Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

berdikaricenterAvatar border
TS
berdikaricenter
LAUT CHINA SELATAN DI AMBANG PERANG, INDONESIA DI PUSARAN KONFLIK
Presiden Joko Widodo memanggil Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan untuk membahas masalah Laut China Selatan (LCS). Menurutnya, Presiden Jokowi meminta menteri-menterinya satu sikap terkait LCS. Bahkan, Presiden sudah memintanya untuk merumuskan sikap yang jadi acuan agar semua pejabat negara mempunyai jawaban dan sikap seragam dalam soal LCS. Dalam waktu dekat Luhut akan menggelar pertemuan membahas masalah ini. Luhut mengatakan ada arbitrase internasional yang akan mengambil perannya dalam konflik yang melibatkan sejumlah negara. Saat ini, hubungan sejumlah negara ASEAN dengan Cina tentang LCS tengah memanas. Penyebabnya, saling klaim atas pulau dan wilayah perairan antara RRC, Brunei, Malaysia, Filipina, Vitenam, dan bahkan Indonesia. Beberapa waktu lalu, Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Derry Aman mengatakan bahwa isu LCS akan dibahas pada pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN dan RRC. (tempo.co & antaranews.com)

Tensi ketegangan di kawasan Laut China Selatan (LCS) semakin meningkat. Ketegangan ini sudah terjadi sejak lama dan bersifat pasang surut. Eskalasi ketegangan di kawasan ini kembali meningkat sejak Mei 2014 hingga hari ini, dipicu pembangunan kilang minyak China, His Yang Shi You 981 di wilayah yang dianggap masuk Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan landas kontinental Vietnam. Baru-baru ini pesawat mata-mata Amerika P8-A Poseidon terbang diatas ketinggian 450p meter di atas pulau yang diklaim milik China. Peringatan AL China membuat Menteri Pertahanan AS meradang, dan untuk menghadang China, AS mencari dukungan negara-negara ASEAN. Tindakan China yang semakin agresif di kawasan LCS telah memicu keptihatinan AS dan sekutu-sekutunya di Asia.

Pada pertemuan dua hari negara-negara G7 di Jepang (27/5/2016) yang juga mengundang Presiden Joko Widodo sebagai Pembicara Utama, G-7 menilai masalah Laut China Selatan mengalami eskalasi yang signifikan, dan menyerukan agar para pihak yang besengketa untuk merundingkan penyelesaian secara damai. G-7 menjadikan isu konflik LCS pembahasan utama dan menyerukan pentingnya pengelolaan dan penyelesaian konflik secara damai, yang melibatkan China, Taiwan, Brunei, Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Atas seruan kelompok G-7 ini, Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan ketidaksukaannya, China mengatakan isu Laut China Selatan tidak ada kaitannya dengan G-7 ataupun negara-negara anggotanya.

Para menteri luar negeri dari tujuh negara industri besar yang tergabung dalam Forum G-7, dalam pertemuan di Hiroshima, Jepang (11/4/2016), menyatakan menentang provokasi di LCS maupun LCT. Di kawasan itu China terlibat sengketa teritorial dengan sejumlah negara. Di Laut China Timur (LCT), China bersitegang dengan Jepang dan Korea Selatan. Wilayah LCS merupakan wilayah perairan yang menjadi jalur perlintasan aktivitas pelayaran kapal-kapal internasional. Terutama jalur perdagangan Eropa, Amerika, dan Asia. Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Asia, membuat negara-negara seperti Tiongkok dan negara-negara di kawasan LCS, bahkan termasuk Amerika Serikat sangat berkeinginan menguasai kendali dan pengaruh atas wilayah LCS. Perairan itu dinilai sangat strategis dan membawa manfaat ekonomis yang sangat besar bagi suatu negara. Wilayah laut dan gugusan kepulauan di LCS mengandung sumber kekayaan alam yang sangat besar, meliputi kandungan minyak dan gas bumi, serta kekayaan laut lainnya.

Dinamika dan eskalasi konflik di LCS yang melibatkan beberapa negara, seperti China, Filipina, Taiwan, Vietnam, Malaysia dan Brunei, telah membawa implikasi terhadap stabilitas kawasan. Bahkan perkembangan konflik LCS kini semakin meluas dan berimplikasi pada permasalahan yang dianggap lebih krusial menyangkut ancaman terhadap kedaulatan teritorial Indonesia. Apalagi China tetap berpendirian tentang klaimnya terkait "Nine dash Line". Bahkan China telah memasukkannya ke dalam peta negara itu pada paspor warga negaranya. "NINE DASH LINE" adalah sembilan titik imaginer yang menunjukkan klaim China atas sebagian besar wilayah di Laut China Selatan. Indonesia tidak bisa mengabaikan hal tersebut hanya karena Indonesia dan China menjalin hubungan yang semakin kuat dalam sektor investasi dan perdagangan. Potensi ancaman tetaplah ancaman, yang harus di waspadai dan diantisipasi. Terlebih China semakin aktif melakukan manuver di LCS, termasuk di sekitar perairan Natuna, yang diklaimnya sebagai wilayah kedaulatannya dan dipandang sah menurut Beijing, dan tidak melanggar hukum laut internasional. Tidak hanya membangun pulau-pulau karang, yang ditengarai sebagai pangkalan militernya di sekitar LCS. China bahkan juga telah membangun sistem pertahanan udara dan maritim di sekitar wilayah perairan tersebut secara bertahap sejak tahun silam. Indonesia tidak dapat hanya berpegang pada "Notifikasi" kepada PBB pada 20 Maret 2010, yang menyatakan Indonesia tidak mengakui "Nine Dash Line".

Komitmen Indonesia untuk menegaskan kedaulatannya di Natuna perlu dibuktikan secara nyata. Ketegangan RI dan China di LCS muncul terkait batas perairan di wilayah Natuna. Perkembangan paling akhir yang perlu dicermati, Filipina meninggalkan ASEAN dan mendekat ke China. Presiden baru Filipina, Rodrigo Duterte, menawarkan negosiasi bilateral dengan China. Sikap Manila tidak cuma bertentangan dengan strategi ASEAN, Duterte juga ingin menjauhkan AS dari sengketa teritorial tersebut. Hubungan kedua negara yang belakangan memanas berubah melunak menyusul kemenangan Rodrigo Duterte dalam pemilu kepresidenan. Sikap Duterte tentu bersebrangan dengan kebijakan di Washington, karena belum lama ini Filipina menandatangani perjanjian pertahanan dengan AS untuk membangun lima pangkalan militer untuk Angkatan Laut. China sejak awal menginginkan konflik di LCS diselesaikan lewat jalur bilateral. Sebaliknya ASEAN menginginkan pembahasan multilateral. Duterte yang awalnya mendukung negoisasi multilateral kini malah berbalik arah, dan mengklaim tidak membutuhkan campur tangan Arbitrase Internasional yang saat ini sedang membahas gugatan Manila menyangkut LCS. Kementerian Pertahanan AS bahkan telah mengumumkan tengah menguji opsi mengirimkan kapal perang ke LCS. Diyakini bahwa Washington akan menggeser kekuatan lautnya ke Armada VII di Pasifik untuk menangkal ancaman dari China.

Indonesia pada dasarnya menolak klaim China, karena ikut melibas wilayah laut di sekitar Kepulauan Natuna. Kendati tidak terlibat, TNI diperintahkan untuk sigap menghadapi konflik yang diyakini akan menjadi sumber malapetaka terbesar di Asia itu. TNI telah membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan untuk menangkal ancaman dari Utara. Komando yang melibatkan lusinan kapal perang, tank tempur amfibi dan pesawat tempur Sukhoi. Konflik LCS menjadi ujian terbesar bagi negara-negara di sekitarnya dalam menghadapi ambisi China menjadi negara Adidaya. Meski bersifat regional, konflik itu mendunia dan mengundang campur tangan pemain besar, termasuk AS dan Indonesia. Perkembangan eskalasi konflik itulah yang menjadi bahasan Presiden Joko Widodo dengan Menkopolhukam dan Menteri Pertahanan, Senin (13/6) di Istana Merdeka yang membicarakan isu Laut China Selatan guna merumuskan langkah sistematis dan mengantisipasi munculnya perbedaan sikap pejabat negara di kemudian hari.


Sumber Berita


Quote:
0
5.2K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.6KThread41.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.