AsalBunyiAvatar border
TS
AsalBunyi
Hanya di Indonesia pembajakan itu LEGAL
IRONIS, Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri) yang didirikan tahun 1978 dengan misi utama upaya antipembajakan justru kini merangkul pembajak untuk menuai untung bersama.

“Soal VCD super ekonomis, saya mendukung hal tersebut karena ini merupakan format yang memang kami tidak pernah jamah di masa-masa lalu. Jadi tidak menggangu bisnis kami,” ungkap anggota dewan pimpinan Asiri dan juga Managing Director Warner Music Indonesia, Toto Widjojo saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (17/3).

Hal tersebut merupakan langkah teranyar dari ASIRI dan Gabungan Perusahaan Rekaman Indonesia (Gaperindo yang menggandeng Perkumpulan Industri Media Replika Indonesia (PIMRI) untuk menggandakan dan mencetak produk musik dengan izin dan aturan yang ditetapkan Asiri dan Gaperindo.

Produk yang dihasilkan salah satunya VCD Karaoke Original Super Ekonomis musik dangdut yang diresmikan Rabu (3/2) lalu di Pinangsia Plaza Glodok, Jakarta Barat. Hal tersebut melihat besarnya pangsa pasar karaoke di Indonesia.

Produk musik bajakan yang selama ini kemasannya “telanjang” mulai diberikan hologram dari Gaperindo, IFPI code sebagai tanda telah diproduksi oleh pabrik yang mendapat izin dari Menteri Perindustrian, serta adanya uji lolos sensor gambar bergerak. Selain itu aturan jumlah dan format lagu pun dibuat untuk menyisihkan pembajakan ilegal. Nantinya produk tersebut dijual sekitar Rp6ribu-Rp7 ribu perkeping.

Sebagai catatan, PIMRI terdiri dari lima pabrik yang selama ini mencetak dan menggandakan CD, VCD, dan DVD bajakan untuk diperjual belikan. Dengan kata lain, kini pembajakan mulai dilegalkan.

Rupanya rencana ini sudah dikomunikasikan sejak tahun 2015. Menurut informasi, ada sembilan perusahaan industri media replika yang ilegal dan legal di Jakarta.

Lima diantaranya berhasil tergabung dalam wadah PIMRI dan mau mengikuti aturan yang telah dibuat tadi. PIMRI pun bertugas sebagai satgas untuk memonitor apakah masih ada yang mereplika secara ilegal.

Bagi Asiri, langkah ini bukan sebuah pengkhianatan tugas, melainkan cara untuk memperpanjang hidup para pelaku bisnis musik Indonesia mengingat sudah banyaknya toko CD yang tutup.

Hal ini menuai kontroversi berbagai kalangan. Musisi sekaligus pendiri label Euforia Records, Erix Soekamti mengatakan ada dua sudut pandang yang harus dipahami.

“Pertama dari segi bisnis, jelas menguntungkan karena daripada dibajak tidak dapat apa-apa, mending digandengan dan dapat penghasilan bersama. Tapi masalahnya mereka tidak melibatkan musisi, jadi sudut pandangnya bisnis saja. Tidak ada yang salah. Tapi dalam kacamata musisi, kami hanya dapat berapa perak. Dulu aja CD Endank Soekamti yang harganya Rp35 ribu aku hanya dapat Rp700 perak. Belum lagi nanti laporannya macet, karena para pembajak mentalnya sudah korup. Kami musisi sudah mengeluarkan tenaga, waktu, pikiran untuk berkarya,” ungkapnya Kamis (17/3) di kantor Media Indonesia.

Padahal Presiden Jokowi didampingi Jenderal Badrodin Haiti, Menperin Saleh Husein dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf telah membahas upaya pemberantasan pembajakan musik di Istana Negara Jakarta, Senin (18/5/2015). Dalam kesempatan itu hadir pengurus Asiri dan Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia.

“Seharusnya kalau memang benar itu para pembajaknya dilaporkan ke polisi saja, dipidanakan, kan para pembajak ini yang katanya selalu jadi musuh utama industri rekaman kita dan membuat bisnis label rekaman dan musisi jadi merugi besar,” saran pengamat musik, Wendi Putranto tempo hari.

Kini para instansi yang bertugas melawan pembajakan justru merapatkan barisan membuat infrastruktur baru untuk melanggengkan pelanggaran tersebut. Apakah ini jalan buntu dari dan sikap frustasi para pelaku bisnis industri musik Indonesia terhadap pembajakan?

Pembajakan boleh jadi menyebabkan penjuala rekaman musik secara fisik terus merosot. Menurut catatan Gaperindo, industri musik diprediksi merugi Rp3 triliun di penghujung tahun 2009.

Prediksi itu dikemukakan Ketua Umum Gaperindo Togar M Sianipar saat itu ketika melihat pembajakan di Indonesia kian berkembang. Realitas buruk ini mengancam salah satu industri kreatif yakni industri musik.

Bahkan, industri yang masih menggunakan rekaman konvensional alias rekaman fisik seperti kaset atau CD berada di ambang kehancuran.

Menurutnya, pembajakan terjadi nyaris tidak dapat dikendalikan ketentuan hukum dan perundang-undangan, termasuk aparat penegak hukum di Indonesia.

Berdasarkan penelitian Gaperindo, jumlah cakram optik yang legal beredar di Indonesia diperkirakan 10% dari jumlah yangberedar. Sisanya barang ilegal.

Dia membeberkan kerugian negara dari pajak yang seharusnya mengalir ke kas negara sekitar Rp1 triliun. Sementara itu, kerugian seniman, pencipta lagu, artis, dan produser sekitar Rp3 triliun habis dinikmati pengusaha ilegal tiap tahun. (OL-1)

- See more at: http://www.mediaindonesia.com/news/r....eowi3yHo.dpuf

-----------------------------
Ini gara2 frustasi ga bs lawan bajakan??!

Mitos nya......dari dulu bajakan itu pemaennya org2 label jg sih..
Mereka diem2 biar ga bagi rejeki ke artis nya..

Malang sekali seniman di indo..

http://www.mediaindonesia.com/news/r...gal/2016-03-20


Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh AsalBunyi 21-03-2016 14:19
0
17.4K
148
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.