- Beranda
- Berita dan Politik
Indonesia Libatkan 3 Mantan Teroris untuk Lobby Abu Sayyaf, Ini Hasilnya
...
TS
BukanIanOPX
Indonesia Libatkan 3 Mantan Teroris untuk Lobby Abu Sayyaf, Ini Hasilnya
Indonesia Libatkan 3 Mantan Teroris untuk Lobby Abu Sayyaf, Ini Hasilnya
Quote:
TRIBUNJATENG.COM - Pemerintah telah melibatkan tiga bekas tokoh teroris untuk membantu negosiasi pembebasan 10 warga Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyafsejak 26 Maret lalu.
Kami tak bisa menyebutkan ketiga nama bekas tokoh teroris yang dilibatkan itu demi keselamatan sandera. Berdasarkan informasi, para sandera sekarang dalam keadaan dipisah-pisahkan sehingga informasi seperti ini sangat rawan.
Ketiga bekas tokoh teroris sejak seminggu yang lalu diminta membantu negosiasi pembebasan ke-10 WNI yang disandera, karena mereka memang memiliki jaringan yang baik dengan kelompok Abu Sayyaf.
Sejauh ini, komunikasi terus dilakukan dengan kelompok penyandera. Abu Sayyaf pun telah memberikan sinyal yang baik dalam komunikasi tersebut. Meski demikian, ia mengakui masih ada kendala dalam pembebasan kesepuluh WNI tersebut, terkait kesepakatan tempat penyerahan dan pelepasan mereka.
Dalam komunikasi tersebut, Abu Sayyaf juga mengaku uang tebusan yang dimintanya itu untuk membeli obat-obatan dan logistik karena kondisi mereka sangat kekurangan.
Ketiga bekas teroris itu tentunya ada hubungan emosional sebelumnya sehingga ada trust tadi. Meskipun ini tenggat waktunya terakhir tetapi kalau komunikasi intens bisa saja diundur.
Kelompok Abu Sayyaf memang dekat dengan kelompok ekstrem di Indonesia. Sempalan dari Front Pembebasan Islam Moro (MILF) ini sering berkolaborasi dengan Jamaah Islamiyah (JI) di Indonesia. Bahkan banyak anggota JI yang mendapat pelatihan militer di kamp Abu Sayyaf.
Sebagai balasan dalam membantu proses perundingan, ketiga bekas tokoh teroris itu meminta amnesti dan remisi atau pengurangan hukuman. Atas permintaan itu, pemerintah masih mempertimbangkannya.
Keinginan-keinginan untuk pengurangan, kalau amnesti dibebaskan kalau remisi dikurangi, dan itu semua tergantung pertimbangan-pertimbangan nanti yang sebaik-baiknya.
Uang tebusan yang diminta para penyandera senilai 50 juta peso atau Rp15 milliar tidak akan dibayarkan oleh pemerintah Indonesia tetapi oleh PT Patria Maritim Line, perusahaan yang mempekerjakan kesepuluh WNI itu sebagai anak buah kapal.
Bukan hanya melibatkan bekas tokoh teroris, pemerintah juga meminta bantuan berbagai tokoh lainnya yang memiliki kedekatan dengan kelompok tersebut. Berbagai cara, akan dilakukan pemerintah untuk membebaskan ke-10 WNI tersebut. (tribunjateng.cetak.voa/ono)
Sumber
Kami tak bisa menyebutkan ketiga nama bekas tokoh teroris yang dilibatkan itu demi keselamatan sandera. Berdasarkan informasi, para sandera sekarang dalam keadaan dipisah-pisahkan sehingga informasi seperti ini sangat rawan.
Ketiga bekas tokoh teroris sejak seminggu yang lalu diminta membantu negosiasi pembebasan ke-10 WNI yang disandera, karena mereka memang memiliki jaringan yang baik dengan kelompok Abu Sayyaf.
Sejauh ini, komunikasi terus dilakukan dengan kelompok penyandera. Abu Sayyaf pun telah memberikan sinyal yang baik dalam komunikasi tersebut. Meski demikian, ia mengakui masih ada kendala dalam pembebasan kesepuluh WNI tersebut, terkait kesepakatan tempat penyerahan dan pelepasan mereka.
Dalam komunikasi tersebut, Abu Sayyaf juga mengaku uang tebusan yang dimintanya itu untuk membeli obat-obatan dan logistik karena kondisi mereka sangat kekurangan.
Ketiga bekas teroris itu tentunya ada hubungan emosional sebelumnya sehingga ada trust tadi. Meskipun ini tenggat waktunya terakhir tetapi kalau komunikasi intens bisa saja diundur.
Kelompok Abu Sayyaf memang dekat dengan kelompok ekstrem di Indonesia. Sempalan dari Front Pembebasan Islam Moro (MILF) ini sering berkolaborasi dengan Jamaah Islamiyah (JI) di Indonesia. Bahkan banyak anggota JI yang mendapat pelatihan militer di kamp Abu Sayyaf.
Sebagai balasan dalam membantu proses perundingan, ketiga bekas tokoh teroris itu meminta amnesti dan remisi atau pengurangan hukuman. Atas permintaan itu, pemerintah masih mempertimbangkannya.
Keinginan-keinginan untuk pengurangan, kalau amnesti dibebaskan kalau remisi dikurangi, dan itu semua tergantung pertimbangan-pertimbangan nanti yang sebaik-baiknya.
Uang tebusan yang diminta para penyandera senilai 50 juta peso atau Rp15 milliar tidak akan dibayarkan oleh pemerintah Indonesia tetapi oleh PT Patria Maritim Line, perusahaan yang mempekerjakan kesepuluh WNI itu sebagai anak buah kapal.
Bukan hanya melibatkan bekas tokoh teroris, pemerintah juga meminta bantuan berbagai tokoh lainnya yang memiliki kedekatan dengan kelompok tersebut. Berbagai cara, akan dilakukan pemerintah untuk membebaskan ke-10 WNI tersebut. (tribunjateng.cetak.voa/ono)
Sumber
Umar Patek Mengenal Baik Pimpinan Abu Sayyaf, Siap Bantu Pembebasan Sandera
Quote:
TRIBUNJATENG.COM - Lima tahun lebih sejak penangkapannya oleh aparat keamanan Pakistan di Kota Abbottabad, Hisyam bin Ali Zein atau yang dikenal dengan nama Umar Patek telah banyak berubah.
Umar ditangkap 25 Januari 2011 atau empat bulan sebelum pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden, terbunuh dalam operasi penyerbuan pasukan elite Amerika Serikat, Navy SEALs, di kota yang sama.
Umar menjalani pidana 20 tahun penjara karena terlibat peristiwa bom Bali I tahun 2002. Kini, dia menjadi salah satu narapidana terorisme yang dapat dideradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Momen saat Umar menjadi pengibar bendera Merah Putih dalam upacara hari Kebangkitan Nasional 20 Mei tahun lalu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Porong, Sidoarjo Jawa Timur, ramai diberitakan.
Setelah peristiwa bom Bali I, Umar langsung pergi ke Filipina Selatan bergabung Kelompok Abu Sayyaf.
Dia di Filipina hingga tahun 2009 sebelum akhirnya kembali ke Indonesia pada awal tahun 2010 dan kemudian ditangkap di Pakistan setahun kemudian.
Kabar penyanderaan 10 warga negara Indonesia oleh Kelompok Abu Sayyaf di Pulau Sulu, Filipina, mengusik Umar. Dia menyatakan bersedia membantu upaya negosiasi Pemerintah Indonesia dengan Abu Sayyaf.
Sumber
Umar ditangkap 25 Januari 2011 atau empat bulan sebelum pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden, terbunuh dalam operasi penyerbuan pasukan elite Amerika Serikat, Navy SEALs, di kota yang sama.
Umar menjalani pidana 20 tahun penjara karena terlibat peristiwa bom Bali I tahun 2002. Kini, dia menjadi salah satu narapidana terorisme yang dapat dideradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Momen saat Umar menjadi pengibar bendera Merah Putih dalam upacara hari Kebangkitan Nasional 20 Mei tahun lalu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Porong, Sidoarjo Jawa Timur, ramai diberitakan.
Setelah peristiwa bom Bali I, Umar langsung pergi ke Filipina Selatan bergabung Kelompok Abu Sayyaf.
Dia di Filipina hingga tahun 2009 sebelum akhirnya kembali ke Indonesia pada awal tahun 2010 dan kemudian ditangkap di Pakistan setahun kemudian.
Kabar penyanderaan 10 warga negara Indonesia oleh Kelompok Abu Sayyaf di Pulau Sulu, Filipina, mengusik Umar. Dia menyatakan bersedia membantu upaya negosiasi Pemerintah Indonesia dengan Abu Sayyaf.
Quote:
Rabu (6/4), Umar yang ditemui di Lapas Porong menuturkan, dirinya mengenal baik pimpinan Abu Sayyaf yang menyandera 10 WNI anak buah kapal tunda Brahma 12 dan tongkang Anand 12. Umar pernah bergabung dengan kelompoktersebut dari tahun 2003 hingga 2009.
Puncaknya, ia pernah didapuk sebagai salah satu anggota Majelis Syura Abu Sayyaf di bawah pimpinan Khadaffy Janjalani pada 2005-2006.
Majelis syura diemban tokoh-tokoh senior dan berpengaruh Abu Sayyaf. Jabatan itu berperan penting dalam menentukan kebijakan kelompok tersebut.
Pimpinan faksi Abu Sayyaf yang menyandera 10 WNI ialah Al-Habsi Misaya dan Jim Dragon alias Junior Lahab.
Ketika masih bergabung dengan Abu Sayyaf, Umar mengungkapkan, Jim dianggap sebagai tokoh senior yang setara dengan dirinya, sedangkan Al-Habsi masih anggota yunior.
Kala itu, Al-Habsi lebih banyak bertugas melakukan dokumentasi terhadap aksi pembunuhan sandera, misalnya terhadap tujuh pekerja asal Filipina pada 2007.
"Saya mengenal baik mereka. Dengan berdasarkan rasa kemanusiaan, saya menawarkan diri membantu pemerintah karena imbauan Pemerintah Indonesia melalui bantuan Pemerintah Filipina tidak akan efektif. Abu Sayyaf menganggap Filipina sebagai musuh," kata Umar.
Puncaknya, ia pernah didapuk sebagai salah satu anggota Majelis Syura Abu Sayyaf di bawah pimpinan Khadaffy Janjalani pada 2005-2006.
Majelis syura diemban tokoh-tokoh senior dan berpengaruh Abu Sayyaf. Jabatan itu berperan penting dalam menentukan kebijakan kelompok tersebut.
Pimpinan faksi Abu Sayyaf yang menyandera 10 WNI ialah Al-Habsi Misaya dan Jim Dragon alias Junior Lahab.
Ketika masih bergabung dengan Abu Sayyaf, Umar mengungkapkan, Jim dianggap sebagai tokoh senior yang setara dengan dirinya, sedangkan Al-Habsi masih anggota yunior.
Kala itu, Al-Habsi lebih banyak bertugas melakukan dokumentasi terhadap aksi pembunuhan sandera, misalnya terhadap tujuh pekerja asal Filipina pada 2007.
"Saya mengenal baik mereka. Dengan berdasarkan rasa kemanusiaan, saya menawarkan diri membantu pemerintah karena imbauan Pemerintah Indonesia melalui bantuan Pemerintah Filipina tidak akan efektif. Abu Sayyaf menganggap Filipina sebagai musuh," kata Umar.
Sumber
======================================================
Umar Patek nih yang membantu nego
Diubah oleh BukanIanOPX 10-04-2016 09:43
0
8.1K
Kutip
59
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.1KThread•41KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru