Pemain berposisi bek ini merupakan salah satu pesepakbola yang akan lebih dikenang dengan sejumlah pertarungannya di atas lapangan hijau ketimbang kesuksesan yang diraihnya bersama Real Madrid. Pada April 2009, ia dijatuhi hukuman larangan bertanding dalam 10 laga setelah menendang pemain Getafe, Javi Casquero. Mengaku bahwa ia tak mengenali dirinya sendiri saat terlibat dalam aksi penuh amarah tersebut, Pepe bahkan sempat menyatakan ia tak mau kembali ke sepakbola saat hukumannya usai.

Tapi, ia sepertinya juga sedang linglung dan tak tentu arah saat mengucapkan hal itu. Saat hukumannya usai, Pep melanjutkan ronde-ronde perkelahiannya bersama musuh-musuhnya, termasuk di antaranya Diego Costa, Dani Alves dan Neymar.

Sembilan belas kartu merah yang sudah diterimanya di La Liga adalah catatan tertinggi yang dimiliki seorang pemain di kompetisi tersebut. Ramos adalah musuh yang tidak ramah pada siapapun jelasnya. Tapi ada satu perbedaan besar antara dirinya dan Pepe. Ramos memegang ban kapten Real saat ini, itu menandakan karakter yang luar biasa yang dimilikinya, serta kekuatannya sebagai bek yang diakui oleh rekan-rekan sejawatnya saat ia masuk dalam daftar Team of the Year FIFA dari 2011 hingga 2014. Ramos adalah dua sisi hitam putih, yang bisa menanamkan kebencian dalam diri lawan karena dia benar sekaligus salah.

Dalam tulisan mengapa fans lain membenci Manchester United di bagian lain situs ini, disebutkan bahwa United memiliki jumlah penggemar terbanyak di dunia, mencapai 659 juta jiwa. Dari 659 juta jiwa ini rasanya sulit membayangkan ada satu saja yang menganggap Sir Alex Ferguson bukanlah siapa-siapa.

Jadi ketika Sir Alex mengumpat El Real adalah mafia, mengungkit sejarah klub yang terkait diktator fasis Spanyol ternama, Jenderal Franco, dan luar biasa ngamuk saat David Beckham dan Cristiano Ronaldo terus ditempel dan akhirnya mereka dapatkan, maka satu hal yang bisa dipilih sebagai jalan hidup 659 juta jiwa itu adalah menjadi Front Pembela Ferguson. Bayangkan, Real sudah mendapatkan musuh sebanyak itu hanya dari kalangan satu kelompok suporter saja, bagaimana jika itu ditambah dengan aliansi Katalan, sisi lain kota Madrid yang berwarna merah putih, dan puluhan juta jiwa yang belum mencicipi sekalipun gelar Liga Champions, olokan Fergie membuat Real Madrid layak ditasbihkan sebagai musuh dunia internasional.

Jika menjadi klub terkaya di Inggris saja sudah membuat Manchester United dibenci oleh khalayak ramai, maka mari kita pikirkan bersama-sama kebencian seperti apa yang diarahkan kepada Real Madrid sebagai klub olahraga, ya olahraga dan bukan sepakbola saja, terkaya di dunia 2015 versi Forbes dengan kekayakan mencapai... 436 triliun rupiah. Barcelona cuma berada di posisi keempat dan Manchester United hanya ada di posisi kelima, dan kalau daftar Forbes ini bisa diterjemahkan dalam klasemen liga top Eropa, Barca hanya diperbolehkan mengikuti Liga Champions jika lolos play off, sementara Manchester United cukup mengenyam Liga yang digelar malam Jumat dan menyusahkan suporternya dengan berlaga setiap hari Minggu di Premier League. Tenang saja, ini cuma bercanda, daftar Forbes tidak mungkin diterjemahkan menjadi klasemen liga, sekali pun oleh FIFA.

Kekayaan Real Madrid ini uniknya bahkan bisa diraup ketika mereka kering gelar musim lalu. Tapi, berkat La Decima di akhir musim 2013/14, kekayaan Madrid bertambah sembilan triliun.

Ingat insiden lemparan kepala babi ke Luis Figo yang sudah berseragam Real Madrid dari suporter Barcelona? Jangan menyalahkan loyalitas Luis Figo, tapi salahkan Florentino Perez. Sosok inilah yang menggunakan Luis Figo sebagai kampanye presiden Real Madrid pada tahun 2000. Ia sudah mengikuti pencalonan sejak 1995, namun baru terpilih setahun sebelum milenium baru dimulai dengan mengalahkan Lorenz Sanz yang berjasa memberikan dua gelar Liga Champions pada 1998 dan 2000 semasa kepemimpinannya.

Pembelian Luis Figo yang saat itu berseragam Barcelona dan juga berstatus sebagai salah satu pemain terbaik dunia tentu merupakan kampanye yang kontroversial bagi seorang calon Presiden Real Madrid. Tapi, manuver Perez terbukti manjur, membeli Figo, mempersembahkan gelar La Liga dan Liga Champions (2002) dan mengumpulkan pemain-pemain seperti Zinedine Zidane, Ronaldo dan David Beckham dalam satu tim adalah sebuah agenda yang nyaris sulit ditandingi oleh siapapun di awal 2000an.

Ini juga belum termasuk catatan bagaimana ia membuat Real Madrid mencetak pembelian tiga pemain termahal dunia seperti Cristiano Ronaldo, Gareth Bale dan James Rodriguez. Setidaknya kita tahu kemana sebagian uang ratusan triliun itu dibelanjakan...

Tottenham Hotspur tentu hanya bisa berkata iya-iya saja saat Real Madrid menawarkan uang 100 juta euro untuk membeli Gareth Bale, tapi reaksi berbeda datang saat tawaran mahal itu mampir ke Old Trafford di masa kepelatihan Sir Alex Ferguson.

Seisi dunia mungkin tahu betul soal insiden lemparan sepatu Sir Alex kepada David Beckham pada Februari 2003. Penyebabnya adalah godaan Real Madrid yang di mata Fergie membuat performa David Beckham menurun. Fergie sampai pernah mengumpat di radio kepada seorang suporter yang bertanya apakah Becks akan Real Madrid di akhir musim. Sekeras apapun upaya Fergie, ia akhirnya rela melepas Becks yang dinilainya sudah tak lagi berniat membela panji-panji Setan Merah. Kemarahan nyaris serupa terjadi saat penerus Becks di sayap kanan, Cristiano Ronaldo diusik dan akhirnya didapatkan El Real pada 2009.

Tapi, jika di dua episode itu United seolah harus mengalah pada keinginan Real Madrid, wakil CEO Setan Merah saat ini, Ed Woodward, berhasil melampiaskan kekalahan United di musim panas ini. Real Madrid yang sudah begitu mengidamkan David de Gea 'dipermalukan' United dengan manuver waktu pengembalian dokumen transfer yang mepet tenggat waktu di Spanyol. El Real kalang kabut dan gigit jari, Ed mengembalikan harga dirinya yang tercabik-cabik usai pulang dari Barcelona dengan tangan kosong, David de Gea memperpanjang kontrak. Terkesan konyol? Mungkin. Tapi United tentu tak mau diam saja setelah Real juga tak mau melepaskan Sergio Ramos, yang menggunakan ketertarikan mereka untuk mendapatkan kontrak baru.

Ada yang kurang menyenangkan di Santiago Bernabeu. Di stadion kebesaran El Real ini, status pahlawan bisa jadi tak ada harganya dan bahkan bisa membuat anda menerima olok-olok menyakitkan dari suporter anda sendiri. Iker Casillas adalah ikon utama klub ini sejak awal 2000an dan menajadi bagian kesuksesan El Real di atas lapangan hijau. Sayang saat performanya menurun, dirundung cedera dan tak lagi jadi pilihan utama, bukan dukungan yang diterimanya melainkan siulan.

Perez menolak disalahkan atas penjualan Casillas ke FC Porto musim panas 2015 ini. Ia justru membalik kritikan kepada suporter Real Madrid yang gemar mengolok, menyiuli, mengejek pemain tim saat berlaga di Bernabeu sekali saja mereka tampil buruk.

Bukan hanya Casillas yang menjadi korban ejekan, Gareth Bale, pemain yang langsung mempersembahkan gelar Champions League ke-10 di musim pertamanya juga pernah merasakan kepahitan yang sama. Ya tentu saja suporter yang hadir di stadion berhak mengekspresikan kekecewaan mereka karena telah membayar untuk bisa menyaksikan secara langsung , tapi sikap yang bisa berubah 180 derajat dalam waktu singkat di saat yang sulit jelas tak akan membantu siapa pun di dalam tim.

Itu adalah jawaban Ronaldo saat ditanya mengapa banyak sekali yang membencinya.

Sikap pongah Ronaldo niscaya akan selalu membuat klub yang diperkuatnya menjadi salah satu klub yang paling dibenci sepanjang masa. Tak ada yang salah dengan jawaban Ronaldo, itu nyaris benar 100 persen, apalagi jika kegemaran anda adalah berdandan lama dan mengagumi diri sendiri di hadapan cermin hingga membuat rekan-rekan setim anda melempari anda dengan berbagai barang (Ya, hal ini terjadi pada Ronaldo di Manchester United).

Berbeda dengan pembawaan Messi yang tenang dan tampak santun kapan pun dia memamerkan berkat Tuhan yang diberikan kepadanya, selalu ada kesan arogan yang dipersembahkan Ronaldo atas hasil latihan keras yang ia lakukan sepanjang waktu. Itu sama sekali tidak salah, bagus untuk mengintimidasi lawan. Jika anda tak membencinya dan juga tidak mengidolakannya, setidaknya akan selalu ada tawa dan senyuman menyaksikan perilakunya yang menghibur itu.

Old Trafford pernah menjadi tuan rumah final Liga Champions? Sekali, tapi jadi yang satu-satunya di Inggris. Bagaimana dengan Bernabeu? Dengan kapasitas 81 ribu tempat duduk, Bernabeu sudah empat kali ditunjuk sebagai venue final kompetisi antar klub Eropa tersebut. Tak hanya sekedar pernah ditunjuk menjadi tuan rumah Liga Champions, Bernabeu juga pernah menjadi venue final Piala Dunia 1982.

Pamor stadion memang bisa menjadi salah satu alasan mengapa sebuah klub bisa dikagumi atau dibenci. Dalam perbandingan antara Old Trafford dan Bernabeu, Old Trafford jelas tidak menjadi yang paling dibenci seluruh penghuni bumi ini, mengingat beberapa tikus sempat mendiami stadion selama beberapa tahun dan harus dibasmi musim panas lalu.

Setelah penantian selama 12 tahun sejak terakhir kali mengangkat trofi Liga Champions pada 2002, El Real akhirnya bisa mengangkat trofi Big Ear untuk ke-10 kalinya di bawah kepelatihan Carlo Ancelotti.

El Real sejatinya nyaris gagal meraih trofi kebanggaan seluruh klub Eropa ini saat gol Diego Godin di menit ke-36 tak kunjung dibalas penggawa-penggawa Real, sementara Atletico terus memperlihatkan perlawanan militan sekali pun Diego Costa hanya bermain di lima menit awal pertandingan. Penantian gol penyeimbang berjalan nyaris satu jam dan berakhir ketika Sergio Ramos mencetak gol penyeimbang di injury time menit ke-3.

Laga dilanjutkan dengan babak tambahan dan penantian panjang La Decima diakhiri lewat gol-gol yang diciptakan Gareth Bale, Marcelo dan Cristiano Ronaldo. Singkatnya, gol Ramos membanting mental pemain Atletico dan melesatkan semangat para pemain Madrid ke puncak dunia. El Real kian menjauhkan pencapaian mereka dari pesaing-pesaingnya seperti AC Milan dan Barcelona.