Ruhut: Ketua BPK Mundur Sajalah, Malu!
Rabu, 20 April 2016 | 10:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ruhut Sitompul menyarankan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis mundur dari jabatannya.
Menurut Ruhut, setidaknya ada tiga alasan Harry sebaiknya mundur. Pertama, nama Harry belakangan diketahui menyimpan hartanya di luar negeri dan namanya masuk dokumen "Panama Papers".
"Siapa bilang Panama Papers ada benarnya. Benar di mana? Kalau uang halal kenapa harus disimpan di luar negeri," kata Ruhut saat dihubungi, Rabu (20/4/2016).
Alasan kedua, lanjut Ruhut, dalam Panama Papers itu tercatat bahwa Harry menggunakan alamat Gedung DPR. Harry memang pernah menjadi anggota DPR periode 2009-2014.
"Selama di DPR itu, dia menggunakan semua bisnisnya di dalam dan luar negeri menggunakan alamat kantor DPR. Apa enggak keterlaluan?" ujar Ruhut.
Ketiga, Ruhut pun menyoroti sikap Harry yang belum melaporkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada KPK sejak tahun 2010.
Dengan kredibilitas BPK ini, Ruhut pun mengaku ragu dengan hasil kerja audit BPK, termasuk mengenai audit pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Atas tiga alasan ini, Ketua BPK lebih baik mundur sajalah. Malu. Jangan kau bikin karena kelakuan kau kodok dan kecebong Jokowi ketawa," ujar politisi Partai Demokrat ini.
Polemik Sumber Waras, Komisi III DPR "Pasang Badan" untuk BPK?
Rabu, 20 April 2016 | 11:21 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com – Pimpinan Komisi III DPR RI menyambangi Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta, Selasa (19/4/2016). Kedatangan meraka adalah untuk meminta penjelasan terkait temuan indikasi kerugian negara dalam pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta.
Setelah hampir empat jam menggelar rapat tertutup dengan jajaran Pimpinan BPK, Wakil Ketua Komisi III Desmon J Mahesa menyebut ada kejanggalan dalam pembelian lahan Sumber Waras. Ia mengatakan itu dengan merujuk hasil audit yang dilakukan BPK.
“Data data yang diberikan sangat jelas dan akan kami gunakan untuk mitra kami di Komisi III dan jajaran penegak hukum untuk ditindaklanjuti,” kata Desmon.
Namun, pernyataan dari Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman menimbulkan pertanyaan baru. Politisi Partai Demokrat itu mengatakan bahwa indikasi kerugian negara dari pembelian lahan Sumber Waras adalah Rp 173 miliar.
Saat ditanya mengenai sumber indikasi kerugian dengan nilai yang ia sebutkan, Benny hanya mengatakan bahwa angka itu sesuai dengan hasil audit BPK. Sedangkan BPK juga belum mengonfirmasi angka indikasi kerugian seperti yang disebutkan Benny.
Berulang kali Benny menyatakan bahwa hasil audit BPK mengenai pembelian lahan Sumber Waras tanpa cacat.
“Jelas kami percaya BPK, ini merupakan lembaga audit satu satunya di republik ini, kalau tidak percaya (BPK) artinya tidak percaya pada semuanya,” kata Benny.
Hasil audit BPK, menemukan kejanggalan terhadap pembelian lahan Sumber Waras, salah satunnya BPK menyebut ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.
Indikasi kerugian itu didapat dari selisih pembelian yang dilakukan Pemprov DKI pada 2014 dengan nilai rencana pembelian oleh PT Ciputra Karya Utama pada 2013.
Ya itu klo masih punya malu, kan udah dijawab klo doi lagi difitnah dan karena difitnah yakin masuk surga