Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Apa yang berubah setelah 18 tahun reformasi?

Aktivis perempuan, pejuang hak asasi manusia (HAM), dan buruh melakukan unjuk rasa memperingati Hari Perempuan Sedunia di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 8 Maret 2016. Setelah 18 tahun reformasi, kebebasan berpendapat masih belum ada kepastian hukumnya.
Tonggak Reformasi, yang ditandai dengan bubarnya Orde Baru, sudah tertinggal 18 tahun lalu. Soeharto, yang tak kuasa menahan nilai tukar rupiah terhadap dolar, akhirnya lengser usai 32 tahun bertahta. Lalu reformasi bergulir. Jika ditengok ke belakang, semangat perubahan 1998 dipenuhi jargon menghapus KKN, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Benarkah Indonesia benar-benar berubah?

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai salah satu yang telah berubah adalah sistem kepemimpinan nasional di Indonesia. "Kita sudah menyelesaikan mekanisme pokoknya, bahwa kepemimpinan nasional paling lama 2 periode, yaitu 5 tahun," ujarnya seperti dinukil dari blog ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia).

Kini, ujarnya, sehebat-hebatnya orang mengemban pimpinan jabatan publik, hanya diberi kewenangan selama 2 periode. "Kalau orangnya biasa-biasa saja cukup 5 tahun, gantian. Kalau lebih jelek dan biasa saja, di tengah jalan bisa saja diberhentikan," ujar Jimly.

Peneliti LIPI Siti Zuhro, yang juga Anggota Dewan Pakar Pusat ICMI menilai salah satu perubahan yang terjadi adalah partisipasi masyarakat yang meningkat. "Satu hal, saya sebagai perempuan secara politik dari perspektif demokrasi perempuan sangat diberikan peluang," imbuh dia.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan dalam 11 tahun terakhir memang ada pembangunan hukum. Adanya lembaga pemantau pemerintah seperti Ombudsman dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi satu di antara bentuk perubahan pemerintahan pasca Orde Baru.

Selain itu, kini Indonesia telah memiliki Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Namun, dalam pelaksanaannya mentalitas warisan prareformasi masih tampak. Belum bebasnya para pengambil kebijakan dari tekanan beberapa pihak. "Kekuatan dalam mengambil keputusan masih dipengaruhi oleh oligarki. Bukan otonomi pilihan pejabat publik," kata Adnan seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Wakil Koordinator bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani menganggap upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu belum meningkat. "Upaya penegakan HAM tidak menjadi isu sentral dan macet," ujar Yati seperti dipetik dari Kompas.com.

Yati mencatat, hanya dua kasus yang pernah diselesaikan melalui mekanisme pengadilan HAM ad hoc, yakni kasus Tanjung Priok dan Timor Timur (Timor Leste).

Kebebasan berekspresi mengalami perubahan positif dalam 18 tahun reforamasi. Namun, dalam situasi tertentu terjadi paradoks dan belum menunjukkan adanya perbaikan. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan sistem hukum di Indonesia melalui konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 sudah menjamin adanya kebebasan berekspresi. Namun di sisi lain, ada peraturan yang mewarisi kebijakan represif.

"Dalam situasi tertentu kebebasan ekspresi masih belum membaik," ujar Supriyadi seperti diwartakan Kompas.com.

Menurut catatan ICJR, setidaknya ada 40 kasus kriminalisasi terhadap ekspresi yang sah di dunia maya pada 2015. Sementara menurut laporan Amnesty International tahun 2015, kata Supriyadi, paling tidak ada 85 orang yang telah dilaporkan ke polisi terkait penyampaian pendapat dan kebebasan berekspresi di internet.

Selain itu, belakangan ini terdapat banyak praktik pelarangan buku, diskusi dan pemutaran film dengan tuduhan menyebarkan ideologi komunisme. Supriyadi menjelaskan, maraknya pembatasan, ancaman dan kriminalisasi tersebut terjadi karena masih ada UU atau pasal yang mengancam kebebasan berekpresi di sistem hukum Indonesia.

Selepas Reformasi, Mahkamah Konstitusi sudah mencabut pasal subversif dan penghinaan terhadap presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, kemudian Pemerintah memunculkan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 27 dan 28 UU ITE seringkali digunakan untuk menjerat seseorang dengan tuduhan penghinaan dan pornografi.

Sedangkan di dalam KUHP masih terdapat pasal karet, yakni pasal 207 terkait makar dan 107 A terkait ideologi negara. Kedua pasal tersebut, kata supriyadi, sering digunakan untuk meredam ekspresi seseorang dengan tuduhan menyebar paham komunisme. "Semua peraturan itu menunjukkan bahwa kebebasan ekspresi di Indonesia masih terancam oleh sistem hukum," ujar dia.

Kondisi ini membuat masyarakat berdemokrasi tanpa kepastian hukum. Menurut Siti Zuhro, ini perlu dibenahi. "Perlu ada terobosan penting. Kita berdemokrasi tidak ada kepastian hukum," ujarnya.

Adnan Topan menilai belum ada perubahan perilaku penegak hukum. "Polisi di jalan masih bisa malak. Itu bisa dilihat dan transparan," katanya.

Manuver para politisi, juga masih belum bereformasi. Karena, politik masih menjadi sumber korupsi terbesar. "Politik harus diubah, kalau tidak sulit ubah Indonesia," sebut Adnan.

Saat ini, menurut Adnan, KPK masih menjadi tumpuan dalam memberantas korupsi. Menurutnya hal itu tidak baik karena elemen lain belum bekerja secara optimal.


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...ahun-reformasi

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Jawa Barat provinsi paling anti-HAM

- Korupsi dan pelanggaran HAM dua sisi mata uang

- RUU KUHP, korupsi bukan lagi kejahatan luar biasa

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
10K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread739Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.