Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

berdikaricenterAvatar border
TS
berdikaricenter
MENYOAL BADAN INTELEJEN PERTAHANAN, SILANG PENDAPAT PEMILIK OTORITAS
Dibentuknya intelijen bukanlah tidak ada maksud akan tetapi berguna untuk melakukan kontra intelijen di bidang ipoleksosbudhankam. Ada perkiraan bahwa sampai 25 tahun yang akan datang kemungkinan perang secara terbuka/konvensional belum ada indikasi namun demikian perang secara tertutup (Intelijen) khususnya politik, ekonomi, sosial dan budaya akan menghantui dunia internasional. Tanpa disadari perang "Nubika" Nuklir, Biologi dan Kimia sudah mulai dibuka dengan menggunakan senjata biologi secara tertutup melalui bahan makanan seperti: Keracunan massal, perusakan lingkungan, wabah penyakit hewan yang menjalar ke manusia, perang narkoba dsn sebagainya. Semuanya itu merupakan rekayasa negara lain yang menyerang Indonesia.

Di Indonesia sendiri sebenarnya banyak institusi yang mempunyai intelijennya sendiri. Intelijen Analis yang terdiri dari; BIN, BIK, BAIS TNI, Bea Cukai, Imigrasi, Kejaksaan, Kehakiman dan sebagainya, dan semuanya itu bertanggung jawab kepada Kepala BIN. Isu paling kontroversial dalam dunia intelijen adalah keinginan Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu bersikukuh dengan rencananya membentuk Badan Intelijen Pertahanan (BIP). Badan yang rencananya langsung berada di bawah komando Kementerian Pertahanan. Menhan memastikan, intelijen yang akan dibentuknya tidak bertabrakan dengan intelijen yang ada di BIN atau Badan Intelijen Strategis (BAIS). Intelijen di Kemhan nantinya bertugas memasok informasi menyangkut pertahanan negara. Ryamizard mengatakan, bahwa untuk memuluskan rencananya telah melakukan konsultasi dengan Presiden Joko Widodo. Jika di Kodim ada intelijen, masa di Kemenhan nggak ada, demikian salah satu ungkapan Menhan.

Rencana Menhan Ryamizard Ryacudu membentuk Badan Intelijen Pertahanan (BIP) berujung dengan polemik, sejumlah pihak, dari Wapres Jusuf Kalla hingga Kepala BIN, Ka BAIS termasuk anggota DPR menyoal rencana tersebut, bahkan dinilai pembentukan badan intelijen baru itu bertentangan dengan Undang Undang. Sosok Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, yang sejak awal menjabat sebagai Menhan dinilai telah beberapa kali mengeluarkan kebijakan kontroversial. Antara lain, kampanye Kemenhan tentang adanya potensi-potensi ancaman secara berlebihan hingga kebijakan kontroversial lainnya yaitu kampanye kebangkitan PKI, dan keinginan membentuk kantor-kantor wilayah pertahanan di setiap Provinsi. Rencana-rencana yang diduga di luar perencanaan, di luar ketersediaan anggaran, dan jalan sendiri tanpa koordinasi memadai dengan kementerian lain.

Menanggapi rencana kontroversial terbaru yang dilakukan Menhan Ryamizard membentuk satuan intelijen sendiri termasuk kelengkapan Satelit Pertahanan, Wapres Jusuf Kalla mengatakan, dalam kondisi pelemahan perekonomian, negara tidak membutuhkan banyak lembaga. Kehadiran lembaga dengan fungsi yang sama, cenderung menimbulkan tumpang tindih kewenangan karena keberadaan BIN ataupun BAIS yang dimiliki TNI. Alasan lain yang pernah diungkapkan Menhan Ryamizard, lantaran kementerian yang dipimpinnya kerap tidak menerima informasi dari intelijen pertahanan. Padahal, intelijen menurutnya adalah mata dan telinga bagi Kementerian Pertahanan. Jika, kurangnya informasi yang menjadi alasan, sebenarnya di tubuh TNI terdapat satuan-satuan intel yang bisa di dayagunakan. Selain itu, Kemenhan busa juga melakukan koordinasi dengan BIN sebagai pusat informasi intelijen.

Dalam UU Intelijen, intelijen pertahanan itu ada di TNI dalam hal ini Badan Intelijen Strategis (BAIS), bukan di Kementerian Pertahanan. BAIS TNI ada dalam struktur TNI dan bertanggung jawab kepada Panglima TNI. Karena itu, dasar akademik dan hukum dari munculnya ide pembentukan satgas intelijen atau BIP seharusnya di jelaskan secara transparan oleh Ryamizard Ryacudu. Hal penting agar pembentukan intelijen pertahanan nantinya tidak menabrak UU yang sudah ada sebelumnya, yaitu UU Intelijen Negara No 17 Tahun 2011 dan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, serta UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI. Membentuk sebuah lembaga intelijen baru haruslah benar-benar berdasarkan kebutuhan dan diawali analisis yang objektif. Jangan sampai ide pembentukan itu hanya berdasarkan keinginan subjektif atau sekedar mengikuti konsep pertahanan negara lain. Yang menjadi pertanyaan, apakah itu analisis objektif atas kebutuhan Menhan khususnya atau Indonesia sebagai Negara umumnya.

Setiap negara mempunyai aturan, moral, kultur, karakter, dan sistem pertahanan yang berbeda-beda. Perbedaan itu juga mencerminkan kepribadian masing-masing bangsa. Kita tidak boleh berpandangan mengacu pada negara lain seolah tidak memiliki kepribadian, apalagi jika sampai menabrak Undang Undang. Kepala BIN Sutiyoso menilai UU memungkinkan Kementerian mempunyai badan intelijen sendiri, tetapi dalam UU BIN disebutkan penyelenggara intelijen pertahanan itu adalah TNI, dalam hal ini BAIS. Kepala BIN menilai kebutuhan Kemenhan sudah terakomodir dengan BAIS, hanya kurang koordinasi. Keperluan untuk membuat badan baru seperti intelijen pertahanan harus mengacu pada UU Intelijen agar tidak bentrok, harus ada acuan UU atau merevisi UU yang ada. Pembentukan Badan Intelijen Pertahanan (BIP) tentu saja tidak bisa hanya melalui Peraturan Presiden (Perpres) sebagaimana yang diinginkan Menhan Ryamizard Ryacudu, karena harus merujuk ke UU yang ada.

Kementerian Pertahanan Indonesia berbeda dengan AS dan Australia. Kemenhan disana langsung membawahi Angkatan Bersenjata, sama seperti masa Orde Baru. Tapi kini di Indonesia kemudian dipisah, Menhan sendiri, Panglima TNI sendiri, dan BAIS ikut Panglima TNI sebagai penyelenggara operasi intelijen. Kita tentu tidak ingin ada keributan yang tidak perli antara badan intelijen yang saat ini sudah ada, dengan Kemenhan. Tapi perlu dilihat kembali aturan yang ada, didiskusikan dengan Kemhan tugas dia sesungguhnya apa. Berdssarkan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang memisahkan wewenang antara membuat kebijakan dan menyelenggarakan, Menhan hanya membuat kebujakan, sedangkan operasionalnya dilakukan oleh Panglima TNI. Hal ini juga berlaku dalam menghadapi ancaman non-militer.

Menhan hanya membuat kebijakan, sedangkan operasionalnya oleh lembaga atau kementerian terkait sesuai bentuk ancaman. Hasrat Kemenhan untuk mengurus soal operasional dengan mendirikan BIP dan menggelar program bela negara, terkesan seperti hendak mengembalikan kementerian itu kala pemimpinnya merangkap jabatan Menhankam/Pangab, yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan sekaligus mengimplementasikannya selaku penyelenggara operasional. Wewenang rangkap yang sudah berakhir sejak pemberlakuan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Tugas Kemenhan bukan operasional. Sementara operasi intelijen yang butuh anggaran besar dicakup oleh BIN dan BAIS. Ancaman non-militer merupakan domain NIN, ancaman militer domain BAIS. Badan Intelijen Pertahanan jika jadi direalisir, bakal menimbulkan gesekan bahkan benturan antar lembaga telik sandi disamping memboroskkan anggaran negara.

Sumber Berita
0
1.4K
4
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.9KThread41.6KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.