anglicusAvatar border
TS
anglicus
Tindakan kekerasan untuk murid, apa masih efektif?
Kalo murid nakal, yang disalahin anak tersebut atau bahkan orangtuanya. Kalo murid pintar, yang diapresiasi guru karena tugasnya "mendidik dan mengajar." Memangnya orangtua tidak turut serta dalam mendidik dan mengajar anak?

Anak membully temannya dan taruhan, menjatuhkan orang yang lebih lemah, yang disalahi pribadi murid. Yang disalahi keluarganya. Yang disalahi rumah tangga orangtuanya.
Itu mencubit, menjewer, memukul, bahkan memaki murid, bukannya salah satu contoh menjatuhkan orang yang lebih lemah? Bukannya itu juga termasuk tindakan bully-ing yang ditutupi dengan alasan "mendidik"? Sebagai sesuatu yang wajar, bahkan harus dilakukan.

Lingkaran kemarahan--itu yang akan terjadi. Sadarkah bahwa jiwa "iri" sangat banyak terdapat didalam diri kita? Generasi lalu yang iri dengan keenakan generasi sekarang, seakan masa-masa merekalah yang terbaik. Perkataan seperti, "anak jaman sekarang terlalu dimanja, anak kecil mainannya iPad, dulu kita main kelereng." Padahal perkataan ini juga benar adanya jika dikatakan di zaman tersebut: "anak jaman sekarang terlalu dimanja, kerjaannya main kelereng, dulu kita takut-takut karena perang."

Pelampiasan inilah yang banyak terjadi. Murid dimarahi, ia akan melampiaskannya ke murid lainnya yang lebih lemah. Atau ya, dia diam. Tapi sewaktu dia menjadi senior, juniornya lah yang harus kena pelampiasan dendam ini, karena tidak terima juniornya hidup lebih enak daripada dia. Salah satu praktiknya jelas terlihat di MOS.

Tidakkah kita bisa menerima kenyataan bahwa dunia ini akan terus berubah seiring zaman? Bahwa ada kelebihan dan kekurangan dari masing-masing zaman? Tapi kenapa kita hanya melihat keburukan dari suatu zaman?

Mungkin cara ini efektif dulu ketika murid2 Indonesia dipersiapkan mentalnya untuk siap dijajah dan diperbudak, mental pekerja. Tapi tidak sekarang. Kita butuh untuk mengerti perbedaan dari rasa Takut dan rasa Hormat. Takut menimbulkan kedisiplinan, namun ada dendam dan banyak sekali perasaan negatif yang mengikutinya. Tidak dengan hormat. Kita pernah jadi seorang murid, bisa membayangkan kan perbedaan guru yang kita takuti dan guru yang kita hormati?

Sekarang kalian bertanya (biasanya dengan emosi), "Lalu apakah kita harus membiarkan generasi selanjutnya menjadi manja?!" Tidak. Yang harus kita lakukan adalah mengetahui perbedaan antara Tegas dan Keras. Hukuman fisik bukanlah masalah, tapi sebagai orang yang berpendidikan, bahkan orang yang harus mendidik dan mengajar anak-anak yang masih polos, haruslah bisa membedakan hukuman mana yang membangun dan hukuman mana yang menjatuhkan.

Lari keliling lapangan ada manfaatnya, memberikan efek jera sekaligus berolahraga. Berdiri dengan satu kaki dengan tangan ditelinga juga berolahraga. Banyak hukuman fisik yang baik, namun hukuman seperti memukul dengan penggaris dan mencaci maki murid, dimana manfaat positifnya? Yakin itu membuat anak jera? Ini yang akan terjadi: anak jadi kebal dan akhirnya efek jera tidak berlaku lagi, yang menyisakan satu efek lainnya: Dendam.

Dan ini akan terus berlanjut, dendam menjadi suatu budaya dalam pola pikir masyarakat Indonesia. Dan apakah itu sesuatu yang positif?

Jangan karena kita memiliki pangkat atau derajat yang lebih tinggi, kita bisa seenaknya menganggap yang rendah itu bodoh, tidak tau apa-apa dan tidak boleh berpendapat. Jangan karena tingkatan kita lebih tinggi: sebagai yang lebih tua, sebagai senior, sebagai guru, sebagai orang tua, kita bisa semena-mena dengan yang lebih muda dibawah kita.

Jangan terlalu merasa benar sampai tidak bisa mendengar pendapat orang lain. Banyak yang bisa kita pelajari dari orang lain, dari seorang anak kecil sekalipun. Tidak perlu meremehkan dan tidak perlu melibatkan emosi ketika ada yang tidak setuju dengan pendapat. Itu hanya menunjukkan betapa kurangnya pendidikan kita.

Semua orang, muda maupun tua, generasi lama maupun generasi baru, memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Daripada saling menjatuhkan dan menunjukkan kekurangan satu sama lain, kenapa kita tidak bisa membahas sisi positifnya dan menggabungkan kebaikan dari setiap sistem yang ada, membuat suatu sistem yang terbaik? Setidaknya mungkin inilah yang bisa memajukan bangsa kita.

Apa yang terlihat baik belum tentu baik. Apa yang terlihat buruk belum tentu buruk. Dunia ini tidak se-simple itu. Apabila kita menganggap sesuatu mudah: kita belum tau apa yang sebenarnya terjadi.

There is always more than the surface.
And how do we understand what's beneath it?
We open our mind.
Realizing and admitting that in everything that we think is true, there is a slight chance that it could someday be wrong.

Quote:


Terimakasih sudah membaca sampai kalimat ini dengan tenang dan tanpa emosi yang membara. Tentu, anda memiliki pendapat anda sendiri. Ini hanya sedikit dari argumen saya, dan terimakasih telah menghargai pendapat saya.

Sekian.



Edit:
Tujuan saya buat thread ini adalah karena kasus-kasus belakangan ini yang melibatkan murid, guru, orangtua dan kekerasan. Dimana-mana saya melihat komentar yang sama, itu-itu saja, sedangkan pendapat dari sudut pandang yang lain jarang sekali terlihat. Saya buat thread ini untuk melihat apakah banyak yang bersedia menyalurkan pendapatnya yang berbeda dari kebanyakan.
Polling
0 suara
Tindakan kekerasan untuk murid, apa masih efektif?
Diubah oleh anglicus 03-07-2016 12:39
0
5.2K
95
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.