- Beranda
- Berita dan Politik
Dibilang Tukang Ngadu ke Presiden oleh Rizal Ramli, Ini Komentar Ahok
...
TS
kurt.cob41n
Dibilang Tukang Ngadu ke Presiden oleh Rizal Ramli, Ini Komentar Ahok
WARTA KOTA, PALMERAH— Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak terima disebut cengeng oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli.
Ahok berpandangan persoalan reklamasi memang perlu dilaporkan ke Presiden Republik Indonesia Joko Widodo karena dasar aturannya adalah Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995.
Ahok berkirim surat ke Istana Presiden demi mendapat kepastian hukum, yakni reklamasi di Pulau G dilanjutkan atau diberhentikan. Rizal berpendapat dirinya memiliki kewenangan memutuskan untuk memberhentikan reklamasi.
"Ya perlu tertulis dong. Karena tafsiran beliau (Rizal) kan Keppres itu kalah dengan Permen tiga menteri. Ya, saya mesti tanya presiden dong, bukan soal cengeng," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (14/7/2016).
Surat yang dikirim ke Istana Presiden, kata Ahok, mempertanyakan soal hasil kajian tim komite gabungan tentang keputusan penghentian reklamasi di atas Pulau G yang bisa saja ditafsir berhasil membatalkan Keppres.
"Apa benar, 'Menko lu ngomong, bahwa Keppres kamu kalah dengan Permen Menko'. Saya mesti tanya dong, ini kan ada Tata Negara. Bukan cuma ngomong di media," ucap Ahok.
Sebelumnya Rizal meminta Ahok tidak mengadu ke Presiden mengenai keputusan sejumlah menteri yang sepakat menghentikan proyek reklamasi yang dilakukan oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan Agung Podomoro.
"Esensinya, jangan cenganglah jadi orang. Masa segala macem mau diaduin sama Presiden," ujar Rizal, kemarin.
http://wartakota.tribunnews.com/2016/07/14/dibilang-tukang-ngadu-ke-presiden-oleh-rizal-ramli-ini-komentar-ahok
logika si kupret RR emang terbolak-balik, begok atau caper
this!
kesimpulan
bahas nih!
OPINI
Menyoal Kewenangan Reklamasi
BY ZENWEN PADOR · 30/04/2016
Pada akhirnya Pemerintah memutuskan penghentikan sementara kegiatan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Keputusan ini diambil setelah Rapat Terbatas antara Menko Maritim, Gubernur DKI Jakarta dan Kementerian terkait.
Berdasarkan hasil pembahasan dengan DPR setidaknya terdapat 7 (tujuh) pelanggaran hukum yang terjadi dalam pelaksanaan proyek tersebut. Point yang paling penting tampaknya adalah kesimpulan bahwa Provinsi DKI Jakarta tidak mempunyai landasan hukum penerbitan izin reklamasi Teluk Jakarta. Keppres No.52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta telah dicabut dengan PP No.54 tahun 2008 tentang Izin Reklamasi. Masalah lain adalah langkah pemprov DKI menerbitkan izin reklamasi berpotensi merusak lingkungan hidup karena tidak berdasarkan pada KLHS. Selain itu penerbitan izin reklamasi di luar kewenangan Pemprov DKI Jakarta. Bertentangan dengan PP No. 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional mengatur bahwa Jakarta merupakan kawasan strategis nasional yang kewenangan berada pada Pemerintah Pusat.
Dasar Hukum Reklamasi
Reklamasi Teluk Jakarta atau yang disebut juga Pantai Utara Jakarta dilaksanakan awalnya berdasarkan Keppres No.52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dalam pasal 4 Keppres disebutkan bahwa kewenangan dan tanggungjawab Reklamasi Pantura berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Untuk mengendalikan kegiatan tersebut dibentuk sebuah badan pengendali yang diketuai Gubernur DKI Jakarta beranggotakan kepala-kepala dinas dan badan terkait di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Saya mencoba menelusuri PP No. 54 tahun 2008 tentang Izin Reklamasi yang dikatakan dalam rekomendasi pertemuan di atas telah mencabut Keppres tentang Reklamasi Pantura. Namun nomor dan tahun PP di atas bukan terkait reklamasi. Ternyata aturan yang telah mencabut Keppres Reklamasi Pantura tersebut adalah Peraturan Presiden No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur). Dalam pasal 72 Perpres tersebut memang salah satunya disebutkan bahwa Keppres No.52 tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pertanyaannya kemudian apakah dengan dicabutnya Keppres No. 52 tahun 1995 segala perizinan yang telah dikeluarkan berdasarkan peraturan tersebut otomatis tidak berlaku? Ternyata tidak demikian. Pasal 69 Perpres No. 54 tahun 2008 menegaskan bahwa izin pemanfaatan ruang pada masing-masing daerah yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan Perpres tetap berlaku sesuai masa berlakunya. Terhadap izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini, untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin terkait disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam rencana rinci tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Presiden ini. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Presiden ini. Sedangkan bagi yang tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
Kewenangan Reklamasi
Pertanyaan penting lainnya adalah apakah benar Gubernur DKI Jakarta tidak berwenang mengeluarkan izin reklamasi Pantura? Mengacu kepada Perpres No. 112 tahun 2012 terkait izin rekalamasi dalam pasal 15 disebutkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi. Pasal 16 mengatur bahwa untuk memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, Pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
Menteri memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategis Nasional Tertentu, kegiatan reklamasi lintas provinsi, dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Pemerintah. Sedangkan Gubernur dan bupati/walikota memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai dengan kewenangannya dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Pemda.
Mengacu kepada pasal tersebut di atas jelas Gubernur memiliki kewenangan mengeluarkan izin reklamasi dalam wilayah sesuai kewenangannya. Kecuali wilayah tersebut merupakan Kawasan Strategis Nasional Tertentu maka kewenangannya berada pada Menteri Kelautan dan Perikanan.
Pertanyaannya kemudian apakah Jakarta merupakan Kawasan Strategis Nasional Tertentu? Dalam PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional disebutkan yang dimaksud dengan Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
Sayangnya dalam PP ini bahkan dalam UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang kita tidak menemukan dalam ketentuan umum apa yang dimaksud dengan Kawasan Strategis Nasional Tertentu. Istilah terakhir ini hanya ditemukan dalam Perpres No.73 tahun 2015 tentang Pelaksanaan Koordinasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, yang dimaksud dengan Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
Sekilas bila kita bandingkan pengertiannya hampir sama. Tetapi pertanyaan mendasarnya adalah apakah secara faktual wilayah Pantura Jakarta adalah termasuk dalam kawasan strategis nasional tertentu? Payung hukum apa yang sudah dikeluarkan Pemerintah untuk menetapkan wilayah Pantura Jakarta sebagai Kawasan Strategis Nasional Tertentu?
Saya rasa pertanyaan inilah yang belum jelas jawabannya. Sebab seharusnya dalam sisi perundang-undangan hal-hal yang menyangkut pengertian dasar dan umum idealnya sudah dicantumkan dalam pasal ketentuan umum di tingkat UU, sehingga tak ada lagi ketentuan umum yang dibuat kemudian dengan peraturan yang lebih rendah. Pengertian Kawasan Strategis Nasional Tertentu hanya ada dalam Perpres tetapi tidak ada dalam UU Penataan Ruang. Maka adalah sesuatu yang wajar bila kemudian Gubernur Jakarta berkeyakinan bahwa izin reklamasi pantura Jakarta masih berada dalam kewenangannyanya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masih perlu didalami lebih jauh apakah memang Gubernur Jakarta tidak berwenang mengeluarkan izin Reklamasi Pantura Jakarta? Apakah benar Pantura Jakarta merupakan Kawasan Strategis Nasional Tertentu yang kewenangan perizinan reklamasi berada di tangan Kementerian Kelautan dan Perikanan?
Kita berharap proses gugatan tata usaha negara yang sedang berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dapat mengungkap dan memberikan putusan yang dapat memberikan solusi terkait sengkarut kewenangan perizinan Reklamasi Pantura Jakarta ini.
Kita setuju langkah yang diambil oleh Menko Maritim bersama Pemda Jakarta dan Kementerian terkait untuk menghentikan sementara reklamasi adalah langkah yang tepat. Tetapi langkah tersebut harus dibarengi dengan mengeluarkan payung hukum yang lebih tinggi. Keputusan penghentian sementara dapat dikeluaran dengan keputusan Menteri terkait atau bahkan Keputusan Presiden sekalian karena masalah ini menyangkut lintas sektoral dan kementerian. Dengan demikian Pemerintah punya dasar hukum tertulis untuk menghentikan kegiatan fisik di lapangan tidak sekedar permintaan lisan belaka yang tentu saja akan sangat rentan dipersoalkan secara hukum.
______________________
Penulis adalah Advokat, Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hukum Indonesia (eLSAHI)
https://www.alunand.com/menyoal-kewenangan-reklamasi/
Mengintip Perdebatan Hukum Reklamasi Teluk Jakarta
Proyek reklamasi Teluk Jakarta memanglah bukan hal yang baru. Jauh sebelum Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjabat, wacana ini sudah dibahas. Bahkan, sejumlah regulasi pun terbit, mulai dari Keputusan Gubernur (Kepgub), Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), serta Undang-Undang (UU). Sayangnya, justru dari sejumlah aturan itulah pangkal perdebatan muncul belakangan ini.
Pertama, berkaitan dengan terbitnya aturan yang merevisi UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yakni dalam aturanUU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada intinya, aturan tersebut membahas izin pengelolaan dan izin lokasi. Pasal 17 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2014 mengatur bahwa izin lokasi tidak dapat diberikan pada zonasi inti kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai umum.
Izin tersebut hanya diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam bentuk luasan dan waktu tertentu. Selain itu, pemberian izin juga mesti mempertimbangkan kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing. Sementara, izin lokasi sendiri merupakan dasar dalam pemberian izin pengelolaan.
Kedua, berkaitan dengan Keppres Nomor 52 Tahun 1995 Tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Aturan yang muncul dalam rangka keperluan pengembangan kawasan di pantai utara Jakarta itu tegas menyatakan dalam Pasal 4 bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara Jakarta berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dimana diatur wilayah reklamasi yang meliputi bagian perairan laut Jakarta yang diukur dari garis pantai utara Jakarta secara tegak lurus sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut delapan meter.
Selain itu, dalam aturan yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995 itu juga diatur pembentukan Badan Pengendali yang bertugas mengendalikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan serta penataan kawasan pantura yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dalam Pasal 9 ayat (1) dinyatakan bahwa areal hasil reklamasi pantai utara diberikan status hak pengelolaan kepada Pemerintah DKI Jakarta.
Untuk diketahui, selang tiga bulan setelah itu, tepatnya pada 16 Oktober 1995 juga ada aturan serupa berkaitan dengan reklamasi di pantai Kapuknaga Tangerang. Lewat Keppres Nomor 73 Tahun 1995 Tentang Reklamasi Pantai Kapuknaga Tangerang, juga diatur bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai Kapuknaga ketika itu berada pada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat, sama halnya dengan pantai utara Jakarta.
Kemudian sebagai tindak lanjutnya, pada era Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dibuat aturan teknis terkait reklamasi di pantai utara Jakarta sebagai tindak lanjut dari Keppres Nomor 52 Tahun 1995, yakni dalam Kepgub Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 138 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Aturan tersebut merinci teknis pelaksanaan reklamasi mulai tahap perencanaan hingga perjanjian pengembangan. Aturan ini juga sebagai aturan yang merinci tentang Badan Pelaksana Reklamasi Pantura yang diatur dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
Ketiga, terkait dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Lewat aturan inilah, Keppres Nomor 52 Tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku. Dalam Pasal 72 Ketentuan Perailhan Perpres Nomor 54Tahun 2008, dinyatakan bahwa Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tidak belaku sepanjang terkait dengan penataan ruang.
Keempat, terkait dengan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Aturan ini muncul lantaran Keppres Nomor 52 Tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku lagi. Selain itu, Perda inilah yang mengubah aturan pulau-pulau reklamasi dalam Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
Kelima, terkait dengan Perpres Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Aturan ini mengatur terkait permohonan memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi diajukan kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati atau Walikota. Dimana, Menteri memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT), kegiatan reklamasi lintas provinsi, dan kegiatan di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Pemerintah.
Selain itu, khusus untuk Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) dan reklamasi lintas provinsi, dapat diberikan setelah mendapat pertimbangan dari Bupati atau Walikota dan Gubernur. Sementara, Gubernur dan Bupati atau Walikota memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai kewenangannya dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah daerah.
Jika ditelaah, PP Nomor 26 Tahun 2008 mengatur dan menetapkan kawasan perkotaan Jabodetabek-Punjur termasuk Kepulauan Seribu, Banten, dan Jawa Barat ke dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN). Memang wewenang pemberian izin pada KSNT berada pada Menteri Kelautan dan Perikanan. Lantas, apakah KSNT dan KSN adalah sama?
Sebetulnya di sinilah problemnya. Pasal 50 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan bahwa Menteri berwenang memberikan dan mencabut izin lokasi dan izin pengelolaan wilayah perairan, pesisir, dan pulau-pulau lintas provinsi, kawasan strategis nasional (KSN), kawasan strategis nasional tertentu (KSNT), dan kawasan konservasi nasional. Sementara, Gubernur berwenang memberikan dan mencabut izin lokasi dan izin pengelolaan di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil dan Bupati atau Walikota berwenang memberikan dan mencabut izin di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Namun, UU Nomor 1 Tahun 2014 tegas hanya membahas izin pengelolaan dan izin lokasi. Sementara, reklamasi sebagaimana diatur dalam Keppres 52 Tahun 1995 membahas izin prinsip dan izin pelaksanaan. Dua hal itu berbeda satu dengan lainnya. Lagipula, UU Nomor 1 Tahun 2014 tidak mengacu pada Keppres 52 Tahun 1995.
Untuk memastikan bahwa pembangunan dan kegiatan ekonomi tidak hanya menguntungkan masyarakat yang menghuni pulau reklamasi, Pemprov mengajukan tambahan kontribusi sebesar 15 persen dikali Nilai Jual Wajib Pajak (NJOP) dikali lahan yang bisa dijual (saleable area). Dengan perhitungan NJOP minimal Rp10 juta untuk 14 pulau dan Rp30 juta untuk tiga pulau lainnya, pemerintah dapat memperoleh tambahan kontribusi sebesar Rp48 triliun.
"Dana itu nanti digunakan untuk subsidi silang, termasuk untuk membangun lima pusat perikanan di pesisir, pelabuhan, tempat tambatan kapal, dan rumah susun bagi nelayan," tutur Oswar.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5714ee87a4db5/mengintip-perdebatan-hukum-reklamasi-teluk-jakarta
RR r u mad?
Pramono Anung: Wewenang Reklamasi Ada di Gubernur DKI
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 52 Tahun 1995, lanjut Pram, pemerintah pusat telah mendelegasikan wewenang reklamasi Jakarta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Izin reklamasi pantai utara Jakarta diberikan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 52 tahun 1995. "Perpres itu dalam Pasal 4 wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara Jakarta berada pada Gubernur DKI," ujar Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/4/2016). Dia mengakui ada sebagian kewenangan yang dicabut pemerintah pusat dari pemerintah daerah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2008. "Yang dicabut adalah hal yang mengatur tata ruang, tetapi kewenangan terhadap reklamasinya sendiri masih ada, masih diberikan (ke Pemprov DKI)," jelasnya.
http://news.okezone.com/read/2016/04/06/337/1355979/pramono-anung-wewenang-reklamasi-ada-di-gubernur-dki
Menteri Susi Sebut Izin Reklamasi Kewenangan Ahok
VIVA.co.id - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, izin pelaksanaan reklamasi pantai utara Jakarta merupakan kewenangan tetap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) memandang bahwa izin pelaksanaan reklamasi pantura merupakan kewenangan tetap di Gubernur DKI," kata dia di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra Nomor 26, Jakarta Selatan, Jumat, 15 April 2016.
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/761362-menteri-susi-sebut-izin-reklamasi-kewenangan-ahok
Ahok berpandangan persoalan reklamasi memang perlu dilaporkan ke Presiden Republik Indonesia Joko Widodo karena dasar aturannya adalah Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995.
Ahok berkirim surat ke Istana Presiden demi mendapat kepastian hukum, yakni reklamasi di Pulau G dilanjutkan atau diberhentikan. Rizal berpendapat dirinya memiliki kewenangan memutuskan untuk memberhentikan reklamasi.
"Ya perlu tertulis dong. Karena tafsiran beliau (Rizal) kan Keppres itu kalah dengan Permen tiga menteri. Ya, saya mesti tanya presiden dong, bukan soal cengeng," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (14/7/2016).
Surat yang dikirim ke Istana Presiden, kata Ahok, mempertanyakan soal hasil kajian tim komite gabungan tentang keputusan penghentian reklamasi di atas Pulau G yang bisa saja ditafsir berhasil membatalkan Keppres.
"Apa benar, 'Menko lu ngomong, bahwa Keppres kamu kalah dengan Permen Menko'. Saya mesti tanya dong, ini kan ada Tata Negara. Bukan cuma ngomong di media," ucap Ahok.
Sebelumnya Rizal meminta Ahok tidak mengadu ke Presiden mengenai keputusan sejumlah menteri yang sepakat menghentikan proyek reklamasi yang dilakukan oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan Agung Podomoro.
"Esensinya, jangan cenganglah jadi orang. Masa segala macem mau diaduin sama Presiden," ujar Rizal, kemarin.
http://wartakota.tribunnews.com/2016/07/14/dibilang-tukang-ngadu-ke-presiden-oleh-rizal-ramli-ini-komentar-ahok
logika si kupret RR emang terbolak-balik, begok atau caper
this!
kesimpulan
Quote:
Original Posted By thiwul_anget►UU No 27 tahun 2007 :
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 78
Semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ada, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang
baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Perpres No 122 tahun 2012 :
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
(1) Permohonan izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan reklamasi yang diajukan sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini.
(2) Izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan reklamasi yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu izin berakhir.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan reklamasi di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil yang telah ada, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru.
==============================================================
yak silahkan lanjut diskusinya...
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 78
Semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ada, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang
baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Perpres No 122 tahun 2012 :
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
(1) Permohonan izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan reklamasi yang diajukan sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini.
(2) Izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan reklamasi yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu izin berakhir.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan reklamasi di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil yang telah ada, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru.
==============================================================
yak silahkan lanjut diskusinya...
bahas nih!
Quote:
OPINI
Menyoal Kewenangan Reklamasi
BY ZENWEN PADOR · 30/04/2016
Pada akhirnya Pemerintah memutuskan penghentikan sementara kegiatan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Keputusan ini diambil setelah Rapat Terbatas antara Menko Maritim, Gubernur DKI Jakarta dan Kementerian terkait.
Berdasarkan hasil pembahasan dengan DPR setidaknya terdapat 7 (tujuh) pelanggaran hukum yang terjadi dalam pelaksanaan proyek tersebut. Point yang paling penting tampaknya adalah kesimpulan bahwa Provinsi DKI Jakarta tidak mempunyai landasan hukum penerbitan izin reklamasi Teluk Jakarta. Keppres No.52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta telah dicabut dengan PP No.54 tahun 2008 tentang Izin Reklamasi. Masalah lain adalah langkah pemprov DKI menerbitkan izin reklamasi berpotensi merusak lingkungan hidup karena tidak berdasarkan pada KLHS. Selain itu penerbitan izin reklamasi di luar kewenangan Pemprov DKI Jakarta. Bertentangan dengan PP No. 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional mengatur bahwa Jakarta merupakan kawasan strategis nasional yang kewenangan berada pada Pemerintah Pusat.
Dasar Hukum Reklamasi
Reklamasi Teluk Jakarta atau yang disebut juga Pantai Utara Jakarta dilaksanakan awalnya berdasarkan Keppres No.52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dalam pasal 4 Keppres disebutkan bahwa kewenangan dan tanggungjawab Reklamasi Pantura berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Untuk mengendalikan kegiatan tersebut dibentuk sebuah badan pengendali yang diketuai Gubernur DKI Jakarta beranggotakan kepala-kepala dinas dan badan terkait di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Saya mencoba menelusuri PP No. 54 tahun 2008 tentang Izin Reklamasi yang dikatakan dalam rekomendasi pertemuan di atas telah mencabut Keppres tentang Reklamasi Pantura. Namun nomor dan tahun PP di atas bukan terkait reklamasi. Ternyata aturan yang telah mencabut Keppres Reklamasi Pantura tersebut adalah Peraturan Presiden No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur). Dalam pasal 72 Perpres tersebut memang salah satunya disebutkan bahwa Keppres No.52 tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pertanyaannya kemudian apakah dengan dicabutnya Keppres No. 52 tahun 1995 segala perizinan yang telah dikeluarkan berdasarkan peraturan tersebut otomatis tidak berlaku? Ternyata tidak demikian. Pasal 69 Perpres No. 54 tahun 2008 menegaskan bahwa izin pemanfaatan ruang pada masing-masing daerah yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan Perpres tetap berlaku sesuai masa berlakunya. Terhadap izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini, untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin terkait disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam rencana rinci tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Presiden ini. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Presiden ini. Sedangkan bagi yang tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
Kewenangan Reklamasi
Pertanyaan penting lainnya adalah apakah benar Gubernur DKI Jakarta tidak berwenang mengeluarkan izin reklamasi Pantura? Mengacu kepada Perpres No. 112 tahun 2012 terkait izin rekalamasi dalam pasal 15 disebutkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi. Pasal 16 mengatur bahwa untuk memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, Pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
Menteri memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategis Nasional Tertentu, kegiatan reklamasi lintas provinsi, dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Pemerintah. Sedangkan Gubernur dan bupati/walikota memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai dengan kewenangannya dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Pemda.
Mengacu kepada pasal tersebut di atas jelas Gubernur memiliki kewenangan mengeluarkan izin reklamasi dalam wilayah sesuai kewenangannya. Kecuali wilayah tersebut merupakan Kawasan Strategis Nasional Tertentu maka kewenangannya berada pada Menteri Kelautan dan Perikanan.
Pertanyaannya kemudian apakah Jakarta merupakan Kawasan Strategis Nasional Tertentu? Dalam PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional disebutkan yang dimaksud dengan Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
Sayangnya dalam PP ini bahkan dalam UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang kita tidak menemukan dalam ketentuan umum apa yang dimaksud dengan Kawasan Strategis Nasional Tertentu. Istilah terakhir ini hanya ditemukan dalam Perpres No.73 tahun 2015 tentang Pelaksanaan Koordinasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, yang dimaksud dengan Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
Sekilas bila kita bandingkan pengertiannya hampir sama. Tetapi pertanyaan mendasarnya adalah apakah secara faktual wilayah Pantura Jakarta adalah termasuk dalam kawasan strategis nasional tertentu? Payung hukum apa yang sudah dikeluarkan Pemerintah untuk menetapkan wilayah Pantura Jakarta sebagai Kawasan Strategis Nasional Tertentu?
Saya rasa pertanyaan inilah yang belum jelas jawabannya. Sebab seharusnya dalam sisi perundang-undangan hal-hal yang menyangkut pengertian dasar dan umum idealnya sudah dicantumkan dalam pasal ketentuan umum di tingkat UU, sehingga tak ada lagi ketentuan umum yang dibuat kemudian dengan peraturan yang lebih rendah. Pengertian Kawasan Strategis Nasional Tertentu hanya ada dalam Perpres tetapi tidak ada dalam UU Penataan Ruang. Maka adalah sesuatu yang wajar bila kemudian Gubernur Jakarta berkeyakinan bahwa izin reklamasi pantura Jakarta masih berada dalam kewenangannyanya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masih perlu didalami lebih jauh apakah memang Gubernur Jakarta tidak berwenang mengeluarkan izin Reklamasi Pantura Jakarta? Apakah benar Pantura Jakarta merupakan Kawasan Strategis Nasional Tertentu yang kewenangan perizinan reklamasi berada di tangan Kementerian Kelautan dan Perikanan?
Kita berharap proses gugatan tata usaha negara yang sedang berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dapat mengungkap dan memberikan putusan yang dapat memberikan solusi terkait sengkarut kewenangan perizinan Reklamasi Pantura Jakarta ini.
Kita setuju langkah yang diambil oleh Menko Maritim bersama Pemda Jakarta dan Kementerian terkait untuk menghentikan sementara reklamasi adalah langkah yang tepat. Tetapi langkah tersebut harus dibarengi dengan mengeluarkan payung hukum yang lebih tinggi. Keputusan penghentian sementara dapat dikeluaran dengan keputusan Menteri terkait atau bahkan Keputusan Presiden sekalian karena masalah ini menyangkut lintas sektoral dan kementerian. Dengan demikian Pemerintah punya dasar hukum tertulis untuk menghentikan kegiatan fisik di lapangan tidak sekedar permintaan lisan belaka yang tentu saja akan sangat rentan dipersoalkan secara hukum.
______________________
Penulis adalah Advokat, Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hukum Indonesia (eLSAHI)
https://www.alunand.com/menyoal-kewenangan-reklamasi/
Quote:
Mengintip Perdebatan Hukum Reklamasi Teluk Jakarta
Proyek reklamasi Teluk Jakarta memanglah bukan hal yang baru. Jauh sebelum Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjabat, wacana ini sudah dibahas. Bahkan, sejumlah regulasi pun terbit, mulai dari Keputusan Gubernur (Kepgub), Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), serta Undang-Undang (UU). Sayangnya, justru dari sejumlah aturan itulah pangkal perdebatan muncul belakangan ini.
Pertama, berkaitan dengan terbitnya aturan yang merevisi UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yakni dalam aturanUU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada intinya, aturan tersebut membahas izin pengelolaan dan izin lokasi. Pasal 17 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2014 mengatur bahwa izin lokasi tidak dapat diberikan pada zonasi inti kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai umum.
Izin tersebut hanya diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam bentuk luasan dan waktu tertentu. Selain itu, pemberian izin juga mesti mempertimbangkan kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing. Sementara, izin lokasi sendiri merupakan dasar dalam pemberian izin pengelolaan.
Kedua, berkaitan dengan Keppres Nomor 52 Tahun 1995 Tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Aturan yang muncul dalam rangka keperluan pengembangan kawasan di pantai utara Jakarta itu tegas menyatakan dalam Pasal 4 bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara Jakarta berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dimana diatur wilayah reklamasi yang meliputi bagian perairan laut Jakarta yang diukur dari garis pantai utara Jakarta secara tegak lurus sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut delapan meter.
Selain itu, dalam aturan yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995 itu juga diatur pembentukan Badan Pengendali yang bertugas mengendalikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan serta penataan kawasan pantura yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dalam Pasal 9 ayat (1) dinyatakan bahwa areal hasil reklamasi pantai utara diberikan status hak pengelolaan kepada Pemerintah DKI Jakarta.
Untuk diketahui, selang tiga bulan setelah itu, tepatnya pada 16 Oktober 1995 juga ada aturan serupa berkaitan dengan reklamasi di pantai Kapuknaga Tangerang. Lewat Keppres Nomor 73 Tahun 1995 Tentang Reklamasi Pantai Kapuknaga Tangerang, juga diatur bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai Kapuknaga ketika itu berada pada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat, sama halnya dengan pantai utara Jakarta.
Kemudian sebagai tindak lanjutnya, pada era Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dibuat aturan teknis terkait reklamasi di pantai utara Jakarta sebagai tindak lanjut dari Keppres Nomor 52 Tahun 1995, yakni dalam Kepgub Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 138 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Aturan tersebut merinci teknis pelaksanaan reklamasi mulai tahap perencanaan hingga perjanjian pengembangan. Aturan ini juga sebagai aturan yang merinci tentang Badan Pelaksana Reklamasi Pantura yang diatur dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
Ketiga, terkait dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Lewat aturan inilah, Keppres Nomor 52 Tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku. Dalam Pasal 72 Ketentuan Perailhan Perpres Nomor 54Tahun 2008, dinyatakan bahwa Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tidak belaku sepanjang terkait dengan penataan ruang.
Keempat, terkait dengan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Aturan ini muncul lantaran Keppres Nomor 52 Tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku lagi. Selain itu, Perda inilah yang mengubah aturan pulau-pulau reklamasi dalam Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
Kelima, terkait dengan Perpres Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Aturan ini mengatur terkait permohonan memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi diajukan kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati atau Walikota. Dimana, Menteri memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT), kegiatan reklamasi lintas provinsi, dan kegiatan di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Pemerintah.
Selain itu, khusus untuk Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) dan reklamasi lintas provinsi, dapat diberikan setelah mendapat pertimbangan dari Bupati atau Walikota dan Gubernur. Sementara, Gubernur dan Bupati atau Walikota memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai kewenangannya dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah daerah.
Jika ditelaah, PP Nomor 26 Tahun 2008 mengatur dan menetapkan kawasan perkotaan Jabodetabek-Punjur termasuk Kepulauan Seribu, Banten, dan Jawa Barat ke dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN). Memang wewenang pemberian izin pada KSNT berada pada Menteri Kelautan dan Perikanan. Lantas, apakah KSNT dan KSN adalah sama?
Sebetulnya di sinilah problemnya. Pasal 50 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan bahwa Menteri berwenang memberikan dan mencabut izin lokasi dan izin pengelolaan wilayah perairan, pesisir, dan pulau-pulau lintas provinsi, kawasan strategis nasional (KSN), kawasan strategis nasional tertentu (KSNT), dan kawasan konservasi nasional. Sementara, Gubernur berwenang memberikan dan mencabut izin lokasi dan izin pengelolaan di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil dan Bupati atau Walikota berwenang memberikan dan mencabut izin di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Namun, UU Nomor 1 Tahun 2014 tegas hanya membahas izin pengelolaan dan izin lokasi. Sementara, reklamasi sebagaimana diatur dalam Keppres 52 Tahun 1995 membahas izin prinsip dan izin pelaksanaan. Dua hal itu berbeda satu dengan lainnya. Lagipula, UU Nomor 1 Tahun 2014 tidak mengacu pada Keppres 52 Tahun 1995.
Untuk memastikan bahwa pembangunan dan kegiatan ekonomi tidak hanya menguntungkan masyarakat yang menghuni pulau reklamasi, Pemprov mengajukan tambahan kontribusi sebesar 15 persen dikali Nilai Jual Wajib Pajak (NJOP) dikali lahan yang bisa dijual (saleable area). Dengan perhitungan NJOP minimal Rp10 juta untuk 14 pulau dan Rp30 juta untuk tiga pulau lainnya, pemerintah dapat memperoleh tambahan kontribusi sebesar Rp48 triliun.
"Dana itu nanti digunakan untuk subsidi silang, termasuk untuk membangun lima pusat perikanan di pesisir, pelabuhan, tempat tambatan kapal, dan rumah susun bagi nelayan," tutur Oswar.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5714ee87a4db5/mengintip-perdebatan-hukum-reklamasi-teluk-jakarta
RR r u mad?
Quote:
Pramono Anung: Wewenang Reklamasi Ada di Gubernur DKI
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 52 Tahun 1995, lanjut Pram, pemerintah pusat telah mendelegasikan wewenang reklamasi Jakarta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Izin reklamasi pantai utara Jakarta diberikan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 52 tahun 1995. "Perpres itu dalam Pasal 4 wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara Jakarta berada pada Gubernur DKI," ujar Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/4/2016). Dia mengakui ada sebagian kewenangan yang dicabut pemerintah pusat dari pemerintah daerah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2008. "Yang dicabut adalah hal yang mengatur tata ruang, tetapi kewenangan terhadap reklamasinya sendiri masih ada, masih diberikan (ke Pemprov DKI)," jelasnya.
http://news.okezone.com/read/2016/04/06/337/1355979/pramono-anung-wewenang-reklamasi-ada-di-gubernur-dki
Menteri Susi Sebut Izin Reklamasi Kewenangan Ahok
VIVA.co.id - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, izin pelaksanaan reklamasi pantai utara Jakarta merupakan kewenangan tetap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) memandang bahwa izin pelaksanaan reklamasi pantura merupakan kewenangan tetap di Gubernur DKI," kata dia di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra Nomor 26, Jakarta Selatan, Jumat, 15 April 2016.
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/761362-menteri-susi-sebut-izin-reklamasi-kewenangan-ahok
Diubah oleh kurt.cob41n 14-07-2016 09:04
0
9.1K
Kutip
98
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671KThread•40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru