Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

s4nit0reAvatar border
TS
s4nit0re
Yang Bener aja! PKI itu Pemberontak, bukan Korban! Jangan Tutup2i Sejarah Kelamnya!
Minta Maaf ke PKI, Gerindra: Jokowi Harus Siap Runtuh
Minggu, 12 Juli 2015 - 14:15:50

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ketua DPP Gerindra Desmond J Mahesa mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus siap berhadapan dengan Tentara Negara Indonesia (TNI) bila pada 15 Agustus 2015 mendatang meminta maaf kepada keluarga PKI.

Sebab, hal itu sangat menciderai hati TNI dan para ulama yang dari dulu bertentangan dengan PKI.

Baca juga : Akankah PKI Dapat Angin Segar dari Jokowi?

"Kalau sampai minta maaf, Jokowi harus siap berhadapan dengan TNI, karena ini sangat menciderai TNI dan para ulama. Siap-siap saja bila TNI tersinggung, maka keruntuhan Jokowi akan datang," kata Desmon kepada TeropongSenayan, Jakarta, Minggu (12/7/2015).

Sebelumnya, dikabarkan Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan pada 15 Agustus 2015 mendatang akan meminta maaf kepada keluarga PKI.

Sontak kabar tersebut menuai kritikan, salah satunya dari mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen. Menurutnya, apabila langkah itu dilakukan artinya pemerintah mengakui seluruh rakyat Indonesia bersalah.

"Kalau pemerintah minta maaf, berarti pemerintah mengakui dirinya salah dalam peristiwa 1965. Termasuk juga pemerintah mengakui Angkatan Darat bersalah, NU bersalah, Muhammadiyah bersalah dan seluruh rakyat Indonesia bersalah terhadap PKI dalam tragedi tahun 1965," kata Kivlan beberapa waktu lalu
http://www.teropongsenayan.com/13989...us-siap-runtuh


Saksi Sejarah Peristiwa 65:
Jangan Salah Kaprah, PKI itu Pemberontak Bukan Korban
10 Desember 2014 21:30 wib



MADIUN (voa-islam.com) -Ratusan massa dari berbagai organisasi yang ada di wilayah Madiun, Magetan, Ngawi dan Ponorogo yang bergabung dalam Paguyuban Keluarga Korban Keganasan PKI 1948 di Madiun, menggelar aksi menolak berbagai tuntutan Partai Komunis Indonesia (PKI) ke Presiden RI, Joko Widodo alias Jokowi.

Alasan ratusan massa itu, lantaran PKI sudah dua kali melakukan pengkhianatan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila. Yakni dengan melaksanakan pemberontakan di Madiun pada Tahun 1948, yang dipimpin Muso dan Amir S serta pemberontakan dan penggulingan pemerintah dalam Gerakan 30 September 1965 (G 30 S PKI).

Apalagi adanya gerakan eks PKI yang terang-terangan, dan tergabung dalam LPKP 65 pimpinan Bejo Untung melalui surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo agar meminta maaf kepada PKI atas kasus 1965 silam.

Dalam aksinya massa menolak berbagai tuntutan PKI dengan berorasi di alun-alun Madiun serta di Taman Makam Pahlawan (TMP), yang diakhir dengan pembakaran 3 bendera PKI dan menyerahkan petisi penolakan ke Kepala Bakorwil Madiun dan Komandan Korem Madiun.

Di antaranya, mendesak Presiden RI tidak mengabulkan seluruh tuntutan PKI, Presiden jangan meminta maaf kepada PKI, tidak ada rekonsiliasi untuk PKI, tidak ada rehabilitasi/pemulihan nama baik, jangan beri kompensasi/santunan kepada PKI serta mendesak Presiden Jokowi menyelamatkan generasi muda dengan perbaikan pendidikan.

Dalam aksinya, ratusan massa itu membawa sejumlah poster berukuran besar dan kecil. Diantaranya bertuliskan Peringatan ke 66 Pelanggaran HAM Berat 1948 Pemberontakan PKI di Madiun Pimpinan Muso dan Amir S, Satu Kata Tolak Komunis, Tragedi Madiun 1948

Muso Menggulingkan Pemerintahan yang Sah Haram Pemerintah Meminta Maaf Kepada PKI, Barisan Penegak Pancasila Siaga Bangkitnya Komunis, Faham Komunis Jahanam, PKI 1948 dan 1965 tetapi Jagal Para Jendral, Waspadai Kebangkitan PKI, serta Tolak Tuntutan PKI Pancasila dan UUD 1945 Harga Mati.

"Kami juga mendesak agar Presiden tidak mencabut TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 karena PKI sudah terbukti dua kali melaksanakan pemberontakan dan pengkhiatan pemerintah, PKI itu Pemberontak bukan Korban, jangan sampai salah kaprah " terang Ibrahim salah seorang orator aski, Senin (8/12/2014).

Ibrahim menjelaskan jika pemerintah melalui Presiden sudah meminta maaf ke PKI maka siap-siap warga Indonesia bakal menjadi korban pembantaian seperti tahun 1948 dan 1965.

"Sikap kami jelas, daripada dibunuh PKI lebih baik kami membunuh semua PKI yang anti pancasila," imbuhnya.

Orator lainnya yang juga Ketua Paguyuban Korban Keganasan PKI 1948, Choiruddin menilai jika pemerintah menuruti semua permintaan dan tuntutan PKI, maka yang menjadi pahlawan dalam sejarah Indonesia adalah PKI. Oleh karenanya, siap-siap saja semua warga Indonesia yang tidak mendukung faham PKI yang didasarkan pada pemikiran Karl Marx (Marxisme) dan Lenin (Leninisme) menjadi korban pembantaian selanjutnya.

"Kalau PKI dimaafkan jelas, PKI akan menjadi pahlawan. Maka kita semua warga Indonesia harus siap-siap dibantai. Kami tetap menolak permintaan maaf kepada PKI," ungkapnya.

Hal yang sama disampaikan Arukat Djaswadi Pendamping Paguyuban Korban Keganasan PKI 1948. Menurutnya, jika Presiden RI mengabulkan semua tuntutan PKI, maka pihaknya akan menggelar aksi besar-besaran di Madiun dan Jakarta.

"Perlawanan kami ini realistis dan berdasarkan sejarah bukan memutarbalikkan fakta," pungkasnya.

Sementara usai orasi bebas bergantian dan membakar bendera PKI di depan TMP Madiun, perwakilan massa menyerahkan petisi penolakannya tuntutan PKI ke Kepala Bakorwil dan Komanda Korem Madiun.

Massa kemudian membubarkan diri dengan naik puluhan motor, bus, truk dan kendaraan pribadi menuju wilayahnya masing-masing. Sedangkan massa dari Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Magetan ini awalnya berkumpul di Takeran, Kabupaten Magetan sebelum menjalankan aksi
http://www.voa-islam.com/read/indone....JC6vKu0P.dpbs


Jokowi Dituntut Minta Maaf Soal Pembantaian PKI
Senin, 10/11/2014 20:25 WIB


Jokowi

Jokowi Dituntut Minta Maaf Soal Pembantaian PKIPresiden Joko Widodo (Getty Images/Oscar Siagian)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Kita harus mendukung presiden baru karena dia ingin menyelesaikan masalah HAM."

Ucapan itu bukan terlontar dari mulut masyarakat Indonesia. Joshua Oppenheimer, sutradara film dokumenter asal Amerika yang mengucapkannya. Itu merupakan sebagian harapan Joshua saat menggarap dua film tentang pembantaian Indonesia, The Act of Killing (Jagal) dan The Look of Silence (Senyap).

Film pertamanya mendapat banyak penghargaan. The Act of Killing bahkan masuk nominasi Oscar, meski tak sampai membawa pulang piala. Kini, film keduanya membuat Venice International Film Festival terperangah. Saat pemutaran perdana di Jakarta, Senin (10/11) Joshua mengatakan ia ingin mengubah sesuatu di Indonesia.

Ia ingin luka hati karena pelanggaran HAM di Indonesia sembuh. Caranya, kata Joshua, melalui pengungkapan sejarah hitam dan permintaan maaf dari pemerintah. Sebab menurutnya, sejarah bukan untuk ditutupi. Ia tahu pembantaian jutaan orang tak bersalah di tahun 1965 harus dibuka kembali, bukan dibiarkan terlupakan.

"Tahun 1965 adalah titik awal pelanggaran HAM di Indonesia. Dari situlah rezim ketakutan dan senyap mulai terbentuk. Rakyat trauma, diam, dan terpaksa menerima pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi belakangan," ujar Joshua melalui Skype. Ia memang tak hadir dalam pemutaran perdana The Look of Silence di Indonesia. Namun Joshua berharap pesan filmnya tersampaikan.

"Kalau mau serius memberantas pelanggaran HAM, kita harus menganggap tahun 1965 adalah kuncinya," ia menuturkan. Melalui filmnya, ia berharap mata masyarakat dan pemerintah lebih terbuka. Lalu, ada yang berinisiatif mengakui dan memaafkan, tak hanya diam berpangku tangan.

"Presiden baru pernah berkata dalam kampanyenya, ingin menyelesaikan masalah HAM. Ingin mengakui apa yang terjadi. Kita harus mendukung segala upaya agar pemerintah Indonesia secara resmi mengakui yang terjadi dan meminta maaf sebagai bentuk rekonsiliasi," ucapnya dalam bahasa Indonesia yang fasih.

Joshua menambahkan, "Kalau tidak begitu, luka Indonesia tidak akan pernah sembuh," ucapnya tegas.

Ucapan Joshua itu didukung penuh oleh Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM, M. Nur Khoiron menargetkan, tahun 2015 Joko Widodo sebagai presiden baru Indonesia harus menegaskan soal pelanggaran HAM. Mengakui, katanya, adalah bagian dari langkah mengungkap kebenaran. Setelah itu Jokowi perlu meminta maaf pada keluarga korban yang menderita karena dituding PKI, dan memastikan pelanggaran HAM tak terjadi lagi.

"Tanggal 10 Desember mendatang akan ada lokakarya nasional. Kami berharap ada pidato dari presiden baru. Kami harap beliau hadir, dan menyampaikan apa agenda pemerintah soal penyelesaian pelanggaraan HAM di masa lalu," ujarnya membeberkan. Ia menegaskan, ini saatnya persepsi sejarah diubah, terutama menyangkut komunisme.

Joshua sendiri merupakan sutradara asal Amerika Serikat. Ia membuat dua film dokumenter tentang pembantaian PKI di Indonesia, berdasarkan riset sejak awal 2000-an. Film pertamanya bercerita dari sudut pandang pelaku, Anwar Kongo, yang dengan bangga melakukan pembantaian atas nama pembelaan negara.

Sedang The Look of Silence yang hari ini diputar, memandang lewat mata Adi Rukun, seorang anggota keluarga korban. Alih-alih diam, Adi memilih menentang kesenyapan dan mendatangi pembunuh kakaknya, Ramli, satu per satu. The Look of Silence menggambarkan betapa Adi dan keluarganya terluka, sementara pembunuhnya berbangga.

"Saya enggak suka pembunuh mengaku pahlawan ideologi dan negara. Saya harap diakui bahwa itu salah," kata Adi mengungkapkan.
http://www.cnnindonesia.com/hiburan/...mbantaian-pki/


Keluarga Korban 1965 Tolak Rekonsiliasi dengan PKI
SELASA, 30 SEPTEMBER 2003 | 09:33 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Keluarga korban pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965 bersama Center For Indonesian Comunite
Studies (Pusat Kajian Komunitas Indonesia) menolak rekonsiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal itu tertuang dalam inti butir pernyataan sikap usai menggelar doa bersama keluarga korban keganasan PKI, Selasa (30/9), di Desa Soco, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

Pernyataan tersebut ditanda tangani pengurus Pusat Kajian, kalangan pondok pesantren, keluarga korban keganasan PKI 1948 dan 1965. Keluarga korban PKI tersebut menghimpun diri dalam Forum Anti-Komunis. Lokasi penyelenggaraan acara merupakan kawasan yang dianggap sebagai pembantaian korban keganasan PKI tahun 1948 yang menewaskan 108 orang dan dikubur di sejumlah sumur.

Dalam pernyataan yang dibacakan Bustomi, mereka menyatakan, sejarah kelam PKI saat ini coba ditutup-tutupi.

Upaya tersebut dilakukan dengan mengatasnamakan kebebasan, demokrasi dan HAM. "Pendukung PKI masih gentayangan dan rajin mendatangi generasi muda yang tidak tahu sejarah. Mereka terus mendiskreditkan umat beragama sebagai biang masalah," kata Bustomi.

Selesai membacakan pernyataan, digelar berbagai acara sampai akhirnya mereka konvoi keliling. Selama aktifitas berlangsung, mereka mendapat pengawalan ketat dari aparat Polres Magetan, Polwil Madiun dan Satpol PP Kabupaten Magetan.
http://nasional.tempo.co/read/news/2...asi-dengan-pki


Pidato Presiden RI Pertama, BK: Ideologi NKRI itu Pancasila ...



Dokumen rencana pemberontakan PKI ditemukan
Senin, 30 Juni 2014 17:01 WIB

Surabaya (ANTARA News) - Dokumen kecil berisi rencana pemberontakan PKI dengan target mendirikan negara komunis di Indonesia ditemukan ahli sejarah Universitas Negeri Surabaya, Prof Dr Aminuddin Kasdi.

"Jadi, pengakuan pihak tertentu ada skenario ABRI melakukan penangkapan orang-orang PKI setelah Oktober atau ada pembantaian terencana oleh NU terhadap PKI, ternyata tidak didukung bukti historis," katanya, kepada ANTARA, di Surabaya, Senin.

Menurut dia, fakta yang sebenarnya justru ada dalam buku kecil atau buku saku tentang ABC Revolusi yang ditulis CC (Comite Central) PKI pada 1957, yang merinci tiga rencana revolusi atau pemberontakan PKI tentang negara komunis di Indonesia.

"Buku yang saya temukan itu justru membuktikan bahwa rencana pemberontakan PKI yang diragukan sejumlah pihak itu ada dokumen historisnya, bahkan dokumen itu merinci tiga tahapan pemberontakan PKI yang semuanya gagal, lalu rumorpun diembuskan untuk mengaburkan fakta," katanya.

Tanpa menyebut asal-usul dokumen yang terlihat lusuh itu, ia mengaku bersyukur dengan temuan dokumen yang tak terbantahkan itu.

"Kalau ada orang NU melakukan pembunuhan, itu bukan direncanakan, tapi reaksi atas sikap PKI sendiri yang menyebabkan chaos itu," katanya.

Ia menjelaskan sikap PKI memang menyakitkan, sehingga NU melakukan reaksi balik. "PKI melakukan provokasi dengan ludruk yang temanya menyakitkan, seperti matinya Tuhan, malaikat yang tidak menikah karena belum dikhitan, dan banyak lagi," katanya.

Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat jangan terpengaruh dengan provokasi politik yang didukung media massa untuk "membesarkan" PKI guna mengaburkan sejarah dengan menghalalkan segala cara.

"Kita jangan terpancing dengan sisa-sisa orang PKI di berbagai lini yang berusaha membangkitkan mimpi tentang negara komunis melalui media massa, buku-buku, dan semacamnya yang seolah-olah benar dengan bersumber kesaksian," kata dia.

"Ada sisa-sisa PKI bercokol di media massa," katanya pula.

Ia menambahkan, testimoni berbagai pihak itu mungkin benar, namun testimoni itu bersumber dari individu-individu yang tidak mengetahui skenario besar dari PKI untuk merancang tiga revolusi dengan goal untuk mendirikan negara komunis di Indonesia.

"Saya bukan hanya bersaksi, karena saya juga sempat mengalami sejarah pemberontakan PKI itu dan lebih dari itu, saya mempunyai bukti yang sangat gamblang dari dokumen PKI sendiri," katanya.

Senada dengan itu, guru besar Universitas dr Soetomo Surabaya, Prof Dr Sam Abede Pareno, menyatakan, buku Memoir on The Formation of Malaysia, karya Ghazali Shafie terbitan Universiti Kebangsaan Malaysia, menunjukkan kaitan erat Konfrontasi Indonesia-Malaysia dengan PKI.

"Dalam buku itu jelas Bung Karno tidak menghadiri persidangan puncak dengan Tungku Abdul Rachman di Tokyo pada tahun 1963, karena PKI tidak suka dengan pertemuan itu," kata penulis buku Rumpun Melayu, Mitos dan Realitas itu.

Oleh karena itu, konfrontasi Indonesia-Malaysia itu bukan sekadar demo anti-Indonesia atau demo anti-Malaysia, melainkan PKI merancang konfrontasi itu agar rencana besar (negara komunis) tidak "terbaca".

Apalagi Bung Karno melontarkan gagasan nasionalis, agama, dan komunis yang justru "melindungi" gerakan PKI.

"PKI memang selalu memanfaatkan kelengahan pemerintah Indonesia yang sibuk menghadapi Agresi Militer I Belanda pada 1947 dengan aksi terpusat di Madiun pada 1948," katanya.

"Lalu ketika pemerintah sibuk dengan Ganyang Malaysia yang juga mereka sponsori itu, PKI menikam dari belakang dengan Gerakan 30 September 1965," katanya.

Pada Juli ini juga ada beberapa agenda besar nasional, di antara yang terbesar adalah Pemilu Presiden 9 Juli nanti yang menyerap sejumlah besar pengerahan sumber daya nasional.
http://www.antaranews.com/berita/441...-pki-ditemukan


Penjelasan Presiden RI Kedua, Soeharto tentang Gerakan 30 September 1965


--------------------------

Saksi sejarah masih banyak yang hidup ... sebaiknya nggak usah neko-nekolah!


emoticon-Angkat Beer
Diubah oleh s4nit0re 12-07-2015 22:37
0
45.1K
530
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.