Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

metrotvnews.comAvatar border
TS
MOD
metrotvnews.com
Menjerikan Algojo Syahwat


Metrotvnews.com, Jakarta: Presiden Joko Widodo menarik napas dalam-dalam. Wajahnya agak menegang, lalu..."Ini kejahatan luar biasa." Presiden seperti tak menyangka anak-anak di negeri ini bisa berlaku di luar nalar. Bengis dan kejam.


"Karena luar biasa, jadi penanganannya pun harus luar biasa," kata Presiden di Istana Presiden, Selasa 10 Mei.


Lima belas hari berselang, Presiden menepati janjinya. Pemerintah yang geram akhirnya menerbitkan aturan baru demi mencegah kekerasan seksual terhadap anak secara komprehensif.


Regulasi itu bertajuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu diteken Jokowi pada Rabu 25 Mei 2016.


Empat pasal pembaruan diselipkan dalam UU Perlindungan Anak, yakni, Pasal 81, Pasal 81A, Pasal 82, dan Pasal 82A. Pasal 81 memuat soal ancaman terhadap pelaku kekerasan atau ancaman kekerasan yang memaksa anak untuk bersetubuh.


Sesuai Pasal 81, pelaku dapat diganjar lima sampai 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar. Aturan itu juga menambahkan sepertiga ancaman pidana bila pelaku merupakan resedivis kasus yang sama.


Hukuman bisa lebih parah bila korban mengalami luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, atau bahkan meninggal dunia. Pelaku bisa diancam minimal 10 hingga 20 tahun penjara.


Salah satu yang baru dalam Pasal 81 ini adalah pencantuman pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Berdasar Pasal 81 ayat (7), pelaku juga bisa dikebiri kimia dan dipasangkan alat pendeteksi elektronik bila merupakan residivis maupun menyebabkan korbannya luka hingga mati.


Namun, pidana tambahan dan tindakan ini dikecualikan bila pelaku adalah anak-anak. Sementara, pelaksanaan hukuman ini diatur pada Pasal 81A yang berbunyi:


(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.

(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.

(3) Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 82 Perppu Perlindungan Anak mengatur ancaman pidana bagi pelaku kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak berbuat cabul. Bila terbukti bersalah, pelaku dapat diganjar lima sampai 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.


Sama seperti Pasal 81, Pasal 82 Perppu Perlindungan Anak juga memberikan mandat untuk menambah seperti ancaman hukuman bila pelaku merupakan residivis. Hal yang sama berlaku jika korban mengalami luka berat, hingga meninggal dunia.


Pasal 82 juga memberikan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Namun, pelaku tak sampai harus dikebiri seperti di Pasal 81, hanya direhabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik seperti tertera dalam Pasal 82 ayat (6).


Bila pelaku berusia anak-anak juga akan selamat hukuman tambahan dan tindakan ini seperti di pasal sebelumnya. Pelaksanaan hukuman tambahan dan tindakan ini diatur dalam Pasal 82A, yang berbunyi:


(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok.

(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Kejahatan Luar Biasa




Sejumlah massa mengggelar aksi unjukrasa dengan membentangkan spanduk penolakan kekerasan terhadap perempuan saat menggelar aksi #Sister In Danger di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (11/5). MI/ BARY FATHAHILAH.


Perppu adalah jawaban atas marah pemerintah terhadap para pejahat syahwat, apalagi pada beberapa kasus dilakukan oleh anak di bawah umur. Korbannya juga di bawah umur. Celakanya, angka kejahatan ini terus bertambah dari tahun ke tahun.


Pemerintah menetapkan itu sebagai kejahatan luar biasa. Luar biasa karena tidak hanya mengancam dan membahayakan jiwa, tapi juga merusak kehidupan pribadi serta tumbuh kembang anak. Jadi, hemat pemerintah, penangannya pun tidak boleh biasa-biasa.


Pada bagian penjelasan Perppu, anak dianggap sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Mereka wajib mendapatkan perlindungan dari negara sesuai ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.


Pesatnya arus globalisasi dan dampak negatif dari perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi memunculkan fenomena baru kekerasan seksual terhadap anak. Tindakan ini dianggap sebagai kejahatan serius. Kejahatan ini dianggap mengganggu rasa kenyamanan, ketentraman, keamanan, dan ketertiban masyarakat.


UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 sejatinya telah mengatur sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Namun, penjatuhan pidana belum memberikan efek jera dan belum mampu mencegah secara komprehensif kejahatan itu.


Kengerian kejahatan ini pun terekam jelas dalam kasus pemerkosaan hingga pembunuhan terhadap YY di Bengkulu awal April lalu. Gadis 14 tahun itu meregang nyawa dirudapaksa 14 pemuda yang menjadi liar usai pesta minuman keras.


Sebanyak 12 dari 14 pelaku sudah ditangkap. Ironisnya, hampir semuanya di bawah umur. Tujuh dari 12 pelaku divonis 10 tahun penjara plus enam bulan latihan kerja. "Ini tanda negara kita sudah darurat kekerasan seksual," kata Elizabeth Yulianti R, aktivis pengecam kekerasan seksual terhadap anak, di Solo, Rabu 4 Mei.


Presiden pun gusar. Presiden mengatakan, kasus YY tragis. "Tangkap dan hukum pelaku seberat-beratnya," kicau Presiden lewat akun Twitter-nya.


Belum reda kasus YY, kejahatan sejenis kembali berulang di Tangerang. Korbannya EF. Buruh pabrik plastik itu ditemukan tak bernyawa dengan gagang cangkul menghujam organ intimnya. Belakangan terungkap dua dari pelaku perbuatan keji itu berusia belia.


Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sepakat dengan harapan keluarga EF agar pelaku dihukum mati. "Eno dibunuh dengan cara sangat sadis."


Menanti Jera Sang Predator


Perpu Perlindungan Anak jadi ibarat hujan di musim kemarau. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Asrorun Niam berjanji pihaknya akan mengawal pelaksanaan Perppu ini agar tidak majal.


Kriminolog dari Universitas Indonesia Adrianus Meliala pun menjelaskan, Perppu ini sudah mempergunakan kewenangan maksimal atau ultimum remedium dengan pemberian ancaman hukuman mati. Pidana dijadikan sebagai alat terakhir dalam penegakan hukum di mana sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya.


Tapi, di mata Adrianus, Perppu ibarat pisau bermata dua. Kita akan malu kalau setelah ada Perppu ternyata predator seksual masih merajalela. Sebab, Perppu ibarat jurus pamungkas. "Itu akan amat memalukan dan kita tidak punya tools (alat) lagi."


Dia menyarankan, pemerintah menggalakkan implementasi jika memang Perppu ditujukan untuk menekan kejahatan seksual. Pemerintah diminta serius dan jangan hanya hangat-hangat tahi ayam.


Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/201...algojo-syahwat

---

Kumpulan Berita Terkait KEKERASAN SEKSUAL ANAK :

- Menjerikan Algojo Syahwat

- KPAI Minta Polisi tak Persulit Alat Bukti Kekerasan Seksual

- Meneguhkan Perlindungan Anak

0
1.1K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Medcom.id
Medcom.idKASKUS Official
23KThread601Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.