Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Keselamatan negara di balik ground handling
Keselamatan negara di balik ground handling
Terminal bandara tak serupa dengan terminal bus antarkota.
Kekeliruan jasa pelayanan darat terhadap penumpang pesawat, bukan kesalahan kecil yang bisa diabaikan begitu saja. Kesalahan ini harus dilihat secara lebih luas. Karena bisa berakibat fatal, berpotensi mengancam keselamatan negara.

Dalam waktu beruntun terjadi kesalahan pelayanan penumpang dan bagasi (ground handling) terhadap penumpang pesawat. Di Bandara Sukarno Hatta (10/5/2016), 182 penumpang pesawat Lion Air JT 0161 dari Singapura, dibawa ke terminal kedatangan domestik.

Hal serupa kembali terjadi (18/5/2016) di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Kali ini pesawat Air Asia QZ509 dari Australia. Sebanyak 155 penumpangnya juga diturunkan di anjungan terminal kedatangan penerbangan domestik.

Terkesan kesalahan tersebut hanyalah sebuah insiden kecil. Yaitu kesalahpahaman komunikasi antara petugas Flight Controller dengan petugas jasa pelayanan penumpang dan bagasi.

Akibatnya bus yang bertugas mengangkut penumpang setelah turun dari pesawat, salah alamat. Semestinya dibawa ke terminal internasional, tapi dibawa ke terminal penerbangan domestik. Mirip sebuah metromini, yang melanggar trayek.

Semestinya membawa penumpang dari Blok M ke Senen, tapi dibawa ke Kota. Selanjutnya dengan mudah baik Lion Air maupun Air Asia, menyalahkan dan menghukum pengemudi bis, sebagai pelaku tunggal kesalahan ini.

Konsekuensi dari kesalahan tersebut seolah hanya penumpang harus menunggu sedikit lebih lama menunggu mobil jemputan dari keluarganya. Padahal sesungguhnya tak sesederhana itu. Ini menunjukkan beberapa hal yang cukup serius.

Misalnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di perusahaan jasa pelayanan darat. Artinya maskapai penerbangan harus memperbaiki kualitas SDM di sektor ini. Faktor yang lain, sangat serius yaitu, abai dengan keamanan penerbangan maupun keamanan negara.

Standar operasional prosedur (SOP) pemeriksaan untuk penumpang domestik jauh berbeda dibanding pemeriksaan untuk penumpang internasional. Penumpang penerbangan domestik, relatif tidak melalui pemeriksaan kemanan yang ketat.

Namun untuk penumpang penerbangan lintas negara, cukup rumit. Penumpang internasional harus melalui pemeriksaan keimigrasian. Pemeriksaan ini menyangkut paspor dan visa.

Dari paspor dapat diketahui riwayat perjalanan penumpang. Misalnya saja penumpang baru melakukan perjalanan di negara-negara yang tengah diwaspadai pemerintah terkait terorisme, atau negeri endemik penyakit tertentu.

Hal itu akan ketahuan dalam pemeriksaan paspor. Juga apakah penumpang termasuk dalam daftar cegah tangkal, atau kepentingan kemanan lainnya.

Sedang visa, pemeriksaannya ada dua: Visa On Arrival (VOA), yaitu pelayanan VOA dilakukan pada saat kedatangan Non Visa On Arrival (Non VOA), apabila Visa telah diperoleh pada saat keberangkatan.

Selanjutnya masih ada pemeriksaan Bea dan Cukai (BC). Ini menyangkut Goods To Declare, apabila penumpang memiliki barang bawaan yang harus diberitahukan kepada petugas. Apabila dirasa perlu, petugas BC berhak memeriksa barang bawaan penumpang secara manual.

Nah bila dalam berbagai pemeriksaan tadi ditemukan hal-hal yang patut dicurigai menyangkut keamanan, kesehatan, atau urusan cukai, petugas bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Artinya ketika penumpang penerbangan internasional dibawa ke terminal domestik, sudah pasti ada banyak pemeriksaan yang terlewatkan. Dalam penerbangan Air Asia misalnya, petugas aviation security, begitu tahu kesalahan terjadi, langsung tanggap, para penumpang segera diminta kembali ke bis.

Meski begitu ada seorang penumpang yang lolos dari pemeriksaan keimigrasian. Untungnya pada hari berikutnya penumpang tersebut atas kemauan sendiri, kembali ke bandara, minta dilakukan pemeriksaan keimigrasian.

Sedang pada penumpang Lion Air, sepertinya petugas aviation security terlambat mengetahui insiden tersebut. Akibatnya 16 orang lolos dari pemeriksaan keimigrasian.

Karena itu, kita patut mendukung ketika kementerian Perhubungan kemudian menjatuhkan sanksi kepada dua maskapai penerbangan tersebut. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan membekukan sementara izin kegiatan pelayanan penumpang dan bagasi Lion Group di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten dan PT Indonesia AirAsia di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali.

Sanksi diberlakukan selama lima hari terhitung sejak surat keputusan dikeluarkan pada 17 Mei 2016. Selama pembekuan akan dilakukan investigasi terhadap dua insiden tersebut. Kepada kedua maskapai selama masa pembekuan, diharuskan menggunakan jasa pelayanan penumpang dan bagasi dari perusahaan lain.

AirAsia bisa menerima keputusan itu, dan menjajikan pelayanan ground handling, tidak akan terganggu selama masa pembekuan. Namun Lion Air, sebaliknya. Tidak bisa menerima sanksi tersebut, alias menolak.

Perusahaan yang dimiliki oleh Rusdi Kirana, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, ini mengirim surat keberatan ke Dirjen Perhubungan Udara.

Tak cuma itu, manajemen Lion Air juga melaporkan Dirjen Perhubungan Udara Suprasetyo, ke polisi dengan dugaan penyalahgunaan wewenang. Manajemen meminta Suprasetyo sebelum menjatuhkan sanksi, semestinya terlebih dahulu memberikan teguran. Lion Air bahkan nekat tetap melakukan penanganan pelayanan penumpang dan bagasi sendiri.

Perlawanan Lion Air terhadap sanksi otoritas penerbangan ini, terkesan berlebihan. Manajemen Lion Air seolah ingin menggiring kesalahan operasional perusahaan menjadi sebuah pertarungan pengaruh politik.

Sudah selayakanya Kementerian Perhubungan menolak keberatan Lion Air ini. Tidak pada tempatnya, pemerintah tunduk dan mau diatur oleh perusahaan. Sanksi kepada perusahaan penyelenggara penerbangan apa pun jenamanya, dan siapa pun pemiliknya, harus tetap ditegakkan.

Sanksi pembekuan izin tersebut sesungguhnya hanyalah hukuman kecil agar kesalahan seperti itu tidak terulang lagi.

Malah seharusnya Kementerian Perhubungan menjatuhkan sanksi yang lebih keras. Sesuai Pasal 48 Peraturan Menteri Pehubungan No.56/2015 tentang Kegiatan Pengusahaan di Bandar Udara.

Peraturan itu memberikan kewenangan kepada otoritas penerbangan untuk mencabut izin kegiatan pelayanan penumpang dan bagasi tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan. Ini terjadi bila kesalahan yang dilakukan membahayakan keamanan negara.

Nah lolosnya 16 penumpang penerbangan internasional Lion Air dari pemeriksaan keimigrasian, cukup memenuhi unsur membahayakan keselamatan negara.


Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...round-handling

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
18.3K
12
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread739Anggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.