Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

act.idAvatar border
TS
act.id
Tepian Negeri - Ibu Ichi, tentang Senandung Bisu dari Pulau Buru
Tepian Negeri - Ibu Ichi, tentang Senandung Bisu dari Pulau Buru

Satari I Global Philanthropy Media



SIANG yang cerah menyapa warga pinggir laut di Desa Waela, Kecamatan Batabual, Kabupaten Buru. Ombak pantai yang berkecipak berkilat-kilat ditingkahi cahaya mentari menambah eksotika alam Pulau Buru.

Seorang perempuan tua, dengan lengannya yang legam dan agak kurus, menyekop bebatuan yang bercampur pasir pantai. Sesudah dimasukkan ke karung, material tersebut ia angkat dan masukkan ke sebuah gerobak kayu. Sesudah penuh, gerobak kayu ia hela menuju rumahnya yang berjarak sekitar 1000 meteran. Lalu bebatuan bercampur pasir diturunkannya sendiri, ditimbun dan ditata dengan menggunakan sekop yang sama. Sehari, ada sekitar dua sampai tiga kali perempuan itu mengangkut bebatuan bercampur pasir. Keringat nampak mengucur di wajahnya yang nampak renta. Diusirnya keringat dengan kain sarung yang ia gunakan melindungi wajahnya dari terik matahari.

Ichi, sekira berusia 40 tahun, telah melakukan hal itu selama sebulan terakhir. Mengumpulkan material bangunan yang disediakan alam untuk memperbaiki rumahnya yang mulai tak layak huni. Rumah warisan dari almarhum suaminya itu dinding kayunya sudah banyak melapuk dan berlubang dimakan usia. Jika malam tiba, angin pantai yang cukup dingin bebas masuk ke kamar-kamar rumah sederhananya itu, hingga membuat tak nyaman.

Apabila hujan turun, rumah bocor pun selalu terjadi. Pasalnya, atap rumah yang saat ini terbuat dari daun rumbia sudah banyak yang hancur.

“ Saya mengangkut pasir dan batu-batu sendiri untuk memperbaiki rumah,” tutur Ibu Ichi. Dengan tenaga yang dimiliki dan uang seadanya, Ibu Ichi bertekad akan memperbaiki rumahnya hingga menjadi lebih nyaman ditinggali diri dan ketiga anaknya, buah cinta dari suami almarhum. Ketiganya, yang tertua baru kelas lima SD, adiknya kelas dua, dan yang paling kecil belum bersekolah.

(Ibu Ichi menjadi representasi dari potret kemiskinan di Pulau Buru. Sebagian orang yang berkunjung di Pulau Buru, mengira pulau seluas 8.473, 2 kilometer persegi tersebut sudah banyak yang makmur. Pasalnya, pulau yang dulu dikenal sebagai tempat pengasingan narapidana politik di era pemerintah Orde Baru ini tersohor sebagai produsen padi yang melimpah, sehingga kondang sebagai pulau lumpung pangan.

Namun sayangya, keberlimpahan pangan ini hanya dinikmati oleh warga yang tinggal di dataran Waeapo. Apalagi belakangan, dikabarkan adanya penemuan tambang emas di sana. Nyatanya potret kemiskinan masih banyak ditemukan di wilayah-wilayah lain di Pulau Buru.

Seperti Ibu Ichi, rumah kayu dengan atap rumbia yang sudah bolong di berbagai tempat menggambarkan kemiskinan penghuninya. Rumah seperti itu juga banyak didapati dan dimiliki ribuan warga Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru, Maluku.

Di Namlea, sebagian besar warga miskin di pulau ini bekerja kasar dan berkebun, seperti menjadi buruh penyulingan daun kayu putih dengan upah hanya tujuh ribu rupiah per hari. Ada juga yang mencari ranting kayu kering di hutan untuk memasak dan dijual seharga Rp 250 per meter.

Banyak anak-anak di Pulau Buru putus sekolah karena tidak punya biaya. Sebagian dinikahkan dalam usia sangat muda oleh orangtua mereka).

Ibu Ichi sudah dua tahun ditinggal suami tercinta menghadap Sang Khalik. Sepeninggal almarhum suaminya, Ibu Ichi harus berperan ganda, sebagai ibu dan ayah dari anak-anaknya. Pagi hari Ibu Ichi menyiapkan sarapan pagi untuk putra putrinya, dan mengantar mereka ke sekolah, setelah itu dia mendorong gerobak kayunya ke pantai untuk mengambil pasir.

Untuk makan dan biaya sekolah anak-anaknya, Ibu Ichi mengandalkan sebidang tanah warisan yang ditanami suaminya semasa hidup pohon kayu putih dan pohon cengkeh. Apabila masa panen daun dan ranting pohon kayu putih (bahan dasar minyak kayu putih dan obat-obatan) dan biji cengkeh ia jual kepada siapa saja yang mau membelinya. Alhamdulillah, hasil kedua jenis pohon ini dapat mencukupi sekadar uang sekolah dan kebutuhan makan sehari hari.

“ Sebagian saya tabung untuk memperbaiki rumah,” ungkap Ibu Ichi, berharap perjuangannya membesarkan anak-anak tercintanya berbuah masa depan yang manis.

“Saya tidak ingin anak-anak hidup sengsara,” tekadnya mengakhiri perbincangan dengan reporter ACTNews, Satari, yang berkunjung ke Pulau Buru, pekan lalu. []

Laporan: Satari
Editor: ApikoJM

Ayo Berpartisipasi





0
1.7K
21
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread83.9KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.