Pada suatu perayaan, Raja Qi yg senang berburu dan memanah mengadakan acara memanah yg diikuti raja dan para jendralnya. Acara tersebut dihadiri rakyat dari berbagai golongan yg ingin menyaksikan perlombaan tsb secara langsung.
Pada hari yg sudah ditetapkan, setelah acara-acara pembukaan, maka tibalah saatnya perlombaan memanah. Ketika giliran raja, semua bertepuk tangan. Raja pun mulai memanah, walau anak panah mengenai sasaran atau tidak, semua yg hadir bertepuk tangan dan memuji-muji raja serta bersorak sorai.
Sang raja menjadi murung, ia menyadari tepukan tangan penonton bukanlah pujian murni melaikan hanya ingin menyenangkan sang raja saja. Kemudian sang raja memanggil Xian Zhang, salah seorang pejabat di lingkungan istana. Raja berkata bahwa pertandingan tersebut tidak berkesan karena semua orang hanya berpura-pura tepuk tangan.
Dengan jujur dan penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan sang raja, Xian Zhang pun berkata, “Selama ini Yang Mulia senang akan pujian. Mereka tahu akan hal ini, jadi mereka melakukan apa yg paduka suka walaupun terkadang berlebih.”
Mendengar penjelasan itu sang raja sama sekali tidak tersinggung. Ia malahan memerintahkan pembantunya untuk member hadiah pada Xiang Zhang atas kejujurannya.
Dengan halus Xian Zhang menolak sambil berkata, “Kalau saya menerima hadiah ini, bukankah saya sama dengan mereka ?”

Pesan moral :
Raja Qi selama ini selalu menuntut pujian, sehingga bawahannya senantiasa mengikuti keinginannya walau atasannya berbuat salah.
Sikap seorang pemimpin yang baik seharusnya tidak menuntut rasa hormat tetapi membangkitkan rasa hormat.