solit4ireAvatar border
TS
solit4ire
KPK Kepepet? Sampai Kapan Dalih 'Tak ada Niat Jahat" di Sumber Waras Bisa Bertahan?
Ketua BPK Isyaratkan Nasib Ahok di Tangan KPK
Rabu, 13 April 2016 , 17:17:00


Ketua BPK Harry Azhar Aziz.

JAKARTA - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Harry Azhar Aziz terlihat santai menanggapi tudingan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama yang menyebut hasil audit lembaga auditor negara itu terkait dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras menipu. Harry justru mengajak masyarakat menilai tingkah dan perkataan gubernur yang beken disapa dengan nama Ahok itu.

Menurutnya, BPK merupakan lembaga negara. Dalam bekerja, BPK juga mengacu pada aturan.

“Kita punya negara, punya tata hukum dan punya aturan. Jadi silakan saja ditafsirkan. Rakyat kita sudah bebas merdeka menafsirkan segala sesuatu mana yang patut, mana yang pantas, mana yang sopan santun," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (13/4).

Bekas anggota DPR dari Golkar itu menambahkan, audit investigatif BPK tentang pembelian lahan RS Sumber Waran merupakan permintaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harry menegaskan, hasil audit BPK atas pembelian lahan RS SUmber Waras juga sudah diserahkan ke KPK.

"Kami sudah melakukan pemeriksaan, dan itu atas permintaan KPK. Hasilnya sudah diserahkan kepada KPK. Sekarang bolanya ada di tangan KPK," tegas Harry
http://www.jpnn.com/read/2016/04/13/...di-Tangan-KPK-


KPK Belum Temukan Adanya Niat Jahat dalam Kasus Sumber Waras
Selasa, 29 Maret 2016 | 22:58 WIB


Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat bertemu wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/3/2016).

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan penyelidikan kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Meski demikian, KPK belum menemukan adanya niat jahat pejabat negara dalam kasus tersebut.

"Kami harus yakin betul di dalam kejadian itu ada niat jahat. Kalau hanya kesalahan prosedur, tetapi tidak ada niat jahat, ya susah juga," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/3/2016).

Menurut Alex, meski Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya penyimpangan dalam pembelian lahan tersebut, KPK tetap perlu membuktikan apakah ada niat jahat seseorang dalam kasus tersebut.

Hal serupa juga dikatakan oleh Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief. Menurut dia, yang paling penting untuk menaikan suatu kasus menjadi penyidikan adalah adanya niat jahat dari pelaku.

"Kalau menetapkan sebagai tersangka, saya harus tahu kamu itu berniat merusak, mengambil keuntungan atau merugikan negara," kata Syarief.

Para Pimpinan KPK menyatakan bahwa KPK tidak akan gegabah dalam menangani kasus tersebut.

KPK juga tidak akan terpengaruh adanya desakan untuk meningkatkan status penyidikan menjadi penyidikan.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 800 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2014.

Oleh BPK, proses pembelian itu dinilai tidak sesuai dengan prosedur dan Pemprov DKI membeli dengan harga lebih mahal dari seharusnya sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.

BPK sebelumnya menemukan enam penyimpangan dalam pembelian lahan Sumber Waras.

Enam penyimpangan itu adalah penyimpangan dalam tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras, penentuan harga, dan penyerahan hasil.
http://megapolitan.kompas.com/read/2...s.Sumber.Waras


Ternyata Kartini Muljadi "Sumber Waras" Tidak Pernah Terima Uang Sebesar Rp 755 Miliar (tapi hanya Rp 355 miliar)
21 APRIL 2016


Kartini Muljadi, Ketua Yayasan RS Sumber Waras

PB, Jakarta – Kartini Muljadi Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sumber Waras diharapkan oleh para netizen agar bisa menjadi “Justice Collaborator” dalam kasus Sumber Waras, yang saat ini semakin ramai.

Bahkan beredar jika Kartini akan mengembalikan uang hasil penjualan Sumber Waras kepada Pemprov DKI Jakarta, sebesar Rp. 355 milyar.

Hal ini langsung menjadi pertanyaan netizen, mengingat jumlah yang dikeluarkan oleh Pemprov yang dilakukan pada tanggal 31 Desember 2014 lalu senilai Rp. 755 milyar.

Jika benar yang akan dikembalikan oleh Kartini Rp. 355 milyar, kemana dana sisa Rp. 400 milyar yang tersisa.

Mantan Staff Khusus SBY Andi Arief yang selama ini getol memberikan informasi terkait dengan korupsi yang terjadi di Sumber Waras.

Melalui akunnya @AndiArief_AA Andi berharap jika Kartini bisa menjadi seorang “Kartini”, pahlawan nasional wanita Indonesia, yang telah berkorban demi pendidikan untuk para wanita.

“Bagus juga Kartini jadi Justice COL, biar semua terang seterang Purnama. Mengembalikan yang dia terima, bukan nilai yang tertera, (kwitansi),” tulis Andi Arief.

Sesuai dengan foto kwitansi yang beredar di sosial media, dalam surat Tanda Terima dengan Nomor : 089/TT/YKSW/XII/2014, antara Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta qq Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Dalam salah satu poin disebutkan jika pihak Yayasan RS. Sumber Waras telah menerima uang pembelian tanah seluas 36.410 meter persegi, sebesar Rp. 755.689.550.000, dan cara pembayarannya atas permintaan Kartini agar ditransfer ke rekening 111-11-07533-5 atas nama pemilik Yayasan RS, Sumber Waras.

Namun Tanda Terima tersebut tidak mencantumkan tanggal berapa kwitansi Tanda Terima yang dianggap bocor ke sosial media.

Namun Andi Arief yang selama ini mengakui dalam beberapa postingannya jika dirinya sering mendapatkan laporan perkembangan kasus Sumber Waras dari “dalam” KPK, sesuai dengan hasil pemeriksaan Kartini Muljadi di KPK jika jumlah yang diterima Kartini justru tidak sebesar jumlah yang di kwitansii.

Kita tunggu hasil pemeriksaan dari KPK soal pengakuan Kartini Muljadi yang juga pernah disampaikan ke DPRD DKI Jakarta.

“Saat ditemui pansus DPRD, Kartini Muljadi sampaikan nominal berapa yang dia terima dari penjualan lahan RSSW, itu cerita H. Lulung kepada saya,” tulis @AndiArief_AA.
http://pembawaberita.com/2016/04/21/...55-milyar.html


Kartini Muljadi Mengembalikan Uang Negara Rp 355 Milyar! Sisanya: Tanya Ahok…!!
April 22, 2016 11048



Ketika Ketua Yayasan RS Sumber Waras, Kartini Muljadi menyanyi sambil menangis di hari Kartini, Bumi pun ikut menangis membanjiri Jakarta. Banyak hal yang sesuai dengan ramalan banyak orang, yang membuat Ahok terkubur di genangan banjir masalah dinamika kota Jakarta!

Hal-hal yang akan membuat Ahok hanyut dan terkubur dihantam oleh Banjir Masalah Jakarta, adalah:

1. Kasus Reklamasi dan kasus Sumber Waras, dengan ancaman status tersangka!
2. Aturan baru KPU perihal verifikasi KTP untuk calon Independen, yang membuat Ahok frustrasi?
3. Penghentian reklamasi, yang akan membuat marah para pengembang, karena sudah mengeluarkan dana, baik untuk Ahok maupun untuk investasi.
4. Ketika Ahok semakin sesumbar akan kejujurannya, justru Ketua Yayasan Sumber Waras, Kartini Mulyadi, mengembalikan separuh lebih dari kerugian negara, Rp 355 M. Dan menyisakan pertanyaan: Sisa uang Rp400 milyar ada di tangan siapa?
5. Ketika Kartini Mulyadi menangis dengan masalah RSSW yang ditimpakan oleh Ahok kepadanya, di saat yang sama bumi pun akhirnya menumpahkan air mata membanjiri Jakarta, di mana-mana!

5 hal tersebut adalah buah dari Kesombongan dan Arogansi Ahok yang menyebabkan kemarahan semua pihak. Namun yang lebih mendasar lagi adalah karakter Ahok yg suka menonjolkan tabiat kurang ajarnya!

Jauh dari nilai-nilai adab dan kesopanan, apalagi untuk ukuran seorang pemimpin! Tak puas di situ, secara arogan dia merasa sebagai TUHAN penguasa semesta, semua orang dilawan dan harus tunduk padanya!

Ternyata buah dari kesombongan itu akhirnya sangat menyakitkan, ketika seorang Kartini menangis, mengembalikan uang negara Rp355 milyar pada hari Kartini: “Sisanya Rp400 milyar tanya Ahok!”

Ahok seperti tak sadar, bahwa rakyat DKI tak pernah memilihnya untuk menjadi Gubernur!

Ahok! Sisa uang Rp400 milyar buat siapa….?
http://www.repelita.com/revolusi-sos...a-tanya-ahok3/


Pakar: Kasus Sumber Waras Bukan Lagi Administrasi Tapi Sudah Korupsi
21 April 2016 6:45 PM


Kasus Lahan RS Sumber Waras (Aktual/Ilst.Nlsn)

Jakarta, Aktual.com — Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menilai pengadaan tanah RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bukan melanggar hukum administrasi negara. Menurutnya, pengadaan tanah itu telah menabrak hukum tindak pidana korupsi.

“Secara yuridis tidak mungkin masalah pengadaan tanah ini sebagai masalah administratif,” papar dia, lewat pesan singkatnya kepada Aktual.com, Kamis (21/4).

Menurut dia, kasus sumber waras telah masuk ranah pidana korupsi. Hal ini, sambung dia, dilihat dari apa yang telah dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dalam proses pelepasan hak tanah sumber waras.

“Pak Ahok telah membuat kesepakatan tentang harga dengan pihak Sumber Waras sebelum Panitia Pengadaan dibentuk,” kata dia.

Dia pun meyakini, Komisi Pemberantasan Korupsi telah memiliki bukti-bukti untuk memutuskan bahwa pengadaan tersebut layak dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan.

Oleh karena itu, Chairul juga mengungkapkan keheranannya mengapa sampai saat ini kasus tersebut masih berkutat di penyelidikan.

“Menurut saya, KPK telah memiliki bahan yang cukup untuk menaikkan status perkara ini ke tahan penyidikan. Hasil audit investigasi BPK telah lebih dari cukup untuk menyatakan ini layak disidik,” jelasnya.

“Jadi kalau belum ditingkatkan ke penyidikan, saya kira sifatnya beyond the law,” pungkasnya.

Sebelumnya, Chairul juga sudah menjelaskan konstruksi korupsi dalam pengadaan tanah dengan anggaran Rp 800 miliar itu. Salah unsur korupsinya terdapat dalam proses pengadaan dan setelah pelepasan hak.

“Informasi yang saya terima sejumlah dokumen dalam proses pengadaan tanah dimaksud, dibuat setelah Akta pelepasan hak ditanda tangan,” ungkap dia, kemarin, Rabu (20/4).

Bukan hanya soal dokumen yang dibuat backdate. Khoirul juga memfokuskan unsur korupsi pengadaan tanah senilai Rp 800 miliar itu dalam hak pemanfaatan lahan setelah ditandatanganinya Akta pelepasan hak.

“Faktanya, sampai dengan sekarang tanah tersebut jangankan dibangun, diserahkan saja belum. Dan RS Sumber Waras tetap menikmati dan memanfaatkan tanah tersebut,” papar Khoirul.

Hal itu, sambung dia, tentunya akan menyebabkan kerugian negara jikalau keuntungan yang diperoleh tidak masuk ke kas negara.

“Ini juga bentuk kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Ahok. Karena perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang diduga dilakukannya,” terangnya.
http://www.aktual.com/pakar-kasus-su...sudah-korupsi/


Terungkap Ahok Akali NJOP Sumber Waras, Harusnya Cuma Rp16 Juta/meter, ta[i dibuat Rp20,7 juta/meter
22 APR 2016 10:50

Rimanews - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ternyata menetapkan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rumah Sakit Sumber Waras Rp 20,755 juta per meter dengan mengakali kaidah penilaian atau appraisal harga yang berlaku.

Fakta ini terungkap dalam dokumen yang diperoleh Rimanews, BPK sempat memeriksa dua staf UPPD Grogol Petamburan bernama Widi Nofiarto dan Hamidi.

Mereka bertugas selaku Tim Pemutakhiran Nilai Indeks Rata-Rata (NIR)/ Zona Nilai Tanah (ZNT) tahun 2013 untuk ketetapan Pajak Bumi Bangunan (PBB) tahun 2014 di Unit Pelayanan Pajak Daerah Grogol Petamburan, Jakarta Barat.

Dalam pemeriksaan, Widi dan Hamidi menjelaskan pemutakhiran data NJOP pada tahun 2014 adalah yang pertama kalinya dilakukan DPP mengingat pelimpahan dari Dirjen Pajak kepada Pemprov DKI dilakukan pada 1 Januari 2013. Menurut mereka, kenaikan NJOP 2014 cukup besar karena sejak 2009 hingga 2013 tidak pernah ada kenaikan.

Widi dan Hamidi juga menjelaskan Sertifikat tanah HGB Nomor 2878/ Desa Tomang berada di Jalan Tomang Utara dan tidak memiliki akses langsung ke Jalan Kyai Tapa karena sejak dahulu sudah satu kesatuan Nomor Objek Pajak (NOP) dari tahun 1994.

Lahan itu juga tidak memiliki batas yang jelas dan tegas antara tanah HGB dengan tanah SHM di sebelahnya. Kedua bidang tanah tersebut digunakan oleh RS Sumber Waras.

Widi dan Hamidi akhirnya mengakui penghitungan kenaikan Zona Nilai Tanah (ZNT) atau yang sebelumnya biasa disebut NJOP di jalan Kyai Tapa dilakukan tanpa didukung dengan Kertas Kerja Penilaian (KKP). "Penghitungan kenaikan Nilai ZNT Jalan Kyai Tapa tidak didukung dengan kertas kerja penilaian," kata mereka.

Untuk mengklarifikasi fakta ini, Tim BPK meminta bantuan ahli Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Immanuel, Johnny dan Rekan d/h PT Sucofindo Appraisal Utama untuk melakukan penilaian atas tanah RS Summber Waras itu ketika Pemprov DKI menawarkan kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras membeli lahan pada 6 Juni 2014 lampau.

BPK meminta KJPP Immanuel melakukan appraisal pada 18 Desember 2015. KJPP Immanuel menggunakan dua metode, yakni Perbandingan Data Pasar dan Metode Land Development Analysis.

Berdasarkan kedua metode itu diperoleh tiga harga berbeda: Rp16 juta per meter jika merujuk kepada pendekatan pasar; Rp20,6 juta per meter lewat pendekatan pendapatan atau harga komersial; serta rekonsiliasi alias titik tengah dari kedua pendekatan dengan nilai Rp17,8 juta per meter.

Berpatokan pada dasar pembelian RS Sumber Waras bukan untuk kepentingan komersial tetapi untuk pembangunan rumah sakit daerah, KJPP Immnuel merekomendasikan harga NJOP yang paling tepat digunakan pendekatan pasar Rp16 juta per meter.

"Dengan demikian harga pasar Tanah RSSW per tanggal 6 Juni 2014 adalah sebesar Rp16 juta per meter persegi atau untuk luas tanah 36.410 meter persegi adalah sebesar Rp582.561.000.000 (Rp582,561 miliar)," sebut sumber Rimanews.
http://nasional.rimanews.com/hukum/r...p16-Juta-Meter


Pimpinan KPK Bisa Diperiksa Jika Terbukti Menyimpang Usut Sumber Waras
21 APR 2016 12:38


Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua

Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menyebut pimpinan KPK bisa diperiksa oleh komite etik jika terbukti ada penyimpangan dalam menangani kasus dugaan korupsi pembelihan lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

"Jika penyelidik dan penyidik sudah temukan dua alat bukti, kemudian saat gelar perkara terakhir di pimpinan, dan pimpinan punya alasan tidak menetapkan tersangka, maka pimpinan bisa diperiksa Komite etik," kata Abdullah, Kamis (21/04/2016).

Abdullah menyarankan agar pengawas internal melacak letak kesalahan itu terjadi. Apakah terkait bukti yang tidak cukup atau alat bukti cukup, tapi dimanipulasi dan ditutup-tutupi.

"Kalau oleh pegawai, pengawas internal bisa langsung periksa. Tapi jika pimpinan, maka pengawas internal boleh menuntut atau rekomendasikan bentuk komite etik untuk memeriksa," jelasnya.

Lebih lanjut, Abdullah mengatakan, di dalam Undang-Undang tidak disebutkan unsur niat jahat, namun kebijakan pimpinan KPK era Agus Rahardjo yang memperkenalkan unsur niat jahat tersebut. Dijelaskan dia, di UU pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa jika ada tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara untuk keuntungan diri sendiri, orang lain atau korporasi itu sudah korupsi.
Sementara, pasal 3 disebutkan jika terjadi penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian keuangan negara juga sudah masuk ranah korupsi.

"Tidak ada disebutkan niat jahat," pungkasnya
http://nasional.rimanews.com/hukum/r...t-Sumber-Waras


Masinton: Audit BPK Tak Pernah Melesat, Buktinya RJ Lino Jadi Tersangka
22 April 2016 3:20 PM

Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu menegaskan bahwa audit investigasi yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta merupakan audit yang kredibel.

Hal ini dikatakannya menanggapi pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnana atau Ahok yang beberapa waktu lalu menyebut audit BPK ngaco.

“Audit BPK tidak pernah meleset, RJ Lino sebelum jadi tersangka juga sama beranggapan audit BPK tidak benar tapi buktinya kan sekarang dia tersangka,” ujar Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/4).

Masinton membantah jika BPK bermuatan politis dalam melakukan audit terkait pengadaan lahan RS Sumber Waras.

“Buktinya kan yang meminta audit investigasi adalah lembaga penegak hukum, lembaga resmi yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). dimana muatan politisnya,” kata dia.

Selain itu, ia menilai tak pantas jika pejabat publik apalagi seorang kepala daerah mengecilkan lembaga negara dengan sebutan ‘ngaco’.

“Sangat tidak pantas seorang pejabat negara melontarkan hal itu. Seharusnya paham ketatanegaraan dan kalau audit BPK dianggap tidak kredibel, dia kan bisa ajukan gugatan ke pengadilan,” tandas Politikus PDIP itu.
http://www.aktual.com/masinton-audit...adi-tersangka/

-------------------------------

Masalah jadi lain ... kalau yang sedang dihadapi KPK kali ini, bukan sekedar masalah hukum, atau sekedar masalah korupsi semata ... tapi sudah memasuki masalah politis dibaliknya. Meski pun harus diakui bahwa tekanan opini publik, terutama di media massa dan media sosial sangat kencang ke KPK, tapi bila Pimpinan KPK tak bijak di dalam mengambil langkah, bukan tidak mungkin kasus di"kriminalkan"nya Pimpinan KPK seperti si Samad dan Bambang Widjojanto dulu, akan terulang kembali. Think's!


emoticon-Takut
Diubah oleh solit4ire 22-04-2016 10:27
0
7.4K
75
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.1KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.