Seorang anak belajar dengan menggunakan penerangan lilin saat terjadinya pemadaman listrik di Babakan Lio, Balumbang Jaya, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (11/4/2016). Pemadaman listrik yang dilakukan PLN dan berlangsung hingga lebih dari 12 jam tersebut akibat gangguan transmisi 150 KV Gardu Induk (GI) Sentul dan GI Bogor Baru sehingga sebagian wilayah di Kota dan Kabupaten Bogor mengalami pemadaman.
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah merampungkan verifikasi data pelanggan listrik rumah tangga golongan 900 VA, pada 17 Maret 2016. Hasilnya, hanya 3,97 juta dari 22,7 juta pelanggan listrik 900 VA yang layak mendapatkan subsidi.

Dari temuan yang diperoleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bersama PLN tersebut, pemerintah berencana mencabut subsidi listrik secara bertahap bagi 18,7 juta pelanggan golongan VA yang ternyata masuk dalam golongan mampu.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jarman, mengakui pencabutan subsidi bakal berujung pada kenaikan tarif listrik. Oleh karenanya, kenaikan akan dilakukan secara bertahap sebanyak empat kali sebesar 23 persen.

Menurut Jarman, seperti dalam Liputan6.com, metode kenaikan seperti itu sebelumnya sudah dilakukan ketika pemerintah mencabut subsidi 12 golongan pelanggan pada 2014. Metode tersebut merupakan hasil kajian dari beberapa pihak dan telah terbukti berhasil.

Pemerintah pun akan memilih pemberlakuan kenaikan ditetapkan saat tarif tidak tinggi. Langkah ini agar tidak memberatkan masyarakat dan untuk menghindari dampak secara ekonomi.

"Tahapan ini kami lakukan agar tidak menimbulkan inflasi secara dadakan. Karena perbedaan tarif subsidi dan keekonomian besar," kata Jarman.

Adapun skema yang akan dilakukan adalah: tahap pertama pada pertengahan tahun ini, tarif pelanggan golongan 900 VA akan dinakkan 23 persen menjadi Rp722 per kWh dari sebelumnya sebesar Rp586 per kWh atau rata-rata menajdi Rp91.000 per bulan.

Selang dua bulan berikutnya, atau pada Agustus 2016 tarif yang sebelumnya sudah naik akan kembali merangkak ke harga Rp890 per kWh atau rata-rata Rp112.000 per bulan.

Begitu juga di tahap ketiga, subsidi kembali dipangkas sebesar Rp207 per kWh, sehingga tarif listrik naik menjadi Rp1.097 per kWh atau rata-rata Rp138.000 per bulan. Dan pada akhir tahun, subsidi dipotong Rp255 per kWh sehingga tarifnya menjadi Rp1.352 per kWh atau rata-rata Rp170.000 per bulan.

Namun demikian, pelaksanan pencabutan subsidi ini bisa mundur dari jadwal semula. Menteri ESDM, Sudirman Said, menjelaskan bahwa pencabutan subsidi harus melalui keputusan yang keluar dari sidang kabinet bersama dengan Presiden.

Namun, hingga saat ini belum ada sidang kabinet yang membahas hal ini sehingga belum ada kesimpulan apakah rencana pencabutan subsidi tetap akan berjalan atau diundur pelaksanaannya.

Sementara itu, dengan adanya pencabutan subsidi ini maka akan turut memperbaiki arus kas PLN. Sebab, PLN mendapatkan pembayaran listrik sepenuhnya langsung dari pelanggan.

Jarman menjelaskan, bila ada subsidi, selisih antara harga keekonomian dengan tarif listrik yang dibayar pelanggan baru akan dibayar oleh pemerintah di akhir tahun. Sedangkan kalau subsidi dicabut, seluruh harga keekonomian listrik langsung dibayar pelanggan, PLN tak perlu menunggu sampai akhir tahun.

Selain itu, penghematan dari subsidi listrik bila tarif listrik untuk 18,7 juta pelanggan dinaikkan juga bisa digunakan untuk memberikan instalasi listrik gratis bagi masyarakat miskin.

"Kita beri juga instalasi listrik gratis untuk masyarakat tidak mampu, sehingga target rasio elektrifikasi 9 persen di 2019 bisa tercapai," pungkasnya.


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...olongan-900-va

---