abang.cendolsAvatar border
TS
abang.cendols
TRAGEDI YUYUN DAN SEBOTOL BIR AHOAX
www.dakwahmedia.net - Yuyun meninggal di bawah jilatan kebejatan 14 pemuda yang menenggak miras. Dan seperti yang kebanyakan orang lakukan, saya berduka, larut dalam kesedihan. Namun kiranya membenamkan diri hanya sebatas slogan ‘Nyala untuk Yuyun’ bukan jawaban yang menyelesaikan. Di luar sana ada banyak Yuyun-yuyun yang lain yang bersembunyi dan siap meledakan tangis manakala waktu telah matang. Tragedi kemanusiaan akibat mabuk memang tidak ada habisnya dan menjadi salah satu pintu yang paling lebar dari segala tindak kriminal.

Namun ingatkah? tempo lalu saat headline berita mampat oleh ucapan Ahok yang berucap, “memang salahnya bir dimana? Ada enggak orang yang mati karena minum bir?” batin saya terguncang dan gregetan, saya ingin melempar tumpukan pemberitaan Yuyun pada pak Ahok seraya berucap lirih, “Pak, Yuyun mati di tangan pemuda teler, Sudah cukup pak! Cukup!!”.

Saya yakin di kubu lain akan banyak suara nyaring dan statement-statement bullshit semisal: Secara analitis untuk mengkambinghitamkan bir perlu ditimbang kadar alkohol yang mampu membuat mabuk dan blah..blah..blah.., Namun secara rasional saya ingin bertanya balik, adakah jaminan orang yang menenggak bir tidak akan mabuk?.

Rasa-rasanya dalam waktu mendesak ini kita perlu mengecek bahwa otak kita baik-baik saja. Pasalnya logika seperti apa yang dipakai tatkala salah satu kubu berjibaku untuk menghentikan miras, sementara pak Ahok dengan santai menjawab bahwa bir bukan termasuk miras, bahwa bir obat kencing, bahwa bir positif, halal, silahkan anda bertamu akan saya jamu, bir apa yang anda suka?. Logika apa yang dipakai saat salah satu kementrian besar-besaran kampanye pelarangan miras, sementara Pemprov DKI Jakarta mempunyai saham 26,25 persen di PT Delta, salah satu perusahaan pemegang lisensi produksi dan distribusi beberapa merek bir internasional, seperti Anker Bir, Carlsberg, San Miguel, dan Stout. Dan silahkan kita cek bersama tentang angka kriminalitas yang terjadi di Indonesia lebih dari 60 persen disebabkan karena pengaruh alkohol. Apakah bir beralkohol?.Bagi orang normal, setidaknya perbincangan bir di ranah publik seharusnya disembunyikan sedalam-dalamnya. Bukan karena apa-apa, efek yang ditimbulkan amatlah besar!. Saya tidak perduli jika Ahok setiap hari teler dan bangga minum bir. Sekali lagi, saya tidak peduli! Toh keyakinan kita berbeda dalam memandang halal haram. Tapi amat tidak elok bersungut dihadapan publik dengan corong-corong media besar untuk mengkampanyekan bir hanya karena suka minum bir. Tragedi Yuyun bukan tragedi main-main!.

Maka dari itu mari kita berbenah dan berpikir ulang bahwa Yuyun bukan korban pertama dan terakhir. Jauh sebelum itu sudah banyak korban tindak kriminal yang disebabkan mabuk, dan di depan akan muncul Yuyun baru jika miras dan pengaruh alkohol apapun bentuknya tidak segera kita tindak. Khusus untuk pak Ahok, tolong hentikan banyak gaya di depan kamera jika hanya untuk kampanye bir, tarik pula semua saham di PT Delta jika hanya digunakan untuk membuat bangsa ini teler. Jika bapak tidak terima dan marah-marah, saya mengira gaya tempramental bapak juga sedikit banyak dipengaruhi alkohol. Bapak tahu? saat zat psikoaktif dalam bir membuat sel saraf terganggu dan menyebabkan anosognosia yang dalam bahasa kita membuat orang lepas kontrol. Jadi hentikanlah, ini ntuk kepentingan bapak, apalagi mendekati masa kampanye.


MENENGOK RELASI MIRAS DAN PEMERKOSAAN
REPUBLIKA.CO.ID, -- Peristiwa biadab yang menewaskan Yuyun, seorang pelajar SMP di Bengkulu, bulan lalu sepertinya membuat netizen sepakat bahwa rudapaksaan adalah fenomena jahat yang pelan-pelan jadi marak dan tak bisa lagi didiamkan. Yang orang belum sepenunya sepakat, apa yang jadi penyebab dan pemicu kasus-kasus demikian? Apa harus dilakukan untuk mencegahnya terulang kembali?

Sebagian melihat ini adalah warisan budaya patriarkis Indonesia, gambaran bahwa perempuan masih jadi objek yang dianggap lemah. Lainnya melihat bahwa konsumsi miras punya peran tak kecil mengingat para pemerkosa Yuyun memang mabuk tuak lebih dulu. Rerupa jalan, mulai dari penguatan hukuman untuk pemerkosa, gerakan penyadaran kesetaraan jender, hingga regulasi antimiras diusulkan.

Mana yang kiranya bakal efektif? Mari kita tengok data dan faktanya.

Pada 2015, Washington Post dan Kaiser Family Foundation mengadakan survei terkait pelecehan seksual dan rudapaksaan di 500 kampus di Amerika Serikat. Dari survei itu, mereka menemukan 1.057 responden yang berani bicara. Dari jumlah itu, sebanyak 62 persen mengatakan mereka mengkonsumsi alkohol sebelum insiden pelecehan seksual maupun rudapaksaan terjadi.

Sementara Antonia Abbey dari Wayne State University merangkum sejumlah penelitian dari berbagai lembaga di AS yang menunjukkan bahwa setidaknya 50 persen kekerasan seksual di kampus-kampus AS dapat diasosiasikan dengan konsumsi alkohol. Secara lebih terperinci, survei menunjukkan bahwa 74 persen pelaku dan 55 persen korban dalam pengaruh alkohol saat kejadian berlangsung. Penelitian lain dari National College Women Sexual Victimization mencatat, 43 persen korban dan 69 persen pelaku dalam kasus kekerasan seksual mengkonsumsi alkohol.

Penelitian George Washington University dan Fakultas Psikologi Washington University dan Indiana University menunjukkan bahwa alkohol punya peran mendorong peningkatan agresifitas seksual pelaku. Semakin banyak jumlah alkohol dikonsumsi, semakin tinggi potensi pelaku berbuat kasar. Namun, penelitian tersebut juga menemukan bahwa alkohol tak selalu jadi pemicu. Ia juga jadi fasilitas bagi niat-niat melakukan kekerasan seksual sebelum kejadian berlangsung.

Korelasi lainnya, pelaku menilai korban yang mabuk jadi lebih lemah dan lebih permisif sehingga mendorong pelaku melakukan kekerasan seksual. Artinya, alkohol tak hanya bisa memicu pelaku, tapi juga menempatkan korban pada posisi yang lebih lemah.

Bagaimanapun, menempatkan alkohol sebagai satu-satunya sebab munculnya kekerasan tentu tak cerdas juga. Tapi menegasikan alkohol sebagai salah satu faktor pemicu saya rasa kurang bijak.

rudapaksaan memang lahir bukan hanya dari hasrat, tapi bisa juga persepsi yang lazim di masyarakat soal posisi lemah perempuan dan keadidayaan lelaki. Apakah kemudian hanya jalan penyetaraan gender saja yang bisa menghentikan kasus rudapaksaan?

Untuk menilai hal itu, mari menengok ke Swedia. Negara tersebut sejak lama memprioritaskan agenda kesetaraan jender. Ia dijura sebagai kampiunnya kesetaraan publik di Eropa melalui rerupa produk-produk legislasi. Namun, menurut pencatatan Departemen Obat-obatan dan Kriminal PBB (UNODC), tingkat pemerkosaan di Swedia sebanyak 66,5 kasus banding 100 ribu warga pada 2012 silam.

Jumlah itu yang tertinggi di dunia. Gambarannya, pada tahun itu, UNODC mencatat 0,7 kasus per 100 ribu warga di Indonesia. Yang harus dicermati dari laporan PBB itu, tak seluruh negara mencatatkan laporan pemerkosaan.

Tak seluruh korban negara di negara-negara dengan nilai-nilai patriarkis yang kental juga berani melapor. Bisa jadi laporan di Swedia tinggi karena perempuan di negara tersebut lebih banyak yang berani melapor ke polisi.

Selain itu, negara-negara yang secara total melarang alkohol, menurut catatan UNDOC, belum sepenuhnya bebas dari kasus rudapaksaan. Brunei Darussalam misalnya, tingkat kasus rudapaksaannya pada 2006 sempat lebih tinggi dari Indonesia dengan angka 7,5 kasus per 100.000 warga. Bangladesh juga pernah mencetak skor 8,1 kasus per 100 ribu warga pada 2006.

Bagaimana dengan pengenaan hukuman yang lebih keras terhadap pemerkosa? Belanda memiliki salah satu hukum paling ketat terkait rudapaksaan. Meski begitu dalam daftar UNDOC, negara tersebut mencatatkan 8,9 kasus per 100 ribu warga pada 2012 lalu. Di Hong Kong merunut hukum Cina, pemerkosa bisa dikenai hukuman mati. Kendati demikian, tingkat pemerkosaan pada 2012 meningkat dari dua tahun sebelumnya dengan angka 1,7 kasus per 100 ribu warga.

Data-data di atas, menurut saya, mengindikasikan bahwa pencegahan dan pemberantasan kekerasan seksual dan rudapaksaan tak bisa jadi aksi parsial. Ia butuh banyak pihak untuk bekerjasama dan bergerak dengan langkah yang dianggap masing-masing bakal efektif melindungi perempuan dari kekerasan mengerikan tersebut.

Ikhtiar untuk menanamkan kesadaran dan penghormatan atas hak-hak perempuan, sebagaimanapun pentingnya, memerlukan waktu. Dalam jeda tersebut, penerapan hukuman yang lebih keras bisa diterapkan agar pelaku bisa berpikir panjang sebelum melakukan kejahatan. Nah, untuk pelaku berpikir panjang dan dengan akal sehat, pikirannya harus jernih dari pengaruh substansi-substansi yang melemahkan kesadaran macam alkohol.

Selain itu, penerapan hukuman yang tegas bakal terganjal bila pelaku, seperti dalam kasus di Bengkulu, adalah anak-anak atau remaja di bawah umur. Evaluasi sistem pendidikan dan pengawasan agar anak-anak dan remaja tak bisa leluasa mengkonsumsi alkohol kemudian juga jadi penting.

Saya tegaskan, hanya dengan gerak bersama masing-masing pejuang, kekerasan terhadap perempuan bisa diminimalkan. Yang dialami Yuyun harus jadi penyatu, alih-alih jadi dalih pembeda agenda masing-masing. []
Diubah oleh abang.cendols 06-05-2016 07:46
0
5.4K
85
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.2KThread40.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.