Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bagjasiregarAvatar border
TS
bagjasiregar
Satu Dekade! Korupsi Pajak BCA
Mengingat kembali akan kasus Pajak BCA. Tanpa terasa sudah 12 tahun kasus ini bergulir dan tidak terselesaikan. Ya, jika dilihat melalui kacamata pertumbuhan, usia kasus Pajak BCA ini sudah memasuki usia Remaja. Sudah cukup lama ternyata kita mempelihara kasus Pajak BCA ini. Berikut saya akan menjabarkan sedikit garis besar kasus ini.

Kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)
Kasus pajak BCA ini memang kasus lama, kasus ini terjadi pada transaksi pajak Bank BCA dengan BPPN tahun 1999 silam. Pada tahun 2002, saat itu lembaga yang Hadi Poernomo pimpin tengah memeriksa laporan pajak Bank BCA tahun 1999. Pada laporan tersebut disebutkan bahwa Bank BCA membukukan laba fiscal sebesar Rp 174 miliar. Namun Direktorat Jenderal Pajak menemukan temuan lain, keuntungan laba fiskal BCA pada 1999 mencapai Rp 6,78 triliun. Pembengkakan laba fiskal ini bersumber dari transaksi pengalihan aset kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) Bank BCA ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp 5,7 triliun. Penghapusan utang bermasalah Rp 5,7 triliun itu dianggap sebagai pemasukan bagi BCA.

Disinilah yang menjadi perdebatan, jika menurut penjelasan pihak Bank BCA, angka Rp 5,7 triliun itu adalah transaksi jual beli piutang BCA terhadap BPPN yang dikonversi menjadi saham BCA. Sebagai penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), BCA memiliki utang kepada negara. Di bawah pengelolaan BPPN, BCA membayar utangnya itu dengan saham. Dengan kata lain, bagi BCA angka Rp 5,7 triliun bukan non performing loan(NPL), sedangkan sebaliknya, bagi Ditjen Pajak, angka Rp 5,7 triliun itu adalah bentuk penghapusan utang, sehingga tetap dikenakan pajak sebesar Rp 375 miliar.

Hadi Poernomo agen Koruptor Pajak BCA
Peran Hadi Poernomo dalam kasus pajak BCA diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Pajak dengan dengan membuat Surat Keputusan (SK) yang melanggar prosedur terkait permohonan keberatan wajib pajak yang disampaikan oleh pihak Bank BCA. Hadi Poernomo selaku dirjen pajak diduga memanipulasi telaah direktorat PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. BCA mengajukan surat keberatan wajib pajak dengan nilai yang cukup fantastis yakni sebesar Rp 5,7 triliun terkait kredit bermasalah-nya atau non performance loan (NLP) kepada direktorat PPH Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003. Setelah ditelaah oleh Direktorat PPH, permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan BCA ditolak, namun oleh Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak mengintruksikan Direktur PPH yang semula menolak menjadi menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak yang dilayangkan pihak BCA sehari sebelum masa jatuh tempo pemberian keputusan final. Oleh putusan Hadi Poernomo tersebut, diyakini BCA telah merugikan negara dengan tidak membayar pajak sebesar Rp 375 miliar.

Dalam kasus ini BCA diuntungkan oleh putusan Hadi Poernomo yang kala itu memuluskan permohonan keberatan pajak Bank BCA. Fakta tersebut menjadi dasar bagi KPK untuk mengusut keterlibatan pihak BCA dalam dugaan gratifikasi yang diberikan untuk Hadi berkat jasanya muluskan permohonan keberatan pajak Bank BCA.

Atas dasar kecurigaan tersebut, KPK kemudian mendalami harta kekayaan Hadi Poernomo melalui LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Menurut LHKPN Hadi yang diakses dalam laman acch.kpk.go.id, mantan Direktur Jenderal Pajak ini memiliki banyak lahan dan bangunan yang tersebar di sejumlah tempat. Bahkan, Hadi memiliki lahan seluas 60 x 160 meter persegi di Los Angeles, Amerika Serikat. Selain harta berupa lahan dan bangunan, Hadi tercatat memiliki harta bergerak berupa logam mulia, batu mulia, barang seni, dan barang antik yang nilainya sekitar Rp 1,5 miliar pada LHKPN 2010. Lalu, ada pula kepemilikan giro dan setara kas sekitar Rp 293 juta.

Selain adanya harta kekayaan yang tercata di LHKPN, KPK juga sempat menemukan transaksi lain yang mencurigakan. Dalam laporan tersebut KPK berhasil mendapati fakta bahwa laporan harta kekayaan Hadi meningkat secara tidak wajar, padahal Hadi tak melaporkan satu pun kepemilikan kendaraan dalam LHKPN 2010. Dia pun tak melaporkan punya usaha seperti perkebunan, peternakan, perikanan, pertanian, pertambangan, atau usaha lainnya.

Beberapa ahli hukum berpendapat Seharusnya KPK juga menjadikan pihak korporasi BCA sebagai tersangka sesuai dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor 1999. Karena dalam pasal 2 dan 3 UU Tipikor terdapat kalimat,"menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi". Bisa juga pakai pasal 5 dan pasal 11 uu tersebut. BCA sebagai korporasi bisa dijerat pasal 2 dan 3 UU Tipikor Jika dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor saja bisa terbukti Hadi Poernomo bersalah maka perorangan atau korporasi juga telah terbukti memperoleh keuntungan. Melalui pendapat ini maka jelas jika KPK harus kembali bekerja untuk membawa kembali Hadi Poernomo ke Meja Hijau dan memenajarakannya jika ingin menyelesaikan kasus Korupsi Pajak BCA ini.

Ya tanpa terasa kita sudah memelihara Kasus Pajak BCA ini hingga menginjak usia ‘Remaja’ (12 tahun). Artinya terjadi ‘tumbuh kembang’ dalam kasus ini. Namun yang jadi pertanyaan apa yang bertumbuh dan berkembang? Pemberantasan Korupsi Pajak BCA (KPK) kah? atau justru Koruptor Pajak BCA yang berkembang dan bertumbuh? Sebab bahaya jika kita yang sudah tanpa sadar memelihara ‘tumbuh kembang’ dari Koruptor Pajak BCA ini. Tentunya pada masa ini sistem immune sudah terbentuk, sudah terlihat gejala dan korban nya.



Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/bagjasireg...33111a648b4784
http://www.kaskus.co.id/thread/56010...upsi-dan-suap/
http://www.kaskus.co.id/thread/56333...dali-bank-bca/
http://chirpstory.com/li/201889
0
2.2K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.