buah Freddy karena Freddy lama menjadi pengecer di kawasan Senen, Ahmadi salah satunya.
Freddy hanya mengeluarkan uang belasan juta rupiah saja untuk mempersiapkan proses impor di Indonesia. Tak ada Chandra, 1,4 juta pil ekstasi itu tidak pernah ada.
Baca Juga: Ini Dia Rencana Bagi Hasil Penjualan Impor 1,4 Juta Ekstasi
Kontainer berisi akuarium yang di sela-selanya ada paket ekstasi itu akhirnya sampai ke Tanjung Priok. Aparat yang mengendus membiarkan kiriman itu ke luar pelabuhan hingga tiba di gudang di Jalan Kayu Besar Dalam, Cengkareng, Jakarta Barat. Setelah bongkar muat selesai, komplotan itu dibekuk dan diadili.
Kesembilan orang yang dihukum yaitu:
1. Freddy Budiman ditambah hukumannya dari 9 tahun menjadi hukuman mati.
b. Ahmadi divonis mati.
c. Chandra Halim ditambah hukumannya dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati.
d. Teja Haryono divonis mati.
e. Hani Sapto Pribowo dipenjara seumur hidup.
f. Abdul Syukur dipenjara seumur hidup.
g. Muhtar dipenjara seumur hidup.
h. Anggota TNI Serma Supriadi divonis 7 tahun penjara dan telah dipecat.
Dari kasus di atas, aparat mengendus ada yang berbeda dengan kamar penjara Freddy di LP Cipinang. Setelah digerebek, terungkap Freddy membuat pil ekstasi di dalam kamarnya. Freddy pun dipindah ke Nusakambangan. Di sini ternyata Freddy masih bisa berkomunikasi dengan jaringannya di luar penjara. Bermodal BlackBerry, ia mengontak kurang lebih 10 orang temannya untuk mengedarkan narkoba dari paket 1 ons sabu hingga pengiriman paket 50 ribu butir pil ekstasi.
Kini, Freddy telah dieksekusi mati. Tapi Chandra masih menghirup udara di dalam LP Cipinang. Padahal, Chandra-lah yang menjadi otak penyelundupan itu. Kejahatan Chandra juga lebih berat yaitu merupakan residivis terpidana seumur hidup karena menjadi bandar, sedangkan Freddy merupakan residivis 9 tahun penjara karena menguasi jaringan pengecer narkoba.
Lalu, mengapa Chandra belum juga dieksekusi mati?
Sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) yang dikutip detikcom, Jumat (29/7/2016), penyelundupan 1,4 juta butir pil ekstasi itu tidak datang tiba-tiba. Dibutuhkan waktu perencanaan yang matang.
Upaya penyelundupan itu bermula dari rapat jahat di sebuah sel penjara Freddy di LP Cipinang pada 2012. Hadir tiga geng mafia narkoba dalam pertemuan jahat itu, yaitu:
1. Chandra Halim, statusnya adalah terpidana seumur hidup dalam kasus narkoba.
2. Freddy Budiman, statusnya adalah terpidana 9 tahun penjara dalam kasus narkoba.
3. Hani Sapta Wibowo, statusnya terpidana dalam kasus narkoba.
Saat itu Freddy menawarkan jasa mengedarkan sabu di Indonesia kepada Chandra yang biasa mengimpor dari China. "Chan, kalau lo mau impor sabu, lewat gue," kata Freddy.
Tawaran Freddy disambut baik Chandra. Freddy memiliki jaringan distribusi di Indonesia, Chandra memiliki barang di China dan Hani pernah kerja di pelabuhan. Cocok!
Chandra lalu mengontak temannya yang menjadi produsen ekstasi di China, Wang Chang Shu. Tapi Chandra tidak begitu saja percaya dengan Freddy dan mengetes terlebih dahulu rencana impor paket ekstasi yang disarukan dalam dispenser dari Taiwan.
Setelah itu Freddy mengontak temannya di luar bernama Heni. Setelah alamat penerima siap dan diserahkan ke Freddy, Chandra membatalkan pengiriman. Hal itu untuk mengetes apakah benar Freddy punya jaringan di dalam negeri.
Chandra kemudian serius dengan jaringan Freddy dan meminta temannya mengirimkan 500 ribu butir pil ekstasi yang disarukan dalam akuarium. Paket yang diimpor membengkak menjadi 1,4 juta butir. Seluruh biaya pengurusan impor ditanggung Freddy. Hitung-hitungan Chandra, 500 ribu butir itu senilai Rp 25 miliar lebih. Total Rp 45 miliar.
"Saya akan mendapatkan fee dari Wang Chang Shu sebesar 10 persen dari harga barang yang berhasil masuk ditambah Rp 300 juta. Freddy mendapatkan keuntungan dari menjualnya di Indonesia," tutur Chandra saat disidang.
Setelah semuanya selesai dibahas, Hani yang pernah bekerja di pelabuhan diminta mengkondisikan pengiriman paket tersebut. Freddy menggunakan orang kepercayaannya, Ahmadi, yang bebas di luar penjara. Ahmadi merupakan teman Freddy sejak masih sama-sama jadi pencopet dan pengedar narkoba di Senen.
Dalam bisnis itu, Chandra dan Freddy tidak keluar uang banyak karena baru bisa mendapatkan uang setelah narkotika beredar di masyarakat. Pengecernya adalah anak buah Freddy karena Freddy lama menjadi pengecer di kawasan Senen, Ahmadi salah satunya.
Freddy hanya mengeluarkan uang belasan juta rupiah saja untuk mempersiapkan proses impor di Indonesia. Tak ada Chandra, 1,4 juta pil ekstasi itu tidak pernah ada.
Baca Juga: Ini Dia Rencana Bagi Hasil Penjualan Impor 1,4 Juta Ekstasi
Kontainer berisi akuarium yang di sela-selanya ada paket ekstasi itu akhirnya sampai ke Tanjung Priok. Aparat yang mengendus membiarkan kiriman itu ke luar pelabuhan hingga tiba di gudang di Jalan Kayu Besar Dalam, Cengkareng, Jakarta Barat. Setelah bongkar muat selesai, komplotan itu dibekuk dan diadili.
Kesembilan orang yang dihukum yaitu:
1. Freddy Budiman ditambah hukumannya dari 9 tahun menjadi hukuman mati.
b. Ahmadi divonis mati.
c. Chandra Halim ditambah hukumannya dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati.
d. Teja Haryono divonis mati.
e. Hani Sapto Pribowo dipenjara seumur hidup.
f. Abdul Syukur dipenjara seumur hidup.
g. Muhtar dipenjara seumur hidup.
h. Anggota TNI Serma Supriadi divonis 7 tahun penjara dan telah dipecat.
Dari kasus di atas, aparat mengendus ada yang berbeda dengan kamar penjara Freddy di LP Cipinang. Setelah digerebek, terungkap Freddy membuat pil ekstasi di dalam kamarnya. Freddy pun dipindah ke Nusakambangan. Di sini ternyata Freddy masih bisa berkomunikasi dengan jaringannya di luar penjara. Bermodal BlackBerry, ia mengontak kurang lebih 10 orang temannya untuk mengedarkan narkoba dari paket 1 ons sabu hingga pengiriman paket 50 ribu butir pil ekstasi.
Kini, Freddy telah dieksekusi mati. Tapi Chandra masih menghirup udara di dalam LP Cipinang. Padahal, Chandra-lah yang menjadi otak penyelundupan itu. Kejahatan Chandra juga lebih berat yaitu merupakan residivis terpidana seumur hidup karena menjadi bandar, sedangkan Freddy merupakan residivis 9 tahun penjara karena menguasi jaringan pengecer narkoba.
Lalu, mengapa Chandra belum juga dieksekusi mati?
sumber berita : detik.com
kalau langsung dihukum mati semua, mungkin setorannya langsung habis berhenti kali yah
0
4.6K
Kutip
26
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.9KThread•41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru