Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Perang global melawan produk ilegal

DIperlukan edukasi publik tentang roduk farmasi dan makanan palsu
Badan Pengawasan Obat dan Makan (POM), mengamankan produk farmasi bermasalah sebanyak 4.441 jenis bernilai lebih dari Rp49,83 miliar. Itulah hasil Operasi Storm VII yang digelar mulai Februari hingga Maret 2016, di 33 Balai Besar POM se-Indonesia.

Bila diperinci, temuan itu berasal dari obat ilegal termasuk palsu senilai Rp31,65 miliar; obat tradisional ilegal dan mengandung BKO (Bahan Kimia Obat) setara Rp7,98 miliar; serta kosmetika ilegal dan mengandung BB (Bahan Berbahaya) sebesar Rp10,20 miliar.

Menurut Kepala Badan POM, Roy Sparringa, modus pemalsuan jamu, obat dan kosmetika sekarang semakin canggih. Misalnya, obat ilegal termasuk palsu diproduksi secara tersamar di sarana produksi legal, yaitu pabrik yang memiliki izin. Sedang peredarannya antara lain melalui PBF (Pedagang Besar Farmasi) terdaftar tapi tanpa menggunakan dokumen resmi.

Sedang produk kosmetik modusnya pemalsuan. Berasal dari produk kosmetika lokal, lalu dikemas ulang dengan kemasan mirip produk impor, peredarannya melalui jejaring online.

Sementara obat tradisional (OT) alias jamu ilegal dan yang mengandung BKO, diproduksi di pinggiran Jakarta yang jauh dari permukiman penduduk. Produk ini peredarannya di depot jamu.

Dari operasi ini, sebanyak 52 kasus kejahatan farmasi ditindaklanjuti secara pro-justitia. Ancaman hukuman terhadap kejahatan farmasi ini cukup tinggi. Sesuai Pasal 196 dan Pasal 197 UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, hukumannya, pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.

Bukan kali ini saja, Badan POM melakukan operasi obat, obat tradisional dan kosmetik ilegal. Oktober tahun lalu, operasi Storm VI juga mendapati 3.671 jenis obat, obat tradisional dan kosmetik illegal, bernilai Rp20,8 miliar.

Operasi Storm sendiri sesungguhnya adalah operasi tingkat regional. Dikoordinasikan oleh ICPO (International Criminal Police Organization) Interpol untuk memberantas kejahatan farmasi di wilayah Asia. Negara yang ikut berpartisipasi dalam operasi ini antara lain Singapura, Malaysia, China, India, Myanmar, Laos, Pakistan, Vietnam, Thailand, dan Afganistan.

Data ICPO menunjukkan secara global operasi Storm VI 2015, berhasil menyita sekitar 2 ton obat palsu, senilai USD 7 juta. Sebanyak 87 orang ditangkap, sekitar 500 toko obat dan apotek serta 100 toko daring diperiksa.

Awal April lalu Badan POM juga merilis operasi produk makanan ilegal. Melalui operasi Opson V, ditemukan lebih dari 4,55 juta produk pangan ilegal meliputi pangan tanpa izin edar, pangan memakai bahan berbahaya, dan pangan kedaluwarsa.

Sebanyak 998 jenis dengan 455.783 kemasan produk pangan tanpa izin edar diimpor dari Malaysia, Korea, Taiwan, Singapura, Thailand, Turki, Amerika Serikat, Italia, Belanda, Australia, Perancis, Spanyol, dan Cile. Nilai keekonomian produk yang disita sebesar Rp18,28 miliar.

Operasi Opson, adalah operasi global yang dikoordinasikan oleh Interpol-Europol. Tahun ini untuk pertama kalinya Indonesia bergabung dalam operasi Opson, yang diikuti oleh 57 negara. Operasi Opson V secara global berhasil menyita lebih dari 10.000 ton makanan palsu yang berbahaya dan satu juta liter minuman.

Terkait operasi ini menurut laporan situs Europol, ada temuan di Indonesia yang digaris bawahi, yaitu: 70 kilogram usus ayam yang diawetkan dengan formalin. Selain itu, ditemukan pula lebih dari 310.000 produk makanan ilegal yang disembunyikan di balik ubin di sebuah gudang. Produk ini diyakini diselundupkan dari Malaysia melalui jalur laut, menggunakan perahu.

Operasi Storm dan Opson, menunjukkan dunia sudah bergandeng tangan untuk memerangi kejahatan farmasi makanan ilegal. Kedua kejahatan ini sesungguhnya tak semestinya tidak hanya dilihat dari motif ekonomi, yaitu mencari keuntungan besar secara ilegal di satu sisi. Di sisi yang lain ada ancaman yang lebih besar yaitu kesehatan masyarakat pada umumnya.

Produk makanan ilegal misalnya, tak bisa dipertangungjawabkan kandungan isinya. Produsennya pun tidak jelas, sehingga bila terjadi keracunan setelah mengkonsumsi makanan ilegal, masyarakat tidak bisa menuntut siapapun.

Begitu juga produk farmasi palsu. Mengonsumsi makanan dan obat palsu, sama halnya mendekatkan kehidupan dengan risiko. Kandungan isi obat, obat tradisional maupun kosmetik juga tidak jelas. Begitu pun dosis penggunaannya.

Padahal produk farmasi yang beredar saat ini, tak hanya menyangkut gaya hidup, misalnya obat pelangsing atau obat penambah gairah seksual saja. Obat palsu juga ditemukan untuk penyakit-penyakit berbahaya misalnya untuk pengobatan kanker, penyakit jantung, dan penyakit serius lainnya.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan di negara maju sekitar 1 persen dari obat-obatan yang tersedia cenderung palsu. Angka ini meningkat sampai 10 persen secara global. Namun di beberapa negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin obat palsu bisa menguasai 30 persen pangsa pasar.

Bagi Indonesia, melindungi masyarakat dari bahaya produk makanan dan produk farmasi ilegal sungguh sesuatu yang serius. Badan POM tak mungkin melakukan operasi setiap hari, meskipun faktanya, tiap kali operasi, hasil tangkapannya secara volume semakin meningkat.

Melakukan pencegahan sangat mungkin dilakukan, meskipun tantangannya sangat berat. Makanan ilegal, umumnya masuk melalui pelabuhan-pelabuhan kecil, yang jumlahnya puluhan. Itu artinya aparat keamanan laut dan bea cukai harus bekerja ekstra ketat.

Cara yang lain adalah mengedukasi masyarakat agar paham bahaya makanan ilegal. Selain itu tentu saja harus ada tips yang mudah dipahami bagaimana mengenali produk makanan ilegal.

Badan POM memang punya program CEK-KIK yaitu Cek Kondisi Kemasannya. Lalu periksa izin edar atau izin kemasan dan registrasi Badan POM. Sayangnya sosialisasinya kurang menggema. Selain itu aplikasi CEK-KIK juga tak efektif bila makanan ilegal tersebut ternyata juga memalsukan izin dan registrasinya, sama dengan produk resmi yang terdaftar.

Sedang melindungi masyararakat dari penggunaan obat palsu, sebenarnya lebih mudah dilakukan. Caranya meminta masyarakat mengkonsumsi obat hanya yang diberikan oleh tenaga medis melalui resep, dan dibeli di apotek resmi. Toh sekarang layanan BPJS Kesehatan sudah cukup merata.

Namun cara tersebut belum tentu berjalan mulus, sebab ada fakta masyarakat Indonesia punya kecenderungan untuk melakukan swamedikasi (self medicated). Hasil survei BPS 2009 menunjukkan 66 persen penduduk Indonesia lebih suka mengobati sendiri ketika sakit, sedang yang berobat ke dokter, puskesmas, atau layanan kesehatan hanya 44 persen.

Apapun hambatannya, pemerintah mempunyai kewajiban melindungi masyarakat dari makanan dan produk farmasi ilegal. Harus ditemukan cara untuk melibatkan masyarakat agar bisa ikut berpartisipasi melakukan perlawanan global terhadap produk ilegal ini.

Melalui otoritasnya pemerintah harus lebih tegas lagi menindak para pelaku pemalsuan. Mereka tak sekadar merugikan keuangan dari sektor pajak, tapi juga ancaman kesehatan masyarakat.

Dan biaya kesehatan masyarakat bukanlah hal yang murah. Bila biaya kesehatan murah bisa dipastikan BPJS Kesehatan tidak defisit sampai Rp7 triliun.


Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...-produk-ilegal

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
2.5K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread733Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.