Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

amarul.pradanaAvatar border
TS
amarul.pradana
10 Hari Menjelang HUT ke-2 Korupsi Pajak BCA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini belum berkomentar apa-apa terkait kasus lama yang tengah mangkrak. Kasus korupsi pajak Bank BCA diantaranya. Tersangka yang sudah ditetapkan KPK sebelumnya juga masih minim, hanya Eks Dirjen Pajak, Hadi Poernomo. Kecurigaan akan keterlibatan petinggi Bank BCA dalam kasus ini juga sampai saat ini belum ada penanganannya.

Pintu Koruptor BLBI (Korupsi Pajak BCA)
Hadi sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 21 April 2014. Hadi sendiri sempat melayangkan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka yang dikenakan pada dirinya.

Pengamat hukum Universitas Islam Indonesia, Muzakir menduga bahwa pada kasus pajak BCA ini adalah tindak korupsi berpatner. “Itu kan suap menyuap berpatner, KPK harusnya bijaksana, kasus itu penetapanya ada dua. Kalau dari pihak BCA nya belum, itu harus segara dilakukan karena dikawatirkan bisa lenyap,”.

Menurut penelusuran KPK, lantaran telah berhasil meloloskan permohonan keberatan pajak Bank BCA, Hadi Poernomo mendapat jatah saham lewat salah satu perusahaan kongsian dia dengan salah satu petinggi BCA. Jatah Saham yang diterima Hadi Poernomo adalah bentuk “pelicin” saat Hadi masih menjabat sebagai dirjen pajak untuk meloloskan permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank BCA. Hadi Poernomo tidak mungkin kerja sendirian. Dengan kata lain ada orang lain dari pihak Bank BCA yang juga turut ambil bagian dalam men-golkan permohonan keberatan pajak tersebut. Seluk beluk kasus sengketa pajak memang belum familiar dibenak publik. Sehingga, publik pun hanya menduga-duga, bahkan begitu saja menyimpulkan.

17 Tahun Korupsi BLBI Tertutup Rapat
Kasus BCA itu tak lepas dari imbas krisis moneter yang menghajar Indonesia pada tahun 1997-1998. Dampak dari krisis itu, sejumlah bank kena imbasnya. Banyak bank yang limbung, termasuk salah satunya BCA. Kala itu pemerintah memutuskan untuk menyelematkan bank-bank besar yang punya dampak sistemik. Salah satu yang coba diselamatkan adalah BCA lewat mekanisme Bank Taken Over (BTO).

Lewat mekanisme itu, pemerintah mengambil alih kepemilikan bank untuk disehatkan kembali. Maka kemudian dibentuklah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Badan itu lahir dipayungi oleh Peraturan Pemerintah No. 17/1999 tanggal 27 Februari 1999. Lewat BPPN itulah, pemerintah mengambil alih pengelolaan bank-bank yang masuk kategori BTO. Konsep dasar penyehatan terhadap BTO adalah dengan cara, BPPN mengambil alih seluruh aset kredit BTO yang bermasalah atau disebut Non Performance Loan (NPL) berikut jaminannya. Tujuan dari pengambilalihan aset NPL ini adalah agar secara akuntansi laporan keuangan bank menjadi sehat kembali. Selain itu agar bank kategori BTO terkait bisa lebih fokus dalam menjalankan bisnis secara normal tidak diganggu lagi oleh aktivitas untuk menyehatkan kembali aset NPL-nya.

Jadi dalam kontek ini, BPPN yang punya tanggung jawab memulihkan kembali aset NPL tersebut, baik melalui restrukturisasi maupun penjualan aset NPL berikut jaminannya. Dalam kasus BCA, BPPN kemudian menjadi pemilik sekitar 92,8 persen saham bank tersebut. Total injeksi obligasi rekap yang dikeluarkan pemerintah untuk menyehatkan bank-bank tersebut yang berada dalam proses 'penyehatan' BPPN, sekitar Rp 430 triliun. Nilai itu untuk mengganti aset NPL yang diambil alih BPPN yang jumlahnya mencapai sekitar Rp 553 triliun. Tapi transaksi peralihan aset NPL beserta injeksi obligasi rekap ini,

Akibat krisis ekonomi tahun 1998, BCA mengalami kerugian fiskal Rp 29,2 triliun. Lalu berdasarkan UU Nomor 7/1983 tentang Pajak Penghasilan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 117/1999 dan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 31/1999, BCA dapat menggunakan kerugian fiskal tersebut sebagai kerugian yang dikompensasikan dengan penghasilan atau tax loss carry forward mulai tahun pajak berikutnya sampai dengan 5 tahun berikutnya.

Cerita pun berlanjut. Sejak 1999, BCA melaporkan laba fiskal 1999 tercatat Rp 174 miliar. Tapi pemeriksaan pajak yang dilakukan Ditjen Pajak (DJP) pada 2002 melalui Direktur PPh kemudian mengoreksi laba fiskal BCA pada 1999 itu. Laba fiskal dikoreksi dari Rp1 74 miliar menjadi Rp 6,78 triliun. Nah, menurut Sunarsip dalam artikelnya, dalam koreksi laba fiskal tersebut terdapat sekitar Rp 5,77 triliun yang oleh BCA disebutkan sebagai aset NPL yang dialihkan ke BPPN melalui transaksi jual beli. Pihak BCA sendiri berpendapat, karena aset NPL berada di tangan BPPN, maka segala hak yang timbul dari aset NPL tersebut mestinya menjadi kewenangan BPPN. Termasuk hasil recovery atas aset tersebut.

Pada tahun 2003, terdapat agunan yang berhasil ditagih sebesar Rp 3,29 triliun. Lalu seluruh hasil penjualan tersebut menjadi milik BPPN. Menurut pihak BCA, karena hasil recovery asset tersebut masuk ke BPPN, maka tak ada PPh yang harus dibayar oleh BCA. Namun pemeriksa pajak DJP pendapatnya berbeda. Pihak DJP berpendapat transaksi aset senilai Rp 5,77 triliun tersebut dianggap sebagai penghapusan piutang macet. Dengan begitu hasil dari recovery asset harusnya dicatatkan sebagai penghasilan. Karenanya pihak DJP menganggap BCA masih memiliki utang pajak. Kemudian berdasarkan hasil pemeriksaan itu, DJP kirimkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ke BCA. Lalu BCA meresponnya dengan mengajukan keberatan kepada DJP atas koreksi laba fiskal itu.

Keanehan berikutnya adalah ketika Hadi sebagai Dirjen Pajak saat itu menerima seluruh keberatan pajak yang Bank BCA ajukan sedangkan untuk keberatan pajak Bank lain ia tolak, padahal memiliki permasalahan yang sama persis dengan Bank BCA. Fakta inilah yang dicurigai apakah Bank BCA terlibat dengan memberi sebentuk uang ‘pelicin’ untuk Hadi loloskan permohonan pajaknya.

Kamis Depan tepat 2 Tahun Kasus Korupsi Pajak BCA yang dianggap sebagai pintu masuk Korupsi BLBI ini masih kokoh. Sejak penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka oleh KPK, 21 April 2014 nampaknya hanya sejauh itu kemampuan KPK terhadap Kasus ini. Pasalnya setelah kalah dalam pra-peradilan yang dimenangkan oleh Hadi Poernomo itu, KPK hanya mampu meberikan ancaman akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Nayatanya tak satupun langkah KPK saat ini yang mengarah ke penyelesaian kasus ini. Jika Kasus yang dianggap sebagai pintu gerbang kasus yang lebih besar ini (BLBI) tidak mampu ditaklukan KPK, lalu kita bisa apa???

Sumber:
http://www.kompasiana.com/rein_renal...23bd5a184aef2e
http://www.teropongsenayan.com/9255-...usaran-polemik
0
1.4K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.