Jelang lebaran seperti ini, kafilah manusia berbondong-bondong bergerak dari kota menuju ke kampung-kampung. Kota-kota yang jadi pusat kegiatan mencari nafkah, ditinggalkan sejenak. Desa dan kampung, dibanjiri warga yang lama merantau.
Pulang kampung alias mudik, budaya ini sudah mengakar urat dalam denyut sosial masyarakat Indonesia.
Di tengah prosesi mudik tersebut, ada banyak cerita. Salah satu hal yang kita saksikan adalah, wajah daerah atau desa yang begitu-begitu saja. Jauh misalnya dengan Kota Bandung atau Surabaya. Perbedaan kian terihat jomplang jika kita membandingkan daerah di Jawa dan Luar Jawa.
Pengalaman TS yang mudik ke daratan Sulawesi mislanya, harus melewati bandara-bandara yang kecil nan sepi. Jalanan pun bergelombang bak naik perahu di musim pancaroba. Kondisi seperti ini, banyak terjadi di daerah (terutama luar Jawa).
Ada banyak variabel yang menjadi akar masalah mengapa kota berkembang maju sementara daerah tetap tertinggal. Tapi ini bukan karena gelar “kota” atau “daerah”. Sebab faktanya, ada daerah di Sulawesi setingkat kabupaten seperti Bantaeng yang sukses ditata dan dibangun. Pun di Jawa Timur, ada Kabupaten Banyuwangi yang kepemimpinan bupatinya banyak diperbincangkan.
Menurut pemikiran TS, hal-hal berikut paling tidak memberi sumbangsih mengapa kota berkembang pesat sementara di saat yang sama, daerah jalan di tempat dan bahkan ada yang kian hancur.
Quote:
1. Kultur Birokrasi
Pengawasan komponen masyarakat, termasuk gerakan masyarakat sipil yang didukung oleh media membuat pemerintah kota melakukan reformasi birokrasi.
Sistem informasi, ‘memaksa’ pemerintah yang mengurus kota untuk menciptakan transparansi birokrasi. Sementara di kampung, masyarakat cenderung apatis dengan urusan pemerintahan. Birokrasi pun rentan dengan perilaku korup secara sistemik.
Quote:
2. Kultur Masyarakat
Kultur masyarakat turut menjadi faktor penting dalam membangun daerah. Daerah-daerah yang mental masyarakatnya tertutup dan susah diatur, biasanya tidak bisa maju dan berkembang. Soal kultur ini, memang berakar dari tingkat pendidikan adab masyarakat.
Quote:
3. Sumber Daya Manusia
Sebetulnya, sumber daya manusia daerah sangat kaya dan mumpuni. Hanya saja kurang diberdayakan dan tidak terserap oleh birokrasi yang korup, maka SDM tersebut banyak yang hijrah. Mending ke kota dengan tingkat persaingan ketat tapi menjanjikan karir, daripada di daerah yang dikuasai oleh kerabat pejabat.
Quote:
4. Sumber Daya Alam
Faktor sumber daya alam, juga menjadi variabel mengapa ada daerah kaya dan miskin. Sebetulnya, yang menjadi problem akut bila miskin SDA dan miskin SDM pula. Lain halnya, jika keterbatasan SDA diimbangi dengan kecakapan mengelola SDM, maka faktor SDA tidak begitu penting.
Quote:
5. Keterbukaan Investasi
Satu daerah tentu tidak bisa maju hanya dengan mengandalkan pembangunan yang bersumber dari dana APBD. Pemda yang cerdas, justru memanfaatkan pihak swasta untuk menggerakkan ekonomi daerahnya. Dengan demikian, sebagian besar APBD bisa dialokasikan untuk pelayanan publik.
Kita melihat perekonomian beberapa daerah menggeliat karena peran swasta. Ambil contoh, Batam, Balikpapan dan Medan. Tiga kota besar di Indonesia ini, ramah invstasi swasta nasional. Hasilnya sangat positif. Pertumbuhan ekonomi jauh di atas rata-rata nasional yang cuma 5,1-5,2%.
Pengembang besar seperti Agung Podomoro Land (APLN) tak sungkan untuk membenamkan modal besar di Batam, Balikpapan dan Medan. Di tiga kota yang dicontohkan ini, Agung Podomoro membangun superblok terlengkap yang menjadi energi baru bagi roda ekonomi daerah dengan nilai investasi lebih dari Rp 1 triliun.
Selain membantu menata wajah kota, keterlibatan perusahaan seperti APLN tentu saja menambah magnet kota-kota tersebut dalam menarik investor lain. Hal ini menciptakan rantai ekonomi yang kokoh.
Quote:
6. Peraturan Daerah
Beberapa hari terkahir, Indonesia bising bukan main karena penegakan sebuah perda tentang aturan membuka warung di bulan puasa yang diberlakukan Pemkot Serang, Banten. Masyarakat terbelah dua.
Pro kontra terjadi ketika seorang Ibu Saeni ditertibkan Satpol PP. Terlepas dari agenda tersembunyi dari kasus tersebut dibesar-besarkan, menarik untuk membedah mengapa perda harus ada dan bagaimana mestinya.
Peraturan daerah di sini, bisa jadi bersumber dari kearifan lokal yang sarat dengan nilai-nilai leluhur. Tapi, dalam beberapa kasus, proteksi kearifan lokal yang dituangkan ke dalam peraturan daerah harus fleksibel dan bisa mengakomodir dinamikan zaman.
Adalah mulia, menjaga warisan leluhur, tapi jika kaku diberlakukan dan menutup diri dari perubahan, malah bisa berbalik menjadi potensi negatif.
Alih-alih digandrungi, tak jarang malah dicaci dan dituding sebagai biang kemunduran oleh generasi muda masa kini. Karena itu, peraturan daerah harus kontekstual dengan zaman dan mendukung kemajuan daerah di semua aspeknya : agama, moral, ekonomi, sosial, politik dan keamanan. Perda bukanlah kerangkeng yang mengekang, tapi rel dan peta jalan agar sebuah daerah berlari kencang.
Demikian dulu sekilas refleksi dari TS, semoga bermanfaat. Selamat mudik dan membangun daerah. Ane tunggu dan dari gan-sist sekalian