- Beranda
- Berita dan Politik
Pinang dan Masyarakat Papua, Dua Sisi yang Tak Terpisahkan
...
TS
harianpapua
Pinang dan Masyarakat Papua, Dua Sisi yang Tak Terpisahkan
Quote:
HarianPapua.com- Di Papua, ada satu tradisi budaya yang terus bertahan selama bertahun-tahun hingga saat ini yaitu mengunyah pinang atau makan pinang.
Mulai dari orang tua, anak muda, hingga usia remaja pun banyak yang rutin mengunyah pinang. Tradisi ini sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan, jika dulunya mengunyah pinang hanya merupakan budaya beberapa suku di Papua, sekarang tradisi ini bisa dibilang sudah menjadi milik semua orang Papua.
Mengunyah pinang dilakukan dengan dimakan bersama batang sirih dan bubuk kapur. Oleh sebagian orang tua, kebiasaan ini dipercaya dapat menguatkan gigi dan gusi karena pinang terus dikunyah selama beberapa menit sebelum akhirnya dibuang.
Selain untuk gigi, dalam kehidupan sosial memakan pinang juga dijadikan simbol untuk mempererat tali persaudaraan. Biasanya jika orang Papua sedang berkumpul bersama keluarga, teman ataupun rekan kerja di waktu-waktu senggang, memakan pinang bersama sambil ngobrol santai adalah hal sederhana yang sangat menyenangkan.
Pinang dan masyarakat Papua memang sudah seperti dua sisi mata uang yang sulit untuk dipisahkan. Sebagai kebiasaan yang secara rutin terus dilakukan, pinang tak ketinggalan memberikan pengaruh terhadap perekonomian masyarakat lokal Papua.
Hampir di setiap pinggiran jalan raya seperti di Jayapura, Sentani, Biak, Manokwari, hingga Merauke dan daerah-daerah lainnya, sangat mudah untuk menemukan meja-meja kecil yang di atasnya terdapat tumpukan-tumpukan pinang yang dijual kepada masyarakat.
Kebutuhan yang tinggi akan konsumsi buah pinang memberikan peluang masyarakat lokal meningkatkan taraf hidupnya lewat berjualan pinang. Meski pada kenyataanya, omset pinang yang terbilang cukup baik ini juga disadari oleh para pendatang. Jadi jangan heran kalau kita juga sering menjumpai penjual pinang yang berasal dari orang pendatang di Papua.
Sampah Sisa Pinang
Mengunyah pinang memang merupakan salah satu budaya yang membedakan masyarakat Papua dengan daerah lain, namun pada prakteknya tradisi ini juga kerap menimbulkan masalah terutama dari sisi kebersihan.
Kesadaran masyarakat yang masih jauh dari peduli lingkungan membuat percikan-percikan ludah pinang selalu berhamburan dimana-mana entah itu di jalan raya, di pasar, di depan pusat perbelanjaan atau pun di fasilitas-fasilitas publik lainnya.
Memang, menjaga tradisi budaya yang sudah ada sejak lama sangat penting karena itu akan diteruskan ke generasi-generasi penerus di Papua. Apalagi saat ini sudah mulai banyak budaya-budaya lokal yang terkikis budaya asing.
Tapi alangkah lebih penting lagi jika semua masyarakat Papua, khususnya yang sering mengunyah pinang agar selalu sadar akan kebersihan lingkungan dengan tidak membuang ludah pinang dan sampah sisa pinang di sembarang tempat.
Mari lestarikan budaya Papua namun dengan cara-cara yang lebih pintar!
Mulai dari orang tua, anak muda, hingga usia remaja pun banyak yang rutin mengunyah pinang. Tradisi ini sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan, jika dulunya mengunyah pinang hanya merupakan budaya beberapa suku di Papua, sekarang tradisi ini bisa dibilang sudah menjadi milik semua orang Papua.
Mengunyah pinang dilakukan dengan dimakan bersama batang sirih dan bubuk kapur. Oleh sebagian orang tua, kebiasaan ini dipercaya dapat menguatkan gigi dan gusi karena pinang terus dikunyah selama beberapa menit sebelum akhirnya dibuang.
Selain untuk gigi, dalam kehidupan sosial memakan pinang juga dijadikan simbol untuk mempererat tali persaudaraan. Biasanya jika orang Papua sedang berkumpul bersama keluarga, teman ataupun rekan kerja di waktu-waktu senggang, memakan pinang bersama sambil ngobrol santai adalah hal sederhana yang sangat menyenangkan.
Pinang dan masyarakat Papua memang sudah seperti dua sisi mata uang yang sulit untuk dipisahkan. Sebagai kebiasaan yang secara rutin terus dilakukan, pinang tak ketinggalan memberikan pengaruh terhadap perekonomian masyarakat lokal Papua.
Hampir di setiap pinggiran jalan raya seperti di Jayapura, Sentani, Biak, Manokwari, hingga Merauke dan daerah-daerah lainnya, sangat mudah untuk menemukan meja-meja kecil yang di atasnya terdapat tumpukan-tumpukan pinang yang dijual kepada masyarakat.
Kebutuhan yang tinggi akan konsumsi buah pinang memberikan peluang masyarakat lokal meningkatkan taraf hidupnya lewat berjualan pinang. Meski pada kenyataanya, omset pinang yang terbilang cukup baik ini juga disadari oleh para pendatang. Jadi jangan heran kalau kita juga sering menjumpai penjual pinang yang berasal dari orang pendatang di Papua.
Sampah Sisa Pinang
Mengunyah pinang memang merupakan salah satu budaya yang membedakan masyarakat Papua dengan daerah lain, namun pada prakteknya tradisi ini juga kerap menimbulkan masalah terutama dari sisi kebersihan.
Kesadaran masyarakat yang masih jauh dari peduli lingkungan membuat percikan-percikan ludah pinang selalu berhamburan dimana-mana entah itu di jalan raya, di pasar, di depan pusat perbelanjaan atau pun di fasilitas-fasilitas publik lainnya.
Memang, menjaga tradisi budaya yang sudah ada sejak lama sangat penting karena itu akan diteruskan ke generasi-generasi penerus di Papua. Apalagi saat ini sudah mulai banyak budaya-budaya lokal yang terkikis budaya asing.
Tapi alangkah lebih penting lagi jika semua masyarakat Papua, khususnya yang sering mengunyah pinang agar selalu sadar akan kebersihan lingkungan dengan tidak membuang ludah pinang dan sampah sisa pinang di sembarang tempat.
Mari lestarikan budaya Papua namun dengan cara-cara yang lebih pintar!
Selengkapnya di Harian Papua
Quote:
Follow HarianPapua.com di
Twitter : @Harian_Papua
Facebook : @MediaHarianPapua
Twitter : @Harian_Papua
Facebook : @MediaHarianPapua
0
1.9K
Kutip
7
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.5KThread•41.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru