Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Venezuela menuju titik nadir
Venezuela menuju titik nadir
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, saat menghadapi para demonstran di Caracas pada 14 Mei silam.
Menurut data OPEC pada 2014, Venezuela menjadi negara dengan cadangan terbesar dunia dalam hal minyak bumi terbukti. Arab Saudi dan Iran berturut-turut ada di bawahnya. Ketiganya seakan menopang supremasi OPEC--Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi--sebagai penyumbang lebih dari 80 persen cadangan minyak terbukti global.

Namun, tidak seperti Arab Saudi dan Iran yang saling berebut pengaruh di kawasannya, Venezuela tampil melempem. Pasalnya, negeri pimpinan Nicolas Maduro itu gagal memberikan jaminan investasi dan menghadirkan orang-orang mumpuni untuk menyingkap potensi emas hitamnya.

Terlebih, penurunan tajam harga minyak internasional dalam dua tahun belakangan kian menyurukkan perekonomian setempat.

Kondisi rombeng tecermin dari semakin minimnya akses warga terhadap kebutuhan mendasar hidup seperti pangan dan layanan kesehatan. Listrik jadi barang langka. Dilansir CNN, aliran setrum mampet karena penyalur daya berbasis tenaga air terganggu kemarau serius. Tingginya tingkat inflasi--mencapai lebih dari 180 persen --berujung terpangkasnya nilai gaji. Kejahatan merebak.

Pada Jumat pekan lalu (13/5), Presiden Maduro memberlakukan keadaan darurat selama 60 hari. Dalam hematnya, langkah itu diambil sebagai antisipasi atas dugaan bahwa kubu oposisi setempat dan Amerika Serikat bakal menggulingkan kekuasaannya.

"(Pemerintah Amerika Serikat) bergerak atas permintaan kubu (sayap) kanan fasis Venezuela yang terdorong oleh kudeta di Brasil," ujarnya dikutip The Guardian.

Untuk memberikan sedikit gambaran mengenai perekonomian Venezuela yang tersungkur, laman The Atlantic menyiarkan tulisan yang menyinggung kasus seorang pengusaha kertas pembersih/pengering (toilet paper) yang terancam dipenjara karena urusan penyediaan kertas termaksud di pabriknya.

Syahdan, tunas masalah berawal tahun lalu ketika serikat buruh pabriknya menuntut ketersediaan kertas pembersih/pengering di toilet pabrik. Masalahnya, ungkap The Atlantic, di tengah pasokan pelbagai produk yang semakin tersendat, menemukan segulung saja kertas jenis itu di Venezuela teramat pelik. Problemnya, sang pengusaha mesti mencari stok untuk ratusan pekerjanya.

Masalah lain muncul setelah tisu berhasil didapatkan: para buruh membawa tisu-tisu di kamar mandi ke rumah masing-masing. Bagi si pengusaha, problem lain menyembul. Toilet yang alpa kertas pembersih/pengering menjerumuskannya sebagai pihak yang melanggar kesepakatan dengan para pekerja. Pabriknya terancam aksi mogok. Ancaman lain, pemerintah menyita tempat usahanya.

Terjepit dalam situasi ganjil itu, sang pengusaha berpaling ke pasar gelap. Ada pemasok yang bisa memenuhi kebutuhannya selama beberapa bulan. Harga memang miring, tapi risiko yang dihadapi bikin pening.

Kesialan pengusaha itu datang lebih cepat. Tidak lama pasokan gelap datang, polisi rahasia menggeruduk. Saat menyita tisu, mereka mengklaim telah membongkar praktik penumpukan barang yang dibeking Amerika Serikat. Ini sejalan dengan pandangan pemerintah bahwa praktik semacam itu memicu kelangkaan barang di dalam negeri.

Dalam urusan dengan kehidupan publik, satu yang dicatat dengan tegas berkaitan dengan sektor kesehatan. Masyarakat sulit mendapatkan obat-obatan. Di rumah sakit, bayi-bayi mati. Listrik yang acap padam membuat respirator tidak berfungsi. Dilansir The New York Times, upaya menyelamatkan para bayi adalah dengan memompa udara secara manual selama berjam-jam. Ketika malam tiba, nafas bayi-bayi itu pun terhenti.

Di ruang operasi, air yang ada tidak cukup untuk membasuh darah di meja bedah. Para dokter pun mesti membersihkan tangan dengan air botolan sebelum melaksanakan tugas.

"Ini terasa seperti abad ke-19," ujar seorang dokter bedah dikutip The New York Times.
Menurut laman itu, tingkat kematian bayi berusia di bawah setahun naik seratus kali lipat di rumah sakit pemerintah. Pada 2012, angkanya 0,02 persen. Tahun lalu, persentase itu menjadi dua persen. Selain itu, tingkat kematian ibu baru di rumah sakit pelat merah meningkat nyaris lima kali lipat pada periode yang sama.
The Atlantic menulis penyebab terpokok kemelorotan ini adalah salah urus, rusaknya kelembagaan negara, buruknya pengambilan kebijakan, dan korupsi.


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...ju-titik-nadir

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.1K
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread740Anggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.