Ini Disposisi Ahok Saat DKI Beli Lahan Milik Sendiri
Dokumen disposisi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk pembelian tanah Cengkareng
TEMPO.CO, Jakarta - Pembelian lahan 4,6 hektare di Cengkareng Barat pada November tahun lalu terjadi setelah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menerbitkan disposisi 10 Juli 2015. Disposisi itu dimuat di Koran Tempo edisi 28 Juni 2016.
Diceritakan dalam Koran itu, saat menerbitkan disposisi Basuki alias Ahok mendapat laporan dari Kepala Pengelola Aset dan Keuangan Daerah Heru Budi Hartono bahwa Toeti Soekarno menawarkan lahan tersebut sehari sebelumnya. Pada waktu itu pemerintah berencana membangun rumah susun di Cengkareng.
Rudi Hartono Iskandar, kuasa Toeti, mengajukan penawaran setelah tahu Dinas Perumahan menerbitkan surat penetapan pembangunan rumah susun Cengkareng Barat. Nilai yang ia ajukan Rp 17,5 juta meter persegi.
Dalam surat penawarannya, Rudi menjelaskan nilai jual objek pajak tanah Cengkareng Rp 6,2 juta. Karena itu dalam suratnya Heru meminta pertimbangan kepada Basuki. Dalam balasan suratnya, Ahok menulis agar memakai harga appraisal resmi. “
Appraisal itu boleh, apalagi NJOP,” kata Ahok, Senin, 27 Juni 2016.
Kisruh pembelian senilai Rp 648 miliar ditambah pajak Rp 20 miliar ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan karena lahan tersebut telah ditetapkan Mahkamah Agung milik Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan. Ketika dikonfirmasi ulang soal disposisi itu, Ahok mengatakan tak tahu jika transaksinya lebih mahal dari NJOP, yakni Rp 14,1 juta per meter persegi. “Saya terima laporan sudah sesuai aturan,” katanya.
Basuki meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut transaksi ini dan menelusuri uangnya. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaganya tengah menyelidiki pembelian lahan tersebut. “
Sekarang sudah diketahui, kami tak perlu tertutup lagi,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo, Senin, 27 Juni 2016.
Beberapa orang sudah diperiksa penyelidik KPK. Salah satunya adalah bekas Sekretaris Kelurahan Cengkareng Barat Jufrianto Amin. Jufrianto menjelaskan bahwa tanah tersebut milik pemerintah Jakarta sejak 1967.
Menurut dia, tanah milik Toeti yakni girik C Nomor 148 persil 91 blok S III tidak pernah tercatat pada buku register catatan leter C di Kelurahan Cengkareng Barat. Girik milik Toeti yang sebenarnya, kata dia, adalah girik C Nomor 148 persil 91 Blok D III yang lokasinya di Cengkareng Timur. “
Pemerintah tak beli tanah, tapi hanya sertifikat,” kata Jufrianto.
Itu juga yang ia jelaskan kepada Dinas Perumahan. Jufrianto mengaku telah meminta agar Dinas tak membeli tanah tersebut karena sudah milik pemerintah sejak 1967. Namun, Dinas tak menggubrisnya. Malah ia dituduh menghalang-halangi pemerintah membangun rumah susun. Karena itu, Jufrianto dipecat dari jabatannya.
Toeti menyangkal semua tuduhan itu. Ia mengklaim memiliki tanah itu sejak 1967. Adapun Kepala Dinas Perumahan Ika Lestari mengatakan telah mengecek sebelum membeli tanah tersebut. Menurut dia, saat negosiasi, semua dokumen tanah lengkap. “
Ketika muncul audit itu saya protes ke Toeti,” katanya.
Pembelian lahan itu juga ternyata tak dikonsultasikan kepada Biro Hukum Jakarta. Sebab Biro Hukum mengetahui Mahkamah Agung telah menetapkan lahan tersebut milik Dinas Kelautan. “
Kami akan gugat secara hukum agar transaksi dibatalkan dan uang pemerintah kembali,: kata Kepala Sub Bagian Biro Hukum Haratua Purba.
source
siapa nih PNS yang bermain?
Quote:
Kisruh Lahan Cengkareng Barat, Mulai dari Saling Klaim hingga Dugaan Gratifikasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik kepemilikan lahan untuk pembangunan rumah susun (Rusun) di Cengkareng Barat, Jakarta Barat oleh Pemprov DKI kian panjang. Sejumlah pihak bermunculan mengklaim sebagai pemilik yang sah lahan itu.
Dugaan adanya sertifikat ganda pun mencuat, belum lagi adanya kecurigaan gratifikasi yang dilakukan oleh oknum di lingkungan Pemprov DKI soal pembelian lahan di Cengkareng Barat.
Pemerintah DKI melalui Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPKP) DKI Jakarta mengklaim memiliki sertifikat lahan. Namun seorang warga, Toeti Noeziar Soekarno juga mengklaim memiliki sertifikat lahan atas namanya. Bahkan, Toeti telah menjual lahan itu kepada Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan DKI Jakarta seharga Rp 648 miliar pada tahun 2015.
Lahan yang dibeli Dinas Perumahan seluas 4,6 hektar. Lahan itu terletak di Jalan Kamal Raya, Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Namun saat ini, Toeti Noeziar Soekarno tengah melayangkan gugatan kepada Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan DKI Jakarta karena Dinas Perumahan mempertanyakan keaslian dokumen milik Toeti.
Selain Toeti, muncul dua nama baru yang ikut mengklaim sebagai pemilik lahan itu, yaitu PT Sabar Ganda, dan seorang warga bernama Kun Soekarno.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPKP) DKI Jakarta Darjamuni menyebutkan bahwa PT Sabar Ganda dan Kun Soekarno juga mengklaim lahan itu milik mereka. Namun Darjamuni tidak menjelaskan secara rinci apakah kedua pihak juga memiliki sertifikat kepemilikan lahan.
Nama PT Sabar Ganda sebenarnya tidak asing. PT Sabar Ganda sebelumnya pernah digugat oleh Pemprov DKI karena dianggap mengklaim lahan milik negara. Pada 2010, gugatan Pemprov dikabulkan, lahan itu kembali menjadi milik Pemprov DKI.
Sedangkan nama Kun Soekarno tercantum dalam bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk lahan itu sejak 2012 hingga 2015. Saat penelusuran ke lahan Cengkareng Barat, ditemukan dua plang yang bertuliskan "lahan dijual" dan "lahan tidak dijual".
Kedua tanda ini berada di dalam satu kawasan yang sama. Namun tidak dibatasi oleh pagar pembatas. Tepat disebelahnya ada UPT Balai Benih Induk Pertanian dan Kehutanan milik Dinas KPKP.
Kepala Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPKP) DKI Jakarta Darjamuni mengaku tak tahu menahu saat adanya transaksi pembelian terhadap lahan instansinya oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan pada 2015.
Menurut Darjamuni, ia baru tahu ada transaksi pembelian lahan setelah mengetahui ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikeluarkan pada 2015. Darjamuni menegaskan bahwa instansinya masih memiliki sertifikat lahan seluas 4,6 hektar itu.
Ia juga menyatakan lahan yang digunakan untuk pembibitan itu tidak pernah disewakan ke pihak manapun. Darjamuni mengatakan, dinas KPKP saat ini hanya memakai lahan seluas 1 hektar (ha) di lahan sengketa Rusun Cengakareng Barat, Jakarta Barat. Ia menyebut 1 ha lahan itu digunakan sebagai tempat pembibitan UPT Balai Benih Induk Pertanian dan Kehutanan milik Dinas KPKP.
Sebelumnya, lahan sengketa itu memiliki luas lebih dari 10 ha, namun karena sebagian lahan digunakan untuk jalan tol, maka lahan yang tersisa saat ini lebih kurang 9 ha. Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan Ika Lestari Aji menyatakan, saat membeli lahan itu dari Toeti pada 2015, sertifikatnya merupakan sertifikat hak milik.
"Kami sih belinya sertifikat hak milik. Harga appraisal," kata Ika kepada Kompas.com, Senin (27/6/2016).
Namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyebut ada sekitar Rp 200 miliar yang tidak dibayarkan oleh Dinas Perumahan kepada Toeti, orang yang menawarkan lahannya di Cengkareng Barat, Jakarta Barat, pada 2015.
Ahok meyakini uang tersebut menjadi bagian dari uang hasil gratifikasi yang sempat dicoba ingin dibagi-bagi salah seorang mantan kepala bidang di instansi tersebut.
"Ada duit Rp 200 miliar yang mereka (penjual) enggak terima. Penjual enggak terima, jadi ditahan. Berarti duit ini yang dibagi-bagi," kata Basuki di Balai Kota, Selasa.
Ahok juga menyebut bahwa Toeti diketahui pernah memberikan gratifikasi senilai Rp 9,6 miliar kepada Ika. Namun, gratifikasi itu kemudian dilaporkan Ika kepada Ahok, dan Ahok menyarankan agar Ika melaporkan gratifikasi yang diterimanya itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal itu dilakukan pada Januari 2016.
Kepala Badan Pertanahan Nasional Jakarta Barat, Sumanto, juga membantah lahan yang akan dijadikan rumah susun di Cengkareng Barat, Jakarat Barat, memiliki sertifikat ganda.
Sumanto mengatakan, dari data yang dimiliki BPN, sertifkat di lahan itu atas nama Pemprov DKI yaitu Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI. Sumanto menegaskan bahwa tidak ada sertifikat ganda atas nama Pemprov DKI dan seorang warga bernama Toeti Noeziar Soekarno seperti kabar yang beredar saat ini.
Sedangkan untuk pembelian lahan itu, BPN menyebut Pemprov DKI tidak melibatkan BPN. Sumanto menjelaskan, hal itu karena lahan yang dibeli Pemprov DKI untuk pembangunan rusun tersebut luasnya di bawah 5 ha.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum, luas tanah yang tidak lebih dari 5 ha dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan pemilik tanah, dengan cara jual beli atau tukar-menukar atau cara lain yang disepakati kedua pihak.
Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan petugas dari Pemprov DKI tengah menyelidiki kisruh pembelian lahan tersebut. Staf Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Utara di bidang pemerintahan, Soebirin, mengatakan, sejumlah penyidik dari KPK, BPK dan petugas dari Pemprov DKI telah mengambil sejumlah dokumen terkait kasus pembelian lahan untuk Rusun Cengkareng Barat di Jakarta Barat.
Soebirin menjelaskan, sekitar dua pekan yang lalu, ketiga instansi itu datang bersamaan meminta sejumlah data untuk penyidikan. Sejumlah data yang diambil penyidik seperti data pembelian tanah, hingga bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terjadi di Kelurahan Cengkareng Barat. Penyidik, kata Soebirin, juga mengambil bukti pembayaran PBB lahan Cengkareng Barat atas nama Kun Soekarno.
source
Quote:
Penjelasan Kadis Perumahan dan Gedung DKI Jakarta Soal Lahan di Cengkareng
Jakarta - Pemprov DKI membeli lahan seluas 4,5 hektare yang rencananya akan dibangun rumah susun di Cengkareng, Jakarta Barat. Belakangan, lahan tersebut diketahui merupakan milik Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) DKI Jakarta.
Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan DKI Jakarta, Ika Lestari Adji menyebut pembelian lahan tersebut dengan sertifikat hak milik. "Jadi teman-teman membeli dengan sertifikat dan dikeluarkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) Jakarta Barat," kata Ika ketika dikonfirmasi detikcom, Rabu (29/6/2016).
"Sertifikat atas nama perorangan. Kemudian sudah dilakukan penelitian berkas dan rapat koordinasi juga dihadiri oleh kepala BPN," imbuhnya.
Dia mengaku terkejut adanya kepemilikan ganda atas sertifikat kepemilikan lahan tersebut. Ika mengatakan saat ini proses penyelesaian sengketa kepemilikan ini sudah pada proses pengadilan.
"Proses pemeriksaan BPK ternyata pada saat pencatatan aset ada dua kepemilikan. Kami pertanyakan kok bisa kayak begitu, saat ini dalam proses pengadilan kalau saya tidak salah ada di pengadilan Jakarta Pusat," papar Ika.
Ketika ditanya apakah ada koordinasi antara Dinas Perumahan dan Gedung dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dalam pembelian lahan tersebut, Ika enggan menjawab. Dia menyebut akan melakukan pengecekan ulang mengenai koordinasi tersebut.
"Kalau koordinasi, sebenarnya kalau mau dibilang ada pastinya ada ya dalam proses penelitian. Saya tidak mau jawab dulu, itu harus dicek kembali," ujar Ika.
Dia mengaku akan mengikuti secara keseluruhan proses pengadilan untuk menyelesaikan masalah kepemilikan lahan itu. "Kan sekarang sudah di pengadilan karena itu tanah pemprov. Kalau nanti memang terbukti itu tanah pemprov saya berharap bisa dikembalikan uangnya," tutup Ika.
source