Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

politicusAvatar border
TS
politicus
TEMPO : Heboh Kontribusi Reklamasi: Tiga Skenario Nasib Ahok
Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok disorot tajam. Ia mewajibkan kontribusi tambahan bagi penggarap reklamasi Pantai Utara Jakarta. Langkah Ahok kontroversial karena tidak ada landasan hukum.

Aturan itu semula masuk dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Pantai Utara Jakarta. Celakanya, pembahasan rancangan ini ditunda hingga 2019 setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Mohamad Sanusi. Politikus Gerindra ini kedapatan menerima suap dari anak buah bos Agung Podomoro Land akhir Maret lalu.

Dari kasus suap itu pula terungkap soal kontribusi tambahan. Gubernur Ahok rupanya telah mengenakan kebijakan itu kepada PT Muara Wisesa Samudra—anak usaha PT Agung Podomoro Land. PT Muara merupakan pemilik izin reklamasi Pulau G seluas 161 hektare atau dikenal Pluit City. Perusahaan ini diwajibkan membiayai proyek senilai Rp 392, 6 miliar sebagai syarat memperoleh izin reklamasi pantai.

Temuan itu terendus setelah penyidik KPK menggeledah kantor Agung Podomoro di Jakarta, 1 April lalu. Dari dokumen yang disita, terungkap pula, PT Muara sudah menggelontorkan Rp 218,7 miliar untuk kontribusi tambahan. Diantaranya buat pembangunan dan pengadaan mebel rumah susun sewa sederhana di Daan Mogot, Jakarta Barat serta penertiban kawasan prostitusi Kalijodo.

Pertanyaan yang muncul, kelirukah kebijakan Ahok? Apakah ia bisa dijerat dengan delik korupsi oleh KPK? Berikut ini ada 3 skenario yang mungkin terjadi:

1. Dianggap Tidak Bermasalah

Sekalipun belum ada dasar hukum, kebijakan Ahok bisa dianggap sebagai diskresi, yakni mengambil keputusan atau tindakan untuk mengatasi persoalan konkret sekalipun tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Terobosan seperti bisa dibenarkan bila dilatarbelakangi dengan alasan objektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan dilakukan dengan iktikad baik. (Baca: Diskresi Dipersoalkan, Ahok Bela Diri Pakai Analogi Polisi)

Kebijakan Gubernur Ahok bisa dinilai wajar kendati keputusan mengenai kontribusi tambahan kemungkinan diambil sebelum terbit Undang-undang Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang memuat resmi aturan dan prosedur diskresi .

Dalam praktek, banyak pejabat yang melakukan terobosan semacam itu jauh sebelum UU Administrasi Pemerintahan disahkan. Contohnya pemberian ganti rugi bagi penghuni liar bisa dianggap sebagai diskresi. Jika berlandasan aturan, pemerintah sebetulnya bisa langsung menggusur tanpa ganti rugi.

2. Bermasalah Secara Hukum

Persoalan muncul bila argumen Ahok bahwa kebijakannya merupakan diskresi dianggap lemah karena terobosan itu diambil sebelum UU Administrasi Pemerintahan disahkan. Pihak yang dirugikan bisa menggugat kebijakan itu dan meminta pengadilan membatalkan keputusan Ahok.

Kebijakan konstribusi tambahan sudah dibahas rapat yang digelar di ruang Wakil Gubernur DKI Jakarta, 18 Maret 2014. Ahok masih menjadi wakil Joko Widodo, Gubernur Jakarta saat itu. Padahal, Undang-undang Administrasi Pemerintahan baru disahkan pada 17 Oktober 2014.

Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah juga dikenal soal inovasi. Tujuannya agar pejabat daerah berani melakukan terobosan tanpa ada kekhawatiran menjadi obyek pelanggaran hukum. Inovasi harus tidak mengandung konflik kepentingan, demi kepentingan umum, dan bisa dipertanggungjawabkan. Hanya, undang-undang ini juga baru disahkan pada 30 September 2014.

3. Mengandung Korupsi

Kebijakan Ahok akan bermasalah bila KPK menemukan unsur korupsi: merugikan negara atau masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Unsur korupsi lain yang bisa diendus KPK: apakah ada keuntungan pribadi atau golongan di balik keputusan itu. (Baca: Soal Diskresi Reklamasi, Ketua KPK: Tanda Tanya Besar)

Kalau ternyata ada korupsi di balik terobosan Ahok, argumen diskresi menjadi tidak relevan. KPK bisa menyidik kasus ini bila menemukan unsur niat jahat, menguntungkan pribadi atau kelompok, dan merugikan negara. Kasus kontribusi tambahan sedang ditelusuri KPK dan sejauh ini belum terungkap temuan yang mengarah ke unsur korupsi.*

https://indonesiana.tempo.co/read/74...rio-nasib-ahok


Tempo ini sering menjengkelkan, tapi media ya harus begitu. Selebihnya -- kita tetap membutuhkan media2, agar tetap ada corong publik.
0
4.6K
39
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.