cengroyAvatar border
TS
cengroy
Komunitas LGBT Mulai Unjuk Diri di Kampus USU
Laporan Wartawan Tribun Medan / Abul Muamar
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Geliat kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) semakin kentara.
Teranyar, sebuah komunitas LGBT muncul di kampus Universitas Sumatera Utara (USU), dengan nama LGBT of USU. Komunitas ini muncul di akun fanpage di Facebook dengan nama yang sama.
Penelusuran tribun-medan.com, Kamis (11/2/2016), fanpage LGBT of USU sejauh ini disukai oleh 88 orang. Postingan-postingannya terdiri dari foto-foto dari kaum LGBT yang sedang bercumbu dan tulisan-tulisan yang menyatakan keberadaan mereka harus diakui.

Sejauh ini, pihak USU belum ada satu pun yang membuka mulut. Rektor USU Profesor Runtung Sitepu berulang kali dihubungi dan dikirimi pesan pendek, tidak merespons. Begitu juga dengan Humas USU, Bisru Hafi.
Seperti diketahui, sebelum di USU, komunitas LGBT telah lebih dahulu muncul di kalangan kampus Universitas Indonesia (UI). Belakangan, muncul pula kelompok pendukung LGBT dengan nama Support Group and Resource Center On Sexuality Studies (SGRC), yang ditengarai oleh mahasiswa dan alumni UI.
Namun, pihak kampus UI menyatakan bahwa organisasi tersebut tidak resmi karena memiliki izin dari universitas (amr/tribun-medan.com)

Sumur



Edisi 13-02-2016
Akun LGBT Of USU Tutup, Rektorat USU Tetap Usut


MEDAN - Akun fans page LGBT Of USU mendadak hilang dari laman Facebook. Fans page yang sebelumnya terangterangan memakai logo USU itu tidak bisa lagi dibuka link-nya, kemarin.

Berdasarkan penelusuran KORAN SINDO MEDAN, fans page LGBTOf USUmasihbisadibuka link -nya pada pagi hari. Bahkan, fans page itu meng-upload tautan terbarunya berjudul “rektor baru, Runtung Sitepu jangan sampai disebut melanggar HAM”. Berbagai kritikan dan komentar pun mengalir. Namun, tiba-tiba fans page tersebutsudahmenghilangpada siang harinya. Jadi, komentar netizen tidak bisa ditelusuri lagi.

Meskipun fans page LGBT Of USU sudah ditutup, pihak rektorat USU tetap mengusut siapa oknum yang mengendalikan fan page dengan memakai logo USU tersebut. Hal itu ditegaskan Rektor USU, Prof Runtung Sitepu, kemarin.

“Jangan-jangan yang orang yang menggunakan logo USU itu bukan mahasiswa USU, tapi orang lain yang sengaja ingin merusak nama USU. Tapi kami juga tidak akan diam. Siapa pun orangnya, kami tetap akan usut ini. Sebab, orang ini sudah memakai kekayaan intelektual USU dan merendahkan martabat USU,” ujar Runtung Sitepu didampingi Pembantu Rektor III, bidang kemahasiswaan, Raja Bongsu Hutagalung, kemarin.

Runtung mengatakan, segera membuat surat edaran melalui pembantu rektor III bidang kemahasiswaan untuk menginstruksikan bahwa organisasi yang mengatasnamakan LGBT Of USU dilarang di USU ini. Selain itu, pihaknya akan membuat tim untuk mengusut kasus ini.

“Kalau ini dilakukan mahasiswa USU, tentu kami akan memanggil pelakunya dan meminta supaya dihapus. Apalagi menggunakan logo USU. Benar itu, nanti akan ada tim yang mengusutnya. Tapi masalahnya yang penting adalah bukan hanya menghapus akun itu saja, justru apakah itu benar mahasiswa USU atau oknum lain yang mengatasnamakan USU,” ucapnya.

Jika memang mahasiswa USU, hal yang pertama kali dilakukan adalah memberi penyadaran kepada mahasiswa tersebut. Setelah itu membubarkan organisasi tersebut. “Tidak boleh ada organisasi mahasiswa mengatasnamakan LGBT. Kami sebagai pemimpin akan menasihati dan mendekati secara persuasif terlebih dahulu. Menyadarkan bahwa organisasi itu menyimpang,” ujarnya.

Jika memang tidak bisa dinasihati, Runtung mengancam akan melakukan tindakan lain seperti, melapor ke polisi bahkan bisa pemecatan . “Ini kan tidak sesuai visi dan misinya USU, karena itu melanggar moral. Agama saja tidak ada yang membolehkan hubungan sejenis. Hanya ada perempuan dan laki-laki. Kami misinya meningkatkan nama baik USU dengan prestasi-prestasinya,” ucapnya.

Advokat dan Direktur Eksekutif Solidarity Network for Human Righs (SNH) Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid, mengatakan, banyak opini di media massa terkait dengan kelompok lesbian, gay , biseksual, dan transgender (LGBT). Ada beberapa pihak mendukung dan ada yang menolak keberadaan mereka.

Bahkan banyak analisis menarik atas keberadaan LGBT dari berbagai perspektif, di antaranya agama, kedokteran, bahkan dalam perspektif hak asasi manusia. “Tidak sedikit atas beberapa pendapat tersebut menimbulkan perdebatan yang mengemuka. Salah satunya adalah berbicara hak asasi manusia,” katanya.

Dia menjelaskan, saat ini kelompok LGBT di bawah payung “hak asasi manusia” meminta masyarakat dan negara mengakui keberadaan mereka. Namun, jika kita melihat dari Konstitusi Indonesia yakni Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 J yang menyatakan bahwa Pasal (1) setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Dan Pasal 2 bunyinya, dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang- undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis,” tuturnya.

Menurutnya, sudah jelas di dalam Konstitusi Indonesia memandang HAM memiliki batasan. Dimana batasannya adalah tidak boleh bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum. “Indonesia memang bukan negara yang berdasarkan agama, namun Pancasila jelas menyatakan dalam sila pertamanya, Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga nilai-nilai agama menjadi penjaga sendi-sendi konstitusi dalam mewujudkan kehidupan demokratis bangsa Indonesia,” ucapnya.

Hal itu pun ditegaskan juga dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 70 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Pembatasan-pembatasan HAM katanya, memungkinkan demi penghormatan kepada hak asasi manusia. Karenanya negara hadir dalam melakukan batasan-batasan tersebut untuk kepentingan bangsa. Menurutnya, hak asasi manusia tidak bisa dijadikan kedok untuk mengganggu hak orang lain atau kepentingan publik. Tidak ada argumen yang relevan untuk menghapus larangan pernikahan sesama jenis dengan dasar penghapusan diskriminasi.

“Gay dan lesbian bukanlah kodrat manusia, melainkan penyakit. Jadi, tidak relevan mempertahankan kemauan mereka untuk melegalisasi pernikahan sesama jenis atas dasar persamaan,” ucapnya. Dia berharap para gay dan lesbian perlu diobati agar normal kembali. Negara berkewajiban mengobati para gay agar tidak merusak masyarakat.

eko agustyo fb

Update Sumur


Quote:

Diubah oleh cengroy 14-02-2016 08:07
0
56.2K
353
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.3KThread40.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.