Selamat Siang Gan... setelah gue buat thread soal mempertanyakan hero atau tidaknya Bu Susi dan jadi hot thread gue untuk pertama kali eaa, sekarang gue mau bahas pahlawan Buruh Gan, gue awalnya debat sama temen-temen kantor, soal gaji dan pendapatan perusahaan, kita saling itung kemungkinan kemungkinan perusahaan bisa naikan gaji berapa ea ane maunya sih 30 % hehhehe.
Nah ane surfing-surfing dah tuh soal buruh kenaikan nya kayak gimana berhubung hari buruh nasional kemarin itu kurang WOW ga kayak dulu gitu, eh gue ketemu key Marsinah pahlawan buruh di google, temen gue ampe bilang itu "Marsinah yang mana? Marsinah yang ratu ekstasi bukan?" jee... ane bilang bukan, nah mendadak kepo gue, gue coba telusuri beritanya.
kasihan bener nasib Marsinah yang udah memperjuangkan hak-hak buruh dilain sisi kasusnya ga pernah beres sudah tahun 2016 GILA!! ga manusiawi banget jaman dulu ternyata oknum aparatnya , mana yang katanya slogan "Pie Kabare penak jaman ku toh?" seeetan tuh yang masih percaya bahwa enak jamannya order baru, jaman dulu perusahaan-perusahaan atau Bos-Bos itu bener-bener punya kekuasaan penuh entah itu dari ognum polisi, ABRI dan sebagainya bisa di beli oleh mereka, belum lagi anak2 pejabat, keluarga pejabatnye, pejabat itu sendiri laga nya kayak Indonesia itu punya mereka, sedangkan rakyat kecil dan biasa saat itu hanya bisa diam dan manut saja entah itu ada penculikan atau penindasan dari oknum aparat negara.
Marsinah untuk jaman-jaman maju sekarang banyak yang tidak tahu, termasuk gue gila abis gue sampai kesel kok kenapa gue sampai ga tahu sosok pahlawan Ibu Marsinah ini, kalau ga debat sama temen gue soal kenaikan gaji gue mungkin masih ga kenal siapa itu Marsinah.
ternyata sebelumnya sudah banyak yang mencoba membuat film-film atau teater monolog untuk mengenang pahlawan yang satu ini. Pada 26 November 1997 malam, pentas drama monolog Marsinah Menggugat oleh Ratna Sarumpaet dan Teater Satu Merah Panggung di gedung Cak Durasim Taman Budaya Jawa Timur (TBJ), Jl. Gentengkali, Surabaya, dilarang pihak kepolisian. Kan kayak asu ni udah tau sosok ini adalah pahlawan diantara pahlawan Indonesia, benar-benar berjuang untuk rakyat walau pada saat itu berjuang untuk rekan-rekannya agar gaji naik dan kesejahteraannya di perhatikan, agan-agan tahu kan jaman order baru ngeri nya kayak gimana kalau demontrasi dan menjadi orator didepan massa? nasibnya kalau ga di culik ga ada berita sampai kapan pun atau nasibnya ya ditemukan tewas.
Asli yng berani tegak dan lantang menyuarakan hak nya pada tahun order baru 1993 gue kira sih mantab tuh orang punya mental baja dan hati besar.
Merdeka.com - Marsinah, buruh wanita dibunuh tahun 1993. Dia tewas mengenaskan dengan kemaluan ditembak.
Marsinah memimpin aksi pekerja PT Catur Putra Surya untuk mendapatkan kenaikan gaji dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari.
Hal ini sesuai dengan instruksi Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok.
Namun aksi itu membuat perusahaan panas. Gaji memang naik, namun akhirnya Marsinah dan teman temannya harus berurusan dengan aparat Kodim.
Rekan Marsinah, Uus (43), membeberkan hilangnya Marsinah hingga ditemukan tewas. Kejadiannya bermula saat Kodim memanggil 10 orang buruh PT CPS yang aktif berdemo. Marsinah yang mendengar hal itu segera menyusul teman-temannya ke Kodim.
"Saat kami datang ke kantor Kodim, ternyata ada teman kami yang disiksa," tutur Uus saat berbincang dengan merdeka.com, Sabtu (30/4).
"Kamu tidak usah demo lagi, kamu harus keluar dari pabrik tidak usah bekerja. Kamu tahu siapa yang ada di dalam itu. Dengar suaranya, dia itu sekarang disiksa. Kalau tidak mau, kalian semua nasibnya itu seperti yang ada di dalam," kata Uus menirukan salah satu aparat Kodim waktu itu.
Mendengar jeritan siksaan dari teman seperjuangan, Marsinah tidak gentar. Meski mendapatkan ancaman, akan diculik dan disiksa Marsinah terus melakukan pertemuan dan mendampingi teman-temannya.
Tapi menurut Uus sebenarnya para buruh pun sudah puas dengan keputusan perusahaan yang menaikan gaji. Bahkan Marsinah meminta teman-temannya giat bekerja karena perjuangan sudah selesai.
"Wes yo rek, perjuangane awak dewe wes mari. Upahe awak dewe wes diundakno. Saiki, aku titip. Ayo kerjo sing temen, gawe masa depane awak dewe sesuk (Sudah iya rek, perjuangan kita semua sudah selesai. Upah kita sudah dinaikan. Sekarang, saya titip. Ayo kerja yang benar, buat masa depan kita)," kata Uus menirukan perkataan Marsinah.
Dari pertemuan yang dilakukan di salah satu tempat kos dekat gapura Siring Kuning, Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Marsinah dan tim buruh lainnya membubarkan diri.
"Sekitar pukul 10 malam (22.00 WIB), kita selesai pertemuan. Mbak Marsinah saat itu pamit makan ke seberang Jalan Raya Porong. Sedangkan kami, kembali ke kos masing-masing di Desa Siring," ujar dia.
Dari perpisahan itu, ternyata itu pertemuan Uus dan buruh lainnya dengan Marsinah, yang terakhir. Sebab, mereka semuanya selama tiga hari mengira, kalau Marsinah pergi untuk pulang ke kampung halamannya di Nganjuk. Bahkan, buruh juga mendatangi kantor Kodim setempat, untuk mencari keberadaan Marsinah selama tiga hari.
"Setelah tiga hari kami mencari keberadaan mbak Marsinah. Baru pagi hari (8 Mei 1993), kami mendapat kabar, mbak Marsinah ditemukan dalam keadaan meninggal penuh luka di hutan Dusun Jegong, Desa Wilangan, Nganjuk," kata Uus yang sudah tampak lemas.
Mendengar kabar itu, Uus dan seluruh karyawan pabrik seolah tidak percaya. Mereka hanya bisa menangis dan larut dalam kesedihan. Hingga pagi harinya (9 Mei 1993), Uus dan sejumlah rekannya memutuskan untuk melayat sekaligus memastikan kebenaran kabar tersebut ke rumah Marsinah di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
"Setelah mendapat kabar, beberapa teman kami, datang kesana untuk melayat dan melihat apakah itu memang Mbak Marsinah teman buruh kami? Ternyata saat didatangi, memang benar," cerita Uus.
Kematian Marsinah berbuntut panjang. Aparat membentuk Tim Terpadu kemudian menciduk 8 orang petinggi PT CPS. Penangkapan ini dinilai menyalahi prosedur hukum. Tak ada yang tahu kalau mereka dibawa ke markas TNI.
Mereka disiksa untuk mengaku telah membuat skenario membunuh Marsinah. Pemilik pabrik PT CPS Yudi Susanto ikut dicokok.
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah.
Menurut penyidikan polisi, Marsinah dijemput oleh pegawai PT CPS bernama Suprapto, lalu dihabisi Suwono, Satpam PT CPS setelah disekap tiga hari.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun. Mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas.
Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak. Muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah direkayasa.
Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Setelah 23 tahun sulit sekali mengungkap kasus ini. Saat mendatangi Kodim Sidoarjo, tak ada lagi yang mau bicara.
"Mereka sudah tak ada lagi di sini. Sudah pensiun," kata seorang anggota Kodim pada merdeka.com.
Sementara itu KontraS tak henti-hentinya meminta Komnas HAM membuka ulang kasus ini. Presiden Gus Dur dan Megawati sudah meminta kasus Marsinah diungkap total.
Hingga hari ini KontraS menyebut kematian Marsinah masih menjadi teka teki.
sumber :
Merdeka
History Marsinah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ini adalah versi yang telah diperiksa dari halaman initampilkan/sembunyikan detail
Untuk film tahun 2001 mengenai kasus Marsinah, lihat Marsinah (film).
Marsinah, seorang Pejuang HAM dan Penggerak Buruh Indonesia
Marsinah (lahir di Nglundo, 10 April 1969 – meninggal 8 Mei 1993 pada umur 24 tahun) adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di dusun Jegong, desa Wilangan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.
Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama.
Kasus ini menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO), dikenal sebagai kasus 1773.[1]
Latar belakang
Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp1700 menjadi Rp2250.
Garis waktu
Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Surya yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggulangin, Sidoarjo.
3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.
4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250. Tunjangan tetap Rp550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.
Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Proses penyelidikan
Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".
Komite solidaritas
Tahun 1993, dibentuk Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM). KSUM adalah komite yang didirikan oleh 10 LSM. KSUM merupakan lembaga yang ditujukan khusus untuk mengadvokasi dan investigasi kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah oleh Aparat Militer. KSUM melakukan berbagai aktivitas untuk mendorong perubahan and menghentikan intervensi militer dalam penyelesaian perselisihan perburuhan. Munir menjadi salah seorang pengacara buruh PT. CPS melawan Kodam V/Brawijaya, Depnaker Sidoarjo dan PT. CPS Porong atas pemutus hubungan kerja sepihak yang dilakukan oleh aparat kodim sidoarjo terhadap 22 buruh PT. CPS Porong yang dianggap sebagai dalang unjuk rasa.
Film dan lagu
Kisah Marsinah ini kemudian diangkat menjadi sebuah film oleh Slamet Rahardjo, dengan judul "Marsinah (Cry Justice)" (imdb.com). Film berbiaya sekitar Rp4 miliar itu sempat menimbulkan kontroversi. Salah satu penyebabnya adalah munculnya permintaan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea yang meminta pemutaran film itu ditunda.
Seniman Surabaya dengan koordinasi penyanyi keroncong senior Mus Mulyadi meluncurkan album musik dengan judul Marsinah. Lagu ini diciptakan oleh komponis MasGat untuk mengenang jasa-jasa Marsinah.
Sebuah band beraliran anarko-punk yang berasal dari Jakarta bernama Marjinal, menciptakan sebuah lagu berjudul Marsinah, yang didedikasikan khusus untuk perjuangan Marsinah. Lagu ini dibawakan sekaligus dalam 2 albumnya, yaitu album termarjinalkan dan album terbaru mereka bertajuk predator, masing-masing dalam versi yang berbeda.
Pentas drama monolog Marsinah Menggugat
Pada 26 November 1997 malam, pentas drama monolog Marsinah Menggugat oleh Ratna Sarumpaet dan Teater Satu Merah Panggung di gedung Cak Durasim Taman Budaya Jawa Timur (TBJ), Jl. Gentengkali, Surabaya, dilarang pihak kepolisian. Sebelumnya pentas sudah dilakukan di tujuh kota, terakhir dua hari sebelumnya pentas tersebut sukses di Malang. Pentas ini digelar oleh panitia pertunjukan dari Korp Puteri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Kopri PMII).
Sebelumnya pihak panitia melayangkan surat pemberitahuan ke Polda Jatim pada 12 November 1997. Menurut Petunjuk Pelaksanaan (juklak) POLRI yang dikeluarkan oleh KAPOLRI, pertunjukan kebudayaan semacam teater atau drama, tidak memerlukan izin, hanya pemberitahuan. Surat izin pemakaian gedung juga sudah dikeluarkan Taman Budaya Jatim tertanggal 20 November 1997.
Pukul 15.00 WIB, pihak panitia diminta menemui langsung Kasat IPP di Polwiltabes.
Pukul 16.00, pintu ditutup aparat dan dijaga ketat. Mereka yang datang untuk menonton Marsinah Menggugat, dilarang masuk.
Sekitar pukul 19.00, para peonton sudah berdatangan. Mereka bergerombol di depan pintu masuk ditutup dan dijaga beberapa petugas. Sementara Ratna Sarumpaet dengan beberapa panitia tetap bertahan di panggung pertunjukan. Ia bersikeras tetap di tempat itu sampai jadwal sewa gedung untuk pertunjukan selesai, pukul 23.00 WIB.
Pukul 19.20 Ketua PMII Jawa Timur dan Ketua Panitia Kegiatan dengan didampingi beberapa aktivis FKMS bernegosiasi dengan aparat untuk meminta izin masuk, tetapi gagal.
Sekitar pukul 20.00, Ratna meminta maaf kepada penonton yang datang bergerombol di depan pintu. Ratna dengan memanjat pagar, mengucapkan maafnya dan kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sekitar pukul 21.00, penonton yang tidak bergeming, mulai dihalau petugas. Pengamanan pintu TBJ ditambah dengan puluhan Polisi Unit Reaksi Cepat (URC) Polwiltabes, Satuan Perintis Polresta Surabaya, Brimob, dan beberapa aparat dari KODAM V Brawijaya serta sejumlah besar satuan intelejen.
Setelah penonton pulang, sekitar pukul 23.00, Ratna bersama panitia keluar dan terus dikawal petugas.[2]
Sumber : wikipedia
Begitulah Gan. jadi gue bisa bilang MARSINAH IS THE REAL HERO to me, Bu Susi mah ga ada apa-apanya dibangding beliau hehehehe.... tapi soal sosok Hero ente-ente juga yang menentukan Gan bukan ane, tapi mohon kita sama-sama ingat siapa sosok Marsinah ini. Rango Galeries akan tetap memantau ketidak adilan, politik busj dan sebaginya tentang kita, anda, saya dan semua. Eaa