Aktivis lingkungan mengkampanyekan pengurangan penggunaan kantong plastik di pusat perbelanjaan Super Indo, Tangerang, Banten, April 2014.


Pemerintah menetapkan ujicoba diet kantong plastik, lewat surat edaran nomor S. 1230/PSLB3-PS/2016 yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Maklum, Indonesia sudah darurat tas plastik.

Menurut riset yang dilakukan Greeneration Indonesia dan KLHK ada sekitar 32 ribu toko anggota Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO) yang berpotensi mengedarkan kantong plastik sebanyak antara 9,6 juta lembar hingga 11,68 juta lembar per hari.

Ujicoba itu digelar sejak 21 Februari 2016 hingga 31 Mei 2016, di 23 kota di Indonesia. Namun sebelum Mei berakhir, KLHK sudah mengantongi hasilnya.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya, KLHK Tuti Hendrawati Mintarsih menyatakan, jumlah penggunaan tas plastik di toko-toko ritel 23 kota yang diuji berkurang dibanding sebelum diluncurkan ujicoba itu. "(Besarnya) 25 persen sampai 80 persen," ujar Hendrawati, Kamis pekan lalu seperti ditulis Kompas.com.

Pengurangan terbanyak ada di Banjarmasin, Kalimantan Selatan turun sampai 80 persen. Sedangkan yang terendah ada di Kendari, Sulawesi Tenggara. Menurut Tuti, keberhasilan Banjarmasin tak lepas dari peran pemerintah daerah setempat.

Menurut Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan Direktorat Pengelola Sampah Ditjen PSLB3 KLHK Ujang Solihin Sidik, di Banjarmasin pemerintah setempat sigap berkoordinasi dengan komunitas. "Tidak segan-segan, banyak masyarakat yang dilibatkan langsung," ujarnya. Dia pun berharap kesadaran dan inisiatif serupa bisa tumbuh di kota-kota lain.

Bahkan, kata Ujang, wali kota Banjarmasin sudah memberlakukan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai. "Sebagai gantinya, masyarakat diwajibkan memakai tas khas Banjarmasin, yaitu (tas) bakul purun," ujar dia.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan Hamdi menilai, program pengurangan bahan-bahan berasal dari plastik di kota ini cukup berhasil. Berdasar data-data yang ia kantongi dari ritel, toko serba ada, dan mini market, pengurangan penggunaan tas plastik cukup bervariasi, antara 40 persen hingga 80 persen. Menurutnya, keberhasilan ini berkat penyuluhan dan pemyebaran informasi di media massa.

Sebagai ganti tas plastik, semua ritel maupun mini market diwajibkan menyediakan kantong dari nonplastik, seperti dari anyaman purun, tas kain, atau tas terbuat dari kain parasut, yang limbahnya mudah terurai. Ia mengharapkan adanya program pengurangan bahan plastik tersebut harus memanfaatkan peluang menghidupkan Usaha Kecil Menengah (UKM).

Menurut dia, banyak potensi lokal yang bisa dimanfaatkan sebagai pengganti kantongan plastik baik yang digunakan di super market atau di pasar tradisional. Ia mencontohkan di Banjarmasin masih terdapat wadah yang disebut bakul terbuat dari purun, pandan, rotan, bambu, dan sejenisnya yang bisa digunakan sebagai pengganti tas plastik.

"Seperti wadah yang disebut Jintingan, butah, yang juga bahannya berasal dari tanaman yang mudah terurai jika nanti menjadi sampah," tuturnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Banjarmasin, Esya Zain, mengaku sudah ada beberapa Usaha Kecil Menengah yang menggarap tas bakul purun. Kebijakan pemerintah yang tak menggratiskan lagi tas plastik ini membuat pihaknya akan lebih mendorong motivasi para pengrajin.

"Selama ini kendala yang kerap ditemui adalah pemasaran dan finishing produk," katanya seperti dikutip dari Banjarmasin Post.

Kelak, Pemda Banjarmasin akan mendorong retail untuk mau memajang produk mereka, sebab mulai Juni direncanakan tidak boleh sama sekali ada tas plastik kresek di ritel.


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...a-masa-ujicoba

---