- Beranda
- The Lounge
Kalian sebagian anak sok tau bela PKI ! Darah ulama dulu digorok PKI !
...
TS
bagoezone
Kalian sebagian anak sok tau bela PKI ! Darah ulama dulu digorok PKI !
Maaf agan-agan sekalian kalau judulnya kasar. Jujur hati ini sedih, melihat perkembangan berita-berita di socmed tentang anak-anak muda yng rela banget membela komunis, komunisme, dan PKI.
Apakah mereka tidak tau? Atau pura-pura tidak tau?
Bahwa PKI telah mengalirkan darah-darah pejuang dan leluhur kita jaman dahulu.
PKI lah yang membakar rumah-rumah ulama NU, menggorok leher para dai, membunuh para santri, dan menyerbu para banser.
Wahai sebagian anak muda sok tau yg ngeyel membela komunis, komunisme, dan PKI...
Apakah kalian tidak punya embah, buyut, atau ortu untuk kalian mintai cerita mereka tentang kesaksian mereka melihat keganasan para PKI membuat merah sungai-sungai dengan dialirkannya darah para pejuang muslimin Indonesia?
Semoga Allah membuka mata hati kalian. Semoga Allah memusnahkan PKI, syiah, isis dan aliran2 yang berpotensi membumi merahkan tanah pertiwi dengan pemberontakan mereka...
bacalah ini, kisah kelam PKI. Kisah keganasan, kesadisan, dan kekejaman PKI terhadap Indonesia, pejuang Indonesia, dan Ulama Indonesia...
Aksi Sepihak Menyerobot tanah milik warga Nahdlatul Ulama (NU)
Memasuki tahun 1964, PKI gencar menduduki berbagai tanah termasuk tanah milik Nahdiyin. Karena didukung oleh beberapa oknum pemerintah, langkah tersebut berjalan lancar. Dalam waktu singkat, 900 hektar tanah bisa dikuasai. PKI juga berani mematok tanah milik warga NU, H.Saimur. Selain dipatok, tanah itu juga ditanami tanaman oleh PKI, seolah tanah itu adalah miliknya. Melihat kenekatan PKI itu, H.Saimur meminta bantuan Gerakan Pemuda (GP) Ansor, lalu oleh GP Ansor, tanah itu ditancapi bendera NU dengan sesumbar kalau PKI berani mencabut bendera NU, maka GP Ansor akan menghadapi PKI. Mendengar itu, PKI tidak berani lagi menjarah tanah H. Saimur.[12]
Selanjutnya, PKI bersama Badan Tani Indonesia (BTI) menebang tanaman tebu seluas tiga hektar milik H.Abu Sudjak, Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kediri. Setelah ditebang, PKI langsung menjualnya ke Pabrik Gula Ngadireja. Namun karena Abu Sudjak sudah kenal dengan pimpinan pabrik, uang hasil penjualan tebu PKI dan BTI tadi, diambil oleh Abu Sudjak. Tentu saja PKI sangat marah. PKI tak kehabisan akal, mereka kemudian memagari tanaman tebu yang masih tersisa dan menganggap sebagai lahan BTI. Melihat hal itu, Pimpinan GP Ansor dan para pendekar lantas merobohkan dan mencabuti pagar lahan yang dibuat oleh BTI, lalu ditancapi bendera GP Ansor.[13] Segerombolan Pemuda Rakyat BTI dan Gerwani juga pernah menduduki tanah milik muslimat NU yang terletak di tengah kota Surabaya. Tanah itu langsung dipagari dan dipasang bendera PKI dan Gerwani.[14]
Itulah sebagian aksi teror keji ala PKI. Umat Islam yang sudah berkorban banyak demi bangsa ini, bersimbah darah melayani keganasan PKI. Permusuhan PKI utamanya kepada para kiyai dan santri, membuat darah para syuhada tergenang. Terorisme ala PKI menjadi salah satu babak memilukan dalam lembaran sejarah Indonesia. Dengan demikian, tak berlebihan bila semua pihak yang saat ini menginginkan TAP MPRS No XXV/ 1966 berisi Ketetapan Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dicabut, kita sebut sebagai pendulang bibit-bibit teroris. Dan menjadi tugas pemerintah serta seluruh rakyat Indonesia untuk mencegah terorisme ala PKI terulang kembali.
Kasus Pesantren Takeran
Bersamaan dengan kudeta terhadap pemerintah, pendukung PKI mengincar tokoh-tokoh dari Pesantren Takeran atau yang lebih dikenal dengan Pesantren Sabilil Muttaqien (PSM) yang dianggap sebagai musuh utama mereka. Sebab, Pesantren Takeran pimpinan Kiai Imam Mursjid Muttaqien yang masih berusia 28 tahun itu adalah pesantren yang paling berwibawa di kawasan Magetan..
17 September 1948, tepatnya hari Jumat Pon, Kiai Hamzah dan Kiai Nurun yang berasal dari Tulungagung dan Tegal Rejo berpamitan kepada Kiai Imam Mursjid. Kepergian Kiai Hamzah dan Kiai Nurun ke Burikan itu ternyata untuk yang terakhir kalinya. Sebab pada hari Sabtu Wage, 18 September 1948, Pesantren Burikan diserbu oleh PKI, dan tokoh-tokoh pesantren serta para santri, termasuk Kiai Hamzah dan Kiai Nurun yang masih ada di pesantren tersebut, diseret ke Desa Batokan yang letaknya hanya 500 meter dari Pesantren Burikan. Kiai Hamzah dan Kiai Nurun termasuk diantara para korban yang dibantai oleh PKI di lubang pembantaian Batokan.
Seusai shalat Jumat tanggal 17 September 1948, Kiai Imam Mursjid didatangi oleh tokoh-tokoh PKI. Muhammad Kamil kenal dengan beberapa orang di antara tokoh PK yang datang itu, seperti Suhud dan Ilyas alias Sipit. “Sipit sebenarnya santri Mas Imam Mursjid. Tapi entah mengapa dia bisa menjadi PKI,” ujar Kamil,salah seorang saksi mata.
Sipit sendiri, menurut Kamil, ketika itu dikenal sebagai kepala Takeran yang kemana-mana selalu membawa senapan. Tetapi sejak jauh hari, Kiai Imam Mursjid sudah mulai meragukan kesetiaan Sipit. Hal itu terungkap dari pernyataan Kiai Imam Mursjid kepada Kamil tentang iktikad baik Sipit. “Waktu itu saya sudah mengatakan bahwa Sipit tak bisa dipercaya lagi, sebab Sipit sudah tak sembahyang lagi,” ujar Kamil mengingat-ingat.
Waktu didatangi oleh tokoh-tokoh PKI, Kiai Imam Mursjid diajak keluar dari mushalla kecil di sisi rumah Kamil. Menurut Kamil, Kiai Imam Mursjid akan diajak bermusyawarah mengenai Republik Soviet Indonesia dengan PKI-nya. Keberangkatan Kiai Imam Mursjid bersama orang-orang PKI itu tentu saja merisaukan warga pesantren, sebab warga pesantren tak menduga bahwa Kiai Imam Mursjid akan menurut begitu saja diajak berunding oleh PKI.
Tetapi Suhud, salah seorang pimpinan gerombolan PKI, ketika itu melontarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an untuk meyakinkan warga pesantren bahwa iktikad mereka baik kepada Kiai Imam Mursjid. “Suhud waktu itu malah mendalilkan innalaha laa yughayyiru bi qaumin, hatta yughaiyyiru maa bi anfusihim (Sesungguhnya Allah tak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu mengubah nasib mereka sendiri),” kenang Kamil.
Waktu itu para santri di Takeran berkumpul dengan perasaan was-was terhadap rencana kepergian kiai mereka bersama PKI. Setelah Suhud menenangkan suasana dngan dalilnya, di depan pendapa pesantren Kiai Imam Mursjid dinaikkan ke mobil. Tetapi sebelum mobil berangkat, Imam Faham, saudara sepupu Kiai Imam Mursjid sekaligus santri yang setia, meminta kepada PKI agar diperkenankan ikut naik mobil mendampingi pemimpinnya. Permohonan Imam Faham itu dikabulkan oleh PKI dan mereka pun meluncur keluar kawasan pesantren.
Iskan, salah seorang saksi mata, juga menyatakan bahwa Pesantren Takeran sudah dikepung oleh ratusan orang PKI. “Setelah Mas Imam Mursjid dibawa dengan mobil, saya melihat orang-orang PKI sudah berdiri melingkari pesantren. Mereka rata-rata berpakaian hitam dengan memakai ikat kepala merah dan bersenjata,” ujar Iskan sambil menitikkan air mata mengenang gurunya yang sangat dipatuhi itu.
Menurut Iskan, sebelum itu pihak PKI memang sudah mengancam, jika Kiai Imam Mursjid tak mau menyerah dan mendukung mereka, maka pesantren akan dibumihanguskan. Mungkin, menurut Iskan, apabila Jumat itu Kiai Imam Mursjid tak berhasil dibawa PKI, bisa dipastikan pesantren akan dibakar dan dengan demikian korban akan sangat besar. Iskan menduga, Kiai Imam Mursjid mau ikut PKI untuk menghindari terjadinya korban yang lebih besar di antara para pengikutnya.
Pada hari Minggu Kliwon, 19 September 1948, kurir PKI yang lain datang lagi menyampaikan pesan bahwa Kiai Imam Mursjid belum bisa pulang. Malah mereka mengatakan perundingan tersebut membutuhkan kehadiran Kiai Muhammad Noer, sepupu Kiai Imam Mursjid yang selama itu ikut memimpin Pesantren Takeran. “Waktu itu mereka mengatakan bahwa Mas Imam Nursjid baru bisa pulang kalau Kiai Muhammad Noer datang menjemput,” kata Kamil.
Kiai Muhammad Noer, begitu mendengar pesan dari kurir tersebut, diam-diam mendatangi markas PKI di Gorang Gareng, 6 kilometer di sebelah barat Takeran. Tapi di tengah jalan, ia ditangkap PKI dan sempat ditawan di sebuah tempat di Takeran. Kurir PKI berulang kali datang lagi ke pesantren setelah Kiai Muhammad Noer dibawa ke Gorang Gareng. Dia mengatakan bahwa Kiai Imam Mursjid dan Kiai Muhammad Noer baru bisa kembali setelah Ustadz Muhammad Tarmudji, adik Kiai Imam Mursjid yang juga sebagai tokoh pemuda, datang menjemput ke Gorang Gareng.
PKI mengatakan bahwa Kiai Imam Mursjid dan Kiai Muhammad Noer baru bisa kembali setelah Ustadz Muhammad Tarmudji, adik Kiai Imam Mursjid yang juga sebagai tokoh pemuda, datang menjemput ke Gorang Gareng.
Mendapat informasi seperti itu, Tarmudji secepatnya menyelamatkan diri. Apalagi dia juga diberi tahu bahwa dialah yang mendapat giliran dicari PKI. Meskipun tak menemukan Tarmudji, PKI terus menangkapi tokoh-tokoh pesantren seperti Ustadz Ahmad Baidawy, Muhammad Maidjo, Rofi’i, Tjiptomartono, Kadimin, Reksosiswojo, Husein, Hartono, dan Hadi Addaba’. Yang terakhir ini adalah guru pesantren yang didatangkan dari Al-Azhar, Kairo (Mesir). Saat itu, Pesantren Takeran memang sangat terkenal dan muridnya datang dari berbagai daerah termasuk dari luar Jawa.
Mereka itu akhirnya memang tak pernah kembali. Bahkan sebagian besar ditemukan sudah menjadi mayat di lubang-lubang pembantaian PKI yang tersebar di berbagai tempat di Magetan. Bahkan hingga tahun 1990, mayat Kiai Imam Mursjid tak kunjung ditemukan. Dari daftar korban yang dibuat PKI sendiri -daftar ini ditemukan oleh pasukan Siliwangi-, nama Kiai Imam Mursjid tak ada
K.H. Rokib Digebuki Habis-habisan
Di sebuah kampung di Kota Magetan yang dihuni oleh umat Islam, Kampung Kauman namanya, terdapat seorang pedagang keliling yang juga guru ngaji bernama K.H. Rokib. Dia mengaku pernah didatangi oleh 12 orang anggota PKI, pada 19 September 1948, sekitar pukul 03.00 dini hari. Dalam keadaan langit masih gelap, Rokib digiring ke Desa Wringin Agung.
“Setiba di Wringin Agung, saya dimasukkan ke dalam rumah yang gelap sekali. Dari bisik-bisik mereka, saya tahu bahwa Asrori, guru madrasah di Kauman itu sudah dibunuh di Dadapan,” kenang Rokib. Setelah seharian dikurung, Rokib kemudian digiring oleh orang-orang yang berpakaian tentara ke arah selatan.
Setiba di Dusun Dadapan, Desa Bangsri, Rokib sekonyong-konyong diseret ke lubang pembantaian di tepi tegalan yang ditanami ketela pohon. Di lubang pembantaian tersebut, kedua tangan Rokib ditarik berlawanan arah oleh orang-orang PKI dan kakinya ditekan supaya terduduk. Dalam keadaan seperti itu, Rokib sadar bahwa dia akan disembelih oleh FDR/PKI seperti mayat-mayat yang bergelimpangan dalam lubang di depannya.
“Waktu itulah saya mendadak ingat pelajaran pencak yang pernah saya peroleh dari pesantren,” tutur Rokib yang mengaku pernah menjadi santri di Pesantren Mamba’ul Ulum, Walikukun itu. Maka dengan gerak reflek, Rokib menghentakkan tangan kirinya sambil menendangkan kaki ke samping hingga berhasil melepaskan tangannya dari pegangan orang PKI. Kemudian dengan sekuat tenaga, Rokib lari menghindari kepungan orang-orang PKI.
“Hooii… tawanane ucul! (Hooii… tawanannya lepas!),” teriak orang-orang PKI seperti yang ditirukan Rokib, saat mereka mengejarnya di antara tanaman ketela pohon dan semak yang lain. Tetapi pelarian Rokib itu hanya bebberapa jam saja. Sebab menjelang siang hari, dia tertangkap lagi oleh PKI di tengah tegalan. Setelah tertangkap, Rokib mengungkapkan dirinya digebuki habis-habisan oleh PKI.[6] Hampir sepekan Rokib diikat dengan erat dan disatukan dengan sekitar 300-an orang tawanan yang lain. Kemudian dia digiring ke timur menuju Gorang Gareng
Sumber
1. http://jejakislam.net/?p=457
2. http://remental.blogspot.com/2015/03...-terhadap.html
Oke gan agan yg udah ngingetin tentang gambar. ane hapus gambarnya.
Terimakasih
Apakah mereka tidak tau? Atau pura-pura tidak tau?
Bahwa PKI telah mengalirkan darah-darah pejuang dan leluhur kita jaman dahulu.
PKI lah yang membakar rumah-rumah ulama NU, menggorok leher para dai, membunuh para santri, dan menyerbu para banser.
Wahai sebagian anak muda sok tau yg ngeyel membela komunis, komunisme, dan PKI...
Apakah kalian tidak punya embah, buyut, atau ortu untuk kalian mintai cerita mereka tentang kesaksian mereka melihat keganasan para PKI membuat merah sungai-sungai dengan dialirkannya darah para pejuang muslimin Indonesia?
Semoga Allah membuka mata hati kalian. Semoga Allah memusnahkan PKI, syiah, isis dan aliran2 yang berpotensi membumi merahkan tanah pertiwi dengan pemberontakan mereka...
bacalah ini, kisah kelam PKI. Kisah keganasan, kesadisan, dan kekejaman PKI terhadap Indonesia, pejuang Indonesia, dan Ulama Indonesia...
Spoiler for PKI:
Spoiler for 1.:
Aksi Sepihak Menyerobot tanah milik warga Nahdlatul Ulama (NU)
Memasuki tahun 1964, PKI gencar menduduki berbagai tanah termasuk tanah milik Nahdiyin. Karena didukung oleh beberapa oknum pemerintah, langkah tersebut berjalan lancar. Dalam waktu singkat, 900 hektar tanah bisa dikuasai. PKI juga berani mematok tanah milik warga NU, H.Saimur. Selain dipatok, tanah itu juga ditanami tanaman oleh PKI, seolah tanah itu adalah miliknya. Melihat kenekatan PKI itu, H.Saimur meminta bantuan Gerakan Pemuda (GP) Ansor, lalu oleh GP Ansor, tanah itu ditancapi bendera NU dengan sesumbar kalau PKI berani mencabut bendera NU, maka GP Ansor akan menghadapi PKI. Mendengar itu, PKI tidak berani lagi menjarah tanah H. Saimur.[12]
Selanjutnya, PKI bersama Badan Tani Indonesia (BTI) menebang tanaman tebu seluas tiga hektar milik H.Abu Sudjak, Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kediri. Setelah ditebang, PKI langsung menjualnya ke Pabrik Gula Ngadireja. Namun karena Abu Sudjak sudah kenal dengan pimpinan pabrik, uang hasil penjualan tebu PKI dan BTI tadi, diambil oleh Abu Sudjak. Tentu saja PKI sangat marah. PKI tak kehabisan akal, mereka kemudian memagari tanaman tebu yang masih tersisa dan menganggap sebagai lahan BTI. Melihat hal itu, Pimpinan GP Ansor dan para pendekar lantas merobohkan dan mencabuti pagar lahan yang dibuat oleh BTI, lalu ditancapi bendera GP Ansor.[13] Segerombolan Pemuda Rakyat BTI dan Gerwani juga pernah menduduki tanah milik muslimat NU yang terletak di tengah kota Surabaya. Tanah itu langsung dipagari dan dipasang bendera PKI dan Gerwani.[14]
Itulah sebagian aksi teror keji ala PKI. Umat Islam yang sudah berkorban banyak demi bangsa ini, bersimbah darah melayani keganasan PKI. Permusuhan PKI utamanya kepada para kiyai dan santri, membuat darah para syuhada tergenang. Terorisme ala PKI menjadi salah satu babak memilukan dalam lembaran sejarah Indonesia. Dengan demikian, tak berlebihan bila semua pihak yang saat ini menginginkan TAP MPRS No XXV/ 1966 berisi Ketetapan Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dicabut, kita sebut sebagai pendulang bibit-bibit teroris. Dan menjadi tugas pemerintah serta seluruh rakyat Indonesia untuk mencegah terorisme ala PKI terulang kembali.
Spoiler for 2:
Kasus Pesantren Takeran
Bersamaan dengan kudeta terhadap pemerintah, pendukung PKI mengincar tokoh-tokoh dari Pesantren Takeran atau yang lebih dikenal dengan Pesantren Sabilil Muttaqien (PSM) yang dianggap sebagai musuh utama mereka. Sebab, Pesantren Takeran pimpinan Kiai Imam Mursjid Muttaqien yang masih berusia 28 tahun itu adalah pesantren yang paling berwibawa di kawasan Magetan..
17 September 1948, tepatnya hari Jumat Pon, Kiai Hamzah dan Kiai Nurun yang berasal dari Tulungagung dan Tegal Rejo berpamitan kepada Kiai Imam Mursjid. Kepergian Kiai Hamzah dan Kiai Nurun ke Burikan itu ternyata untuk yang terakhir kalinya. Sebab pada hari Sabtu Wage, 18 September 1948, Pesantren Burikan diserbu oleh PKI, dan tokoh-tokoh pesantren serta para santri, termasuk Kiai Hamzah dan Kiai Nurun yang masih ada di pesantren tersebut, diseret ke Desa Batokan yang letaknya hanya 500 meter dari Pesantren Burikan. Kiai Hamzah dan Kiai Nurun termasuk diantara para korban yang dibantai oleh PKI di lubang pembantaian Batokan.
Seusai shalat Jumat tanggal 17 September 1948, Kiai Imam Mursjid didatangi oleh tokoh-tokoh PKI. Muhammad Kamil kenal dengan beberapa orang di antara tokoh PK yang datang itu, seperti Suhud dan Ilyas alias Sipit. “Sipit sebenarnya santri Mas Imam Mursjid. Tapi entah mengapa dia bisa menjadi PKI,” ujar Kamil,salah seorang saksi mata.
Sipit sendiri, menurut Kamil, ketika itu dikenal sebagai kepala Takeran yang kemana-mana selalu membawa senapan. Tetapi sejak jauh hari, Kiai Imam Mursjid sudah mulai meragukan kesetiaan Sipit. Hal itu terungkap dari pernyataan Kiai Imam Mursjid kepada Kamil tentang iktikad baik Sipit. “Waktu itu saya sudah mengatakan bahwa Sipit tak bisa dipercaya lagi, sebab Sipit sudah tak sembahyang lagi,” ujar Kamil mengingat-ingat.
Waktu didatangi oleh tokoh-tokoh PKI, Kiai Imam Mursjid diajak keluar dari mushalla kecil di sisi rumah Kamil. Menurut Kamil, Kiai Imam Mursjid akan diajak bermusyawarah mengenai Republik Soviet Indonesia dengan PKI-nya. Keberangkatan Kiai Imam Mursjid bersama orang-orang PKI itu tentu saja merisaukan warga pesantren, sebab warga pesantren tak menduga bahwa Kiai Imam Mursjid akan menurut begitu saja diajak berunding oleh PKI.
Tetapi Suhud, salah seorang pimpinan gerombolan PKI, ketika itu melontarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an untuk meyakinkan warga pesantren bahwa iktikad mereka baik kepada Kiai Imam Mursjid. “Suhud waktu itu malah mendalilkan innalaha laa yughayyiru bi qaumin, hatta yughaiyyiru maa bi anfusihim (Sesungguhnya Allah tak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu mengubah nasib mereka sendiri),” kenang Kamil.
Waktu itu para santri di Takeran berkumpul dengan perasaan was-was terhadap rencana kepergian kiai mereka bersama PKI. Setelah Suhud menenangkan suasana dngan dalilnya, di depan pendapa pesantren Kiai Imam Mursjid dinaikkan ke mobil. Tetapi sebelum mobil berangkat, Imam Faham, saudara sepupu Kiai Imam Mursjid sekaligus santri yang setia, meminta kepada PKI agar diperkenankan ikut naik mobil mendampingi pemimpinnya. Permohonan Imam Faham itu dikabulkan oleh PKI dan mereka pun meluncur keluar kawasan pesantren.
Iskan, salah seorang saksi mata, juga menyatakan bahwa Pesantren Takeran sudah dikepung oleh ratusan orang PKI. “Setelah Mas Imam Mursjid dibawa dengan mobil, saya melihat orang-orang PKI sudah berdiri melingkari pesantren. Mereka rata-rata berpakaian hitam dengan memakai ikat kepala merah dan bersenjata,” ujar Iskan sambil menitikkan air mata mengenang gurunya yang sangat dipatuhi itu.
Menurut Iskan, sebelum itu pihak PKI memang sudah mengancam, jika Kiai Imam Mursjid tak mau menyerah dan mendukung mereka, maka pesantren akan dibumihanguskan. Mungkin, menurut Iskan, apabila Jumat itu Kiai Imam Mursjid tak berhasil dibawa PKI, bisa dipastikan pesantren akan dibakar dan dengan demikian korban akan sangat besar. Iskan menduga, Kiai Imam Mursjid mau ikut PKI untuk menghindari terjadinya korban yang lebih besar di antara para pengikutnya.
Pada hari Minggu Kliwon, 19 September 1948, kurir PKI yang lain datang lagi menyampaikan pesan bahwa Kiai Imam Mursjid belum bisa pulang. Malah mereka mengatakan perundingan tersebut membutuhkan kehadiran Kiai Muhammad Noer, sepupu Kiai Imam Mursjid yang selama itu ikut memimpin Pesantren Takeran. “Waktu itu mereka mengatakan bahwa Mas Imam Nursjid baru bisa pulang kalau Kiai Muhammad Noer datang menjemput,” kata Kamil.
Kiai Muhammad Noer, begitu mendengar pesan dari kurir tersebut, diam-diam mendatangi markas PKI di Gorang Gareng, 6 kilometer di sebelah barat Takeran. Tapi di tengah jalan, ia ditangkap PKI dan sempat ditawan di sebuah tempat di Takeran. Kurir PKI berulang kali datang lagi ke pesantren setelah Kiai Muhammad Noer dibawa ke Gorang Gareng. Dia mengatakan bahwa Kiai Imam Mursjid dan Kiai Muhammad Noer baru bisa kembali setelah Ustadz Muhammad Tarmudji, adik Kiai Imam Mursjid yang juga sebagai tokoh pemuda, datang menjemput ke Gorang Gareng.
PKI mengatakan bahwa Kiai Imam Mursjid dan Kiai Muhammad Noer baru bisa kembali setelah Ustadz Muhammad Tarmudji, adik Kiai Imam Mursjid yang juga sebagai tokoh pemuda, datang menjemput ke Gorang Gareng.
Mendapat informasi seperti itu, Tarmudji secepatnya menyelamatkan diri. Apalagi dia juga diberi tahu bahwa dialah yang mendapat giliran dicari PKI. Meskipun tak menemukan Tarmudji, PKI terus menangkapi tokoh-tokoh pesantren seperti Ustadz Ahmad Baidawy, Muhammad Maidjo, Rofi’i, Tjiptomartono, Kadimin, Reksosiswojo, Husein, Hartono, dan Hadi Addaba’. Yang terakhir ini adalah guru pesantren yang didatangkan dari Al-Azhar, Kairo (Mesir). Saat itu, Pesantren Takeran memang sangat terkenal dan muridnya datang dari berbagai daerah termasuk dari luar Jawa.
Mereka itu akhirnya memang tak pernah kembali. Bahkan sebagian besar ditemukan sudah menjadi mayat di lubang-lubang pembantaian PKI yang tersebar di berbagai tempat di Magetan. Bahkan hingga tahun 1990, mayat Kiai Imam Mursjid tak kunjung ditemukan. Dari daftar korban yang dibuat PKI sendiri -daftar ini ditemukan oleh pasukan Siliwangi-, nama Kiai Imam Mursjid tak ada
Spoiler for 3:
K.H. Rokib Digebuki Habis-habisan
Di sebuah kampung di Kota Magetan yang dihuni oleh umat Islam, Kampung Kauman namanya, terdapat seorang pedagang keliling yang juga guru ngaji bernama K.H. Rokib. Dia mengaku pernah didatangi oleh 12 orang anggota PKI, pada 19 September 1948, sekitar pukul 03.00 dini hari. Dalam keadaan langit masih gelap, Rokib digiring ke Desa Wringin Agung.
“Setiba di Wringin Agung, saya dimasukkan ke dalam rumah yang gelap sekali. Dari bisik-bisik mereka, saya tahu bahwa Asrori, guru madrasah di Kauman itu sudah dibunuh di Dadapan,” kenang Rokib. Setelah seharian dikurung, Rokib kemudian digiring oleh orang-orang yang berpakaian tentara ke arah selatan.
Setiba di Dusun Dadapan, Desa Bangsri, Rokib sekonyong-konyong diseret ke lubang pembantaian di tepi tegalan yang ditanami ketela pohon. Di lubang pembantaian tersebut, kedua tangan Rokib ditarik berlawanan arah oleh orang-orang PKI dan kakinya ditekan supaya terduduk. Dalam keadaan seperti itu, Rokib sadar bahwa dia akan disembelih oleh FDR/PKI seperti mayat-mayat yang bergelimpangan dalam lubang di depannya.
“Waktu itulah saya mendadak ingat pelajaran pencak yang pernah saya peroleh dari pesantren,” tutur Rokib yang mengaku pernah menjadi santri di Pesantren Mamba’ul Ulum, Walikukun itu. Maka dengan gerak reflek, Rokib menghentakkan tangan kirinya sambil menendangkan kaki ke samping hingga berhasil melepaskan tangannya dari pegangan orang PKI. Kemudian dengan sekuat tenaga, Rokib lari menghindari kepungan orang-orang PKI.
“Hooii… tawanane ucul! (Hooii… tawanannya lepas!),” teriak orang-orang PKI seperti yang ditirukan Rokib, saat mereka mengejarnya di antara tanaman ketela pohon dan semak yang lain. Tetapi pelarian Rokib itu hanya bebberapa jam saja. Sebab menjelang siang hari, dia tertangkap lagi oleh PKI di tengah tegalan. Setelah tertangkap, Rokib mengungkapkan dirinya digebuki habis-habisan oleh PKI.[6] Hampir sepekan Rokib diikat dengan erat dan disatukan dengan sekitar 300-an orang tawanan yang lain. Kemudian dia digiring ke timur menuju Gorang Gareng
Sumber
1. http://jejakislam.net/?p=457
2. http://remental.blogspot.com/2015/03...-terhadap.html
Oke gan agan yg udah ngingetin tentang gambar. ane hapus gambarnya.
Terimakasih
0
220.3K
Kutip
845
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
925.2KThread•91.1KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya