- Beranda
- The Lounge
Mengaharukan: Inilah Pidato Doktor Warsito Saat Mem-PHK 100 Karyawanya
...


TS
travellertambun
Mengaharukan: Inilah Pidato Doktor Warsito Saat Mem-PHK 100 Karyawanya
Quote:

Klinik riset kanker yang dikelola PT Edwar Technology milik Ilmuwan Warsito Purwo akhirnya resmi ditutup. Alasan penutupan adalah karena masih dalam proses review oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Imbas dari penutupan ini dengan berat hati akhirnya 100 karyawan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Warsito kemudian menganjurkan bagi klien C-Care Riset Kanker untuk melanjutkan proses terapi ke fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh Kemenkes dan Kemenristekdikti. Pada pemberitaan islamedia edisi 1 Desember 2015, Warsito mendapatkan surat dari sebuah lembaga yang isinya memerintahkan agar menghentikan riset yang dilakukanya. mbas dari penutupan klinik riset kanker PT Edwar Technology yang dilakukan pemerintah Indonesia, akhirnya 70% atau sekitar 100 karyawan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Berikut isi pidatonya gan
Quote:
Assalamu’alaikum Wassalaamu Alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh
Merupakan suatu kebanggaan bagi kita bisa bertemu, walau mungkin dalam suasana yang tidak terlalu sempurna. Tapi, ini bagian bagaimana kita berkontribusi untuk dunia.
Apa yang kita kerjakan benar-benar sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang selama ini dipandang tidak mungkin, menjadi mungkin. Dan kita lakukan itu semua di hadapan diri kita sendiri.
Banyak orang belum percaya dengan hasil dari apa yang kita kerjakan. Hanya sebagian kecil saja yang percaya, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat manfaat dari apa yang kita kerjakan.
Saya kira, kanker 5-10 tahun yang lalu tak ubahnya seperti pengumuman kematian yang diberitahukan lebih cepat. Tapi, kalau kita melihat apa yang telah kita lakukan, oleh CTech Edwar Technology, saya kira pekerjaan bisa diibaratkan seperti memberi sebuah “cahaya” kepada tempat yang sudah tidak ada cahayanya lagi.
Sebagian besar orang belum memahami pentingnya apa yang kita kerjakan. Karenanya kita harus lebih bersabar agar makin banyak lagi orang memahami pentingnya apa yang kita kerjakan.
Saya mengambil contoh Willy (seorang pasien kanker yang dinyatakan sembuh menggunakan ECCT, karyawan perusahaan), fenomenanya terjadi itu karena kehendak Allah SWT. Karena-Nya kita bisa bersama ada di sini. Hal tersebut telah direncanakan oleh Allah. Willy tidak seorang saja. Ada adiknya, tetangganya, tetangganya tetangga willy. Itu baru beberapa contoh orang saja, sesuatu yang tadinya tidak mungkin, menjadi mungkjn. Itulah arti penting atas karya kita.
Karena apa yang kita kerjakan sesuatu yg luar biasa maka orang tidak mudah menerimanya. Kalau kita melihat Go-Jek misalkan, sama-sama ditutup izinnya, namun bisa dibuka kembali dalam sehari. Kusrin, karyanya dibakar, sampai kemudian diubah kembali kebijakannya hanya dalam seminggu.
Apakah yang kita kerjakan tidak lebih layak dari Go-Jek dan Kusrin? Mengapa Menkes sampai detik ini juga belum mengeluarkan keputusan? Menteri tidak perlu datang ke kantor Go-Jek dan Kusrin untuk mengubah kebijakan. Tapi, untuk kasus kita, Menristek sampai dua kali berkunjung ke CTech Edwar Technology (apresiasi untuk Prof Nasir). Menurut saya pun Presiden Jokowi bukan tidak mengetahui apa yang kita kerjakan.
Ada seorang analis dari Belanda. Dia mengirim email tentang pendekatan yang promising terkait kanker tiga hari yang lalu. Tiga pendekatan tersebut adalah novocure, satu lagi berbasis magnet (lupa), dan ECCT. Dia bilang, dari tiga teknologi dunia ini yang paling menjanjikan dan hasilnya paling efektif adalah ECCT. Kalau kita melihat Willy, memang sesuatu yang kita kerjakan ini riil. Lalu, mengapa kita untuk menolong orang ini rasanya sulit? Itu karena apa yang kita kerjakan adalah sesuatu yang tidak ada perbandingannya di tempat lain.
Mungkin, kita sendiri kadang tidak yakin mengerjakannya, ‘kok Willy bisa sembuh ya. Orang yang tidak mengerti kanker itu tidak percaya. Membantu Willy itu dianggap kebanyakan orang seolah-olah membantu anak sakit yang kena flu.
Tetapi kita bukanlah sebagaimana kebanyakan orang.
Saya kira kalau ada beberapa orang yang juga mampu mengerjakan hal seperti ini, tidak akan banyak. Karena itu, kalian harus merasa bangga dengan apa yang kita kerjakan. Jangan berkecil hati dengan apa yang kita kerjakan itu akan berkurang pahalanya, selama Anda ikhlas mengerjakannya. Tidak perlu kita berkecil hati terkait berkurangnya rezeki kita. Karena, perihal rezeki, tidak ada pengaruhnya dengan apa yang orang lain kerjakan pada kita.
Seberapa banyak kerja yang harus kita lakukan, mulai dari menyolder sirkuit, dari yang menganilisis hasil medis, menyiapkan makan siang, sampai bapak-bapak yang membantu saya menyiapkan kantor di Modernland tahun 2003.
Kembali lagi, tidak ada yang perlu kita khawatirkan terhadap apapun juga, karena kita sudah memberikan semua daya dan upaya. Kalau hari ini kita harus berhenti, itu bukan karena kita belum mengeluarkan semua yang kita punya. Kita sudah all out, that’s what makes it counts! Yang namanya rezeki, itu tidak akan tertahan karena tindakan orang lain pada kita. Mungkin selama 3-4 tahun ini kita bisa bersama-sama dan mendapat rezeki. Tetapi kalau kita harus berhenti dulu, Allah tidak akan menahan rezeki kita masing-masing.
Kemudian, apa yang kita kerjakan tidak akan terhapus oleh apapun dan siapapun. Dalam artian, kalau harus berhenti dulu hari ini, maka pahala itu tak akan berkurang, siapapun yang mengerjakan dan kapanpun dikerjakannya kalau mereka terinspirasi dari apa yang kita kerjakan.
Kita bersedih karena harus berpisah terlebih dahulu. Tapi itu adalah bagian dari proses, proses untuk meraih yang lebih besar dari apa yang kita dapatkan sekarang. Karena kalau kita tidak pernah menghadapi masalah, kita tidak akan bisa naik ke level yang lebih tinggi.
Saya melakukan riset sejak 1992 sudah 24 tahun. Sepengetahuan saya, tidak ada satu proses pun yang berlangsung tanpa adanya tantangan maupun cobaan. Saya pernah tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki makanan selama seminggu, kalau makan saat itu, ya numpang. “Gempuran” dimulai dari tahun 2011 dan 2012, saat itu kita bergeming. Tahun 2013 dan 2014 pun sama, kita bergeming. Untuk saat ini, kalau nanti kita bangkit lagi, saya kira kita akan bangkit dengan lebih kuat.
Apalagi kalau mengingat sebagian besar kalian adalah anak-anak yang baru lulus kemarin. Saya kira kalau Anda semua langsung mencicipi keberhasilan, itu terlalu bagus. Nanti kemungkinan ke depannnya tidak akan menyelamatkan kalian (kalau belum pernah merasakan kegagalan). Jadi, kalian pun memerlukan kegagalan, rasa sedih, dan jatuh. Hanya karena itulah semua akhirnya jadi kuat. Edwar Technology pun memerlukan hal tersebut dan Edwar Technology akan bangkit lebih kuat ke depannya. Jadi, jangan berkecil hati.
Ini sebuah proses yang kita butuhkan untuk menjadi lebih baik. Kalau kita berhenti dulu, kita bisa menata kembali dengan lebih baik. Untuk karyawan yang harus berhenti dulu, terus terang ini keputusan yang paling berat. Ketika melihat seseorang pergi di hadapan kita dengan menundukkan kepalanya. Saya kira itu yang paling berat. Tapi sekali lagi, saya rasa ini perlu. Insya Allah tidak ada rezeki yang bisa diambil oleh orang lain dari kita. Jadi, kesempatan kali ini bisa kita gunakan. Yang tadinya merasa skillnya belum cukup, bisa diasah kembali. Bagi staf R&D, bisa meluangkan untuk membaca lebih banyak lagi, mengambil kelas, dan pergi sekolah untuk belajar lebih banyak lagi.
Setelah waktu itu telah diberikan oleh Allah untuk menata apa yang kita kerjakan, saya kira kita bisa berkarya lebih besar. Bukan hanya untuk perusahaan, tetapi juga untuk Indonesia dan terlebih lagi untuk kemanusiaan. Mudah-mudahanan niat baik itu yang bisa menguatkan kita.
Kita harus berhenti tetapi insya Allah kita kembali dengan lebih kuat. Kembali membuat manfaat untuk kemanusiaan.
Itu saja, terima kasih.
Wa billahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum Wassalaamu Alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh
Merupakan suatu kebanggaan bagi kita bisa bertemu, walau mungkin dalam suasana yang tidak terlalu sempurna. Tapi, ini bagian bagaimana kita berkontribusi untuk dunia.
Apa yang kita kerjakan benar-benar sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang selama ini dipandang tidak mungkin, menjadi mungkin. Dan kita lakukan itu semua di hadapan diri kita sendiri.
Banyak orang belum percaya dengan hasil dari apa yang kita kerjakan. Hanya sebagian kecil saja yang percaya, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat manfaat dari apa yang kita kerjakan.
Saya kira, kanker 5-10 tahun yang lalu tak ubahnya seperti pengumuman kematian yang diberitahukan lebih cepat. Tapi, kalau kita melihat apa yang telah kita lakukan, oleh CTech Edwar Technology, saya kira pekerjaan bisa diibaratkan seperti memberi sebuah “cahaya” kepada tempat yang sudah tidak ada cahayanya lagi.
Sebagian besar orang belum memahami pentingnya apa yang kita kerjakan. Karenanya kita harus lebih bersabar agar makin banyak lagi orang memahami pentingnya apa yang kita kerjakan.
Saya mengambil contoh Willy (seorang pasien kanker yang dinyatakan sembuh menggunakan ECCT, karyawan perusahaan), fenomenanya terjadi itu karena kehendak Allah SWT. Karena-Nya kita bisa bersama ada di sini. Hal tersebut telah direncanakan oleh Allah. Willy tidak seorang saja. Ada adiknya, tetangganya, tetangganya tetangga willy. Itu baru beberapa contoh orang saja, sesuatu yang tadinya tidak mungkin, menjadi mungkjn. Itulah arti penting atas karya kita.
Karena apa yang kita kerjakan sesuatu yg luar biasa maka orang tidak mudah menerimanya. Kalau kita melihat Go-Jek misalkan, sama-sama ditutup izinnya, namun bisa dibuka kembali dalam sehari. Kusrin, karyanya dibakar, sampai kemudian diubah kembali kebijakannya hanya dalam seminggu.
Apakah yang kita kerjakan tidak lebih layak dari Go-Jek dan Kusrin? Mengapa Menkes sampai detik ini juga belum mengeluarkan keputusan? Menteri tidak perlu datang ke kantor Go-Jek dan Kusrin untuk mengubah kebijakan. Tapi, untuk kasus kita, Menristek sampai dua kali berkunjung ke CTech Edwar Technology (apresiasi untuk Prof Nasir). Menurut saya pun Presiden Jokowi bukan tidak mengetahui apa yang kita kerjakan.
Ada seorang analis dari Belanda. Dia mengirim email tentang pendekatan yang promising terkait kanker tiga hari yang lalu. Tiga pendekatan tersebut adalah novocure, satu lagi berbasis magnet (lupa), dan ECCT. Dia bilang, dari tiga teknologi dunia ini yang paling menjanjikan dan hasilnya paling efektif adalah ECCT. Kalau kita melihat Willy, memang sesuatu yang kita kerjakan ini riil. Lalu, mengapa kita untuk menolong orang ini rasanya sulit? Itu karena apa yang kita kerjakan adalah sesuatu yang tidak ada perbandingannya di tempat lain.
Mungkin, kita sendiri kadang tidak yakin mengerjakannya, ‘kok Willy bisa sembuh ya. Orang yang tidak mengerti kanker itu tidak percaya. Membantu Willy itu dianggap kebanyakan orang seolah-olah membantu anak sakit yang kena flu.
Tetapi kita bukanlah sebagaimana kebanyakan orang.
Saya kira kalau ada beberapa orang yang juga mampu mengerjakan hal seperti ini, tidak akan banyak. Karena itu, kalian harus merasa bangga dengan apa yang kita kerjakan. Jangan berkecil hati dengan apa yang kita kerjakan itu akan berkurang pahalanya, selama Anda ikhlas mengerjakannya. Tidak perlu kita berkecil hati terkait berkurangnya rezeki kita. Karena, perihal rezeki, tidak ada pengaruhnya dengan apa yang orang lain kerjakan pada kita.
Seberapa banyak kerja yang harus kita lakukan, mulai dari menyolder sirkuit, dari yang menganilisis hasil medis, menyiapkan makan siang, sampai bapak-bapak yang membantu saya menyiapkan kantor di Modernland tahun 2003.
Kembali lagi, tidak ada yang perlu kita khawatirkan terhadap apapun juga, karena kita sudah memberikan semua daya dan upaya. Kalau hari ini kita harus berhenti, itu bukan karena kita belum mengeluarkan semua yang kita punya. Kita sudah all out, that’s what makes it counts! Yang namanya rezeki, itu tidak akan tertahan karena tindakan orang lain pada kita. Mungkin selama 3-4 tahun ini kita bisa bersama-sama dan mendapat rezeki. Tetapi kalau kita harus berhenti dulu, Allah tidak akan menahan rezeki kita masing-masing.
Kemudian, apa yang kita kerjakan tidak akan terhapus oleh apapun dan siapapun. Dalam artian, kalau harus berhenti dulu hari ini, maka pahala itu tak akan berkurang, siapapun yang mengerjakan dan kapanpun dikerjakannya kalau mereka terinspirasi dari apa yang kita kerjakan.
Kita bersedih karena harus berpisah terlebih dahulu. Tapi itu adalah bagian dari proses, proses untuk meraih yang lebih besar dari apa yang kita dapatkan sekarang. Karena kalau kita tidak pernah menghadapi masalah, kita tidak akan bisa naik ke level yang lebih tinggi.
Saya melakukan riset sejak 1992 sudah 24 tahun. Sepengetahuan saya, tidak ada satu proses pun yang berlangsung tanpa adanya tantangan maupun cobaan. Saya pernah tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki makanan selama seminggu, kalau makan saat itu, ya numpang. “Gempuran” dimulai dari tahun 2011 dan 2012, saat itu kita bergeming. Tahun 2013 dan 2014 pun sama, kita bergeming. Untuk saat ini, kalau nanti kita bangkit lagi, saya kira kita akan bangkit dengan lebih kuat.
Apalagi kalau mengingat sebagian besar kalian adalah anak-anak yang baru lulus kemarin. Saya kira kalau Anda semua langsung mencicipi keberhasilan, itu terlalu bagus. Nanti kemungkinan ke depannnya tidak akan menyelamatkan kalian (kalau belum pernah merasakan kegagalan). Jadi, kalian pun memerlukan kegagalan, rasa sedih, dan jatuh. Hanya karena itulah semua akhirnya jadi kuat. Edwar Technology pun memerlukan hal tersebut dan Edwar Technology akan bangkit lebih kuat ke depannya. Jadi, jangan berkecil hati.
Ini sebuah proses yang kita butuhkan untuk menjadi lebih baik. Kalau kita berhenti dulu, kita bisa menata kembali dengan lebih baik. Untuk karyawan yang harus berhenti dulu, terus terang ini keputusan yang paling berat. Ketika melihat seseorang pergi di hadapan kita dengan menundukkan kepalanya. Saya kira itu yang paling berat. Tapi sekali lagi, saya rasa ini perlu. Insya Allah tidak ada rezeki yang bisa diambil oleh orang lain dari kita. Jadi, kesempatan kali ini bisa kita gunakan. Yang tadinya merasa skillnya belum cukup, bisa diasah kembali. Bagi staf R&D, bisa meluangkan untuk membaca lebih banyak lagi, mengambil kelas, dan pergi sekolah untuk belajar lebih banyak lagi.
Setelah waktu itu telah diberikan oleh Allah untuk menata apa yang kita kerjakan, saya kira kita bisa berkarya lebih besar. Bukan hanya untuk perusahaan, tetapi juga untuk Indonesia dan terlebih lagi untuk kemanusiaan. Mudah-mudahanan niat baik itu yang bisa menguatkan kita.
Kita harus berhenti tetapi insya Allah kita kembali dengan lebih kuat. Kembali membuat manfaat untuk kemanusiaan.
Itu saja, terima kasih.
Wa billahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum Wassalaamu Alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh
Bagaimana menurut agan? Orang baik di negeri ini dianggap jahat jika mengambil rezeki orang lain padahal rezeki itu dari Allah SWT dan tidak pernah tertukar. Semoga pemerintah bisa menyikapi ini. 


Quote:
Bahan bacaan agar jadi pembanding Kemenkes juga ada kerja sama dengan Pak warsito, Lho!?
Quote:
Ini coba bisa dibaca:
Pak Warsito diundang menjadi pembicara dalam Rakernas Ristekdikti 2016
(31 januari- 02 Februari 2016) yang diadakan di Puspitek Serpong.

Pembicara:
1. Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, MSc., Ph.D (Rektor UGM)/Dr. Ir. Kadarsyah Suryadi (Rektor ITB)
2. Dr. Ir. Subandi, MSc. (Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan-Bappenas)
3. Dr. Warsito (PT Edwar Technology)
4. Dr. Nurul Taufiqu Rochman (Ka. PusinovLIPI dan Inovator Dalam Bidang Nano Teknologi)
Sumber:
http://www.ristek.go.id/?module=File.../rakernas.html
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan memfokuskan pada pengobatan jenis kanker terumum atau terbanyak yang diidap oleh penderita kanker di Indonesia untuk ditangani di Klinik CTECH Edwar Tech milik Warsito.
"Yang kita harus perhatikan dalam uji klinis dari riset milik Pak Warsito adalah pasien apa yang bisa menerima hasil penelitian ini. Apakah payudara dulu atau serviks? Kita bisa fokuskan pada kanker terbanyak," kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Tritarayati pada konferensi pers di Klinik CTECH Lab Edwar Technology, Tangerang, Senin (11/1).
Perempuan yang akrab disapa Tari itu mengatakan, inovasi alat terapi kanker 'Electro-Capacitive Cancer Therapy' (ECCT) dan alat deteksi kanker 'Biomedical Electrical Capacitance Volume Tomography' (ECVT) milik Warsito harus bisa dibuktikan secara ilmiah serta mempunyai standar operasional prosedur (SOP) yang jelas.
"Sekarang sudah mengerucut (identifikasi jenis kanker yang difokuskan) dan masih ada beberapa orang yang meneliti, dari Kementerian Kesehatan, peneliti dari rumah sakit dan komite penanggulangan kanker nasional," kata Tari.
Tari menjelaskan, setelah hasil peninjauan penelitian keluar, penanganan fisika medis yang selama ini diterapkan oleh Warsito di kliniknya akan mendapat pendampingan dokter dan pasien yang ditangani masuk dalam ranah penelitian.
Selama masa peninjauan, Warsito sementara waktu tidak boleh menerima pasien baru, namun pasien lama yang sudah terdaftar diperbolehkan berkonsultasi. Adanya pendampingan tenaga dokter dari Kemenkes ini disambut baik oleh sang penemu alat ECCT dan ECTV Warsito Purwo Taruno.
"Pendampingan dari dokter kami anggap sesuatu yang perlu (dilakukan) sejak awal dan memang sudah kami ajukan. Kami menerima semua yang menjadi arahan Kemenkes," kata lulusan pendidikan doktoral Teknik Elektro Shizouka University Jepang tersebut.
Terkait dengan kemungkinan jenis kanker yang terbanyak yang akan difokuskan oleh Kemenkes, Warsito mengatakan, kanker payudara merupakan kanker terbanyak yang ditangani lalu kanker paru-paru. (ANT/Foto: ANT/Istimewa)
Sumber:
http://majalahkartini.co.id/berita/p...an-kanker-umum
Serba salah, itulah yang dihadapi Dr Warsito Purwo Taruno, M.Eng dan alat pembasmi kanker temuannya. Di satu sisi alatnya telah memberi harapan bagi ribuan pengidap kanker, namun di sisi lain dinilai telah menerobos aturan.
Awalnya, Dr Warsito ingin mendaftarkan laboratorium risetnya sebagai klinik kanker. Di klinik itulah ia hendak mengkaryakan alat temuannya yakni Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) dan Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT). Masyarakat mengenalnya sebagai rompi antikanker.
Namun niat ini terbentur Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 28 tahun 2011 tentang klinik. Dalam aturan tersebut hanya ada 2 jenis klinik berdasarkan pelayanan yang diberikan, yakni klinik pratama untuk pelayanan medik dasar dan klinik utama untuk pelayanan spesialistik. Klinik Dr Warsito tidak memenuhi syarat keduanya.

Permenkes no 28/2011 tentang Klinik
Pada 20 November 2012, Kementerian Kesehatan melayangkan surat pada Walikota Tangerang. Isinya antara lain mendorong penertiban klinik milik Warsito di Alam Sutera. Saat ini, tulisan 'klinik' dalam papan nama PT Edwar Technoloigy sudah ditutup dengan selotip.
"Akhirnya kita coba untuk mendaftar sebagai klinik alternatif atau pengobatan komplementer. Karena memang saat ini belum ada yang menggunakan alat seperti kami dan belum diakui sebagai modalitas pengobatan kanker," ungkap Dr Warsito.
Upaya untuk mendaftar sebagai klinik alternatif atau komplementer juga menemui kegagalan. Merujuk pada Permenkes no 1109 tahun 2007 tentang Pengobatan Komplementer-Alternatif, penggunaan alat dan obat dalam pengobatan komplementer-alternatif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Permenkes no 1109/2007 tentang Pengobatan Alternatif-Komplementer
Di sinilah Dr Warsito menemui hambatan. ECCT yang berupa rompi dan helm termasuk ke dalam kategori alat kesehatan dengan risiko tinggi dan membutuhkan uji klinis sebelum boleh digunakan. Padahal menurut Dr Warsito, alat buatannya tidak memiliki risiko tinggi.
"Mungkin karena implikasinya terhadap kanker jadinya termasuk risiko tinggi. Padahal secara teknis alat saya termasuk kategori risiko rendah atau sedang, karena arus listriknya rendah sekali, cuma 15 volt, setara bohlam 15 watt," ungkap Dr Warsito berapi-api.
Dr Warsito mengaku bingung dengan regulasi yang ada. Argumennya, bagaimana bisa alat dengan arus listrik rendah dikategorikan sebagai alat kesehatan berisiko tinggi. Karena itu ia mengambil kesimpulan bahwa saat ini Indonesia belum siap untuk melahirkan inovasi buatan dalam negeri.
"Aturan di negara kita sangat simpel dan sedikit, terutama terkait regulasi alat kesehatan buatan dalam negeri. Berbeda dengan negara lain yang memang sulit, namun clear dan jelas," tandasnya.

UU No 36/2009 tentang Kesehatan
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkewajiban melindungi keselamatan pasien. Pada 2012, melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kemenkes telah menandatangani nota kesepahaman terkait pengembangan riset alat tersebut.
Dalam perjalanannya, Balitbangkes menilai ada sejumlah prosedur penelitian tidak dipenuhi oleh Dr Warsito. Akhirnya pada Rabu (2/12/2015), Dr Warsito dan Kemenkes duduk satu meja, menyepakati review selama maksimal 30 hari kerja. Selama review berlangsung, Dr Warsito tidak boleh menerima pasien baru.
"Apa yang dilakukan oleh Pak Warsito adalah sebuah inovasi yang perlu dikawal, tentu dalam kaidah penelitian yang baik, karena akan digunakan untuk manusia," kata Staf Ahli Menteri Kesehatan bidang medikolegal, drg Tritarayati, SH. (up/mrs)
Sumber:
http://sport.detik.com/aboutthegame/...-antikankernya
Pak Warsito diundang menjadi pembicara dalam Rakernas Ristekdikti 2016
(31 januari- 02 Februari 2016) yang diadakan di Puspitek Serpong.

Pembicara:
1. Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, MSc., Ph.D (Rektor UGM)/Dr. Ir. Kadarsyah Suryadi (Rektor ITB)
2. Dr. Ir. Subandi, MSc. (Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan-Bappenas)
3. Dr. Warsito (PT Edwar Technology)
4. Dr. Nurul Taufiqu Rochman (Ka. PusinovLIPI dan Inovator Dalam Bidang Nano Teknologi)
Sumber:
http://www.ristek.go.id/?module=File.../rakernas.html
Kemenkes Gandeng Klinik Warsito untuk Pengobatan Kanker Umum
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan memfokuskan pada pengobatan jenis kanker terumum atau terbanyak yang diidap oleh penderita kanker di Indonesia untuk ditangani di Klinik CTECH Edwar Tech milik Warsito.
"Yang kita harus perhatikan dalam uji klinis dari riset milik Pak Warsito adalah pasien apa yang bisa menerima hasil penelitian ini. Apakah payudara dulu atau serviks? Kita bisa fokuskan pada kanker terbanyak," kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Tritarayati pada konferensi pers di Klinik CTECH Lab Edwar Technology, Tangerang, Senin (11/1).
Perempuan yang akrab disapa Tari itu mengatakan, inovasi alat terapi kanker 'Electro-Capacitive Cancer Therapy' (ECCT) dan alat deteksi kanker 'Biomedical Electrical Capacitance Volume Tomography' (ECVT) milik Warsito harus bisa dibuktikan secara ilmiah serta mempunyai standar operasional prosedur (SOP) yang jelas.
"Sekarang sudah mengerucut (identifikasi jenis kanker yang difokuskan) dan masih ada beberapa orang yang meneliti, dari Kementerian Kesehatan, peneliti dari rumah sakit dan komite penanggulangan kanker nasional," kata Tari.
Tari menjelaskan, setelah hasil peninjauan penelitian keluar, penanganan fisika medis yang selama ini diterapkan oleh Warsito di kliniknya akan mendapat pendampingan dokter dan pasien yang ditangani masuk dalam ranah penelitian.
Selama masa peninjauan, Warsito sementara waktu tidak boleh menerima pasien baru, namun pasien lama yang sudah terdaftar diperbolehkan berkonsultasi. Adanya pendampingan tenaga dokter dari Kemenkes ini disambut baik oleh sang penemu alat ECCT dan ECTV Warsito Purwo Taruno.
"Pendampingan dari dokter kami anggap sesuatu yang perlu (dilakukan) sejak awal dan memang sudah kami ajukan. Kami menerima semua yang menjadi arahan Kemenkes," kata lulusan pendidikan doktoral Teknik Elektro Shizouka University Jepang tersebut.
Terkait dengan kemungkinan jenis kanker yang terbanyak yang akan difokuskan oleh Kemenkes, Warsito mengatakan, kanker payudara merupakan kanker terbanyak yang ditangani lalu kanker paru-paru. (ANT/Foto: ANT/Istimewa)
Sumber:
http://majalahkartini.co.id/berita/p...an-kanker-umum
Aturan-aturan Ini Jadi Sandungan Bagi Dr Warsito dan Rompi Antikankernya


Serba salah, itulah yang dihadapi Dr Warsito Purwo Taruno, M.Eng dan alat pembasmi kanker temuannya. Di satu sisi alatnya telah memberi harapan bagi ribuan pengidap kanker, namun di sisi lain dinilai telah menerobos aturan.
Awalnya, Dr Warsito ingin mendaftarkan laboratorium risetnya sebagai klinik kanker. Di klinik itulah ia hendak mengkaryakan alat temuannya yakni Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) dan Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT). Masyarakat mengenalnya sebagai rompi antikanker.
Namun niat ini terbentur Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 28 tahun 2011 tentang klinik. Dalam aturan tersebut hanya ada 2 jenis klinik berdasarkan pelayanan yang diberikan, yakni klinik pratama untuk pelayanan medik dasar dan klinik utama untuk pelayanan spesialistik. Klinik Dr Warsito tidak memenuhi syarat keduanya.

Permenkes no 28/2011 tentang Klinik
Pada 20 November 2012, Kementerian Kesehatan melayangkan surat pada Walikota Tangerang. Isinya antara lain mendorong penertiban klinik milik Warsito di Alam Sutera. Saat ini, tulisan 'klinik' dalam papan nama PT Edwar Technoloigy sudah ditutup dengan selotip.
"Akhirnya kita coba untuk mendaftar sebagai klinik alternatif atau pengobatan komplementer. Karena memang saat ini belum ada yang menggunakan alat seperti kami dan belum diakui sebagai modalitas pengobatan kanker," ungkap Dr Warsito.
Upaya untuk mendaftar sebagai klinik alternatif atau komplementer juga menemui kegagalan. Merujuk pada Permenkes no 1109 tahun 2007 tentang Pengobatan Komplementer-Alternatif, penggunaan alat dan obat dalam pengobatan komplementer-alternatif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Permenkes no 1109/2007 tentang Pengobatan Alternatif-Komplementer
Di sinilah Dr Warsito menemui hambatan. ECCT yang berupa rompi dan helm termasuk ke dalam kategori alat kesehatan dengan risiko tinggi dan membutuhkan uji klinis sebelum boleh digunakan. Padahal menurut Dr Warsito, alat buatannya tidak memiliki risiko tinggi.
"Mungkin karena implikasinya terhadap kanker jadinya termasuk risiko tinggi. Padahal secara teknis alat saya termasuk kategori risiko rendah atau sedang, karena arus listriknya rendah sekali, cuma 15 volt, setara bohlam 15 watt," ungkap Dr Warsito berapi-api.
Dr Warsito mengaku bingung dengan regulasi yang ada. Argumennya, bagaimana bisa alat dengan arus listrik rendah dikategorikan sebagai alat kesehatan berisiko tinggi. Karena itu ia mengambil kesimpulan bahwa saat ini Indonesia belum siap untuk melahirkan inovasi buatan dalam negeri.
"Aturan di negara kita sangat simpel dan sedikit, terutama terkait regulasi alat kesehatan buatan dalam negeri. Berbeda dengan negara lain yang memang sulit, namun clear dan jelas," tandasnya.

UU No 36/2009 tentang Kesehatan
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkewajiban melindungi keselamatan pasien. Pada 2012, melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kemenkes telah menandatangani nota kesepahaman terkait pengembangan riset alat tersebut.
Dalam perjalanannya, Balitbangkes menilai ada sejumlah prosedur penelitian tidak dipenuhi oleh Dr Warsito. Akhirnya pada Rabu (2/12/2015), Dr Warsito dan Kemenkes duduk satu meja, menyepakati review selama maksimal 30 hari kerja. Selama review berlangsung, Dr Warsito tidak boleh menerima pasien baru.
"Apa yang dilakukan oleh Pak Warsito adalah sebuah inovasi yang perlu dikawal, tentu dalam kaidah penelitian yang baik, karena akan digunakan untuk manusia," kata Staf Ahli Menteri Kesehatan bidang medikolegal, drg Tritarayati, SH. (up/mrs)
Sumber:
http://sport.detik.com/aboutthegame/...-antikankernya
Komen bermanfaat dari agan ini
Quote:
Original Posted By steamholic►
Untuk prosedur penelitian pada manusia, atau yg menggunakan obyek manusia sebagai penelitiannya, semua negara mengadopsi aturan yang sama. Melewati 3 fase. Diawali dengan dicobakan ke hewan coba, jika lolos, masuk fase tahap 2 yaitu bisa dicoba dengan menggunakan manusia... tetapi dengan jumlah sangat terbatas dan pengawasan ketat. Jika lolos juga, masih harus diuji fase ketiga dengan tetap menggunakan manusia sebagai obyek percobaannya.
Jadi, tiap fase ada evaluasinya. Jika fase ketiga telah lolos, baru mendapatkan sertifikasi lolos uji klinis dan boleh dipakai secara luas. Negara manapun sama.
Kalo nggak salah, pak Warsito udah sampai fase kedua. Namun sayangnya Pak Warsito justru membuka Klinik, yg dinamakan Klinik Riset Kanker. Nah di sini mulai timbul masalahnya (tapi kaskuser pada nggak mau tahu).
Namanya Klinik ya klinik, tidak ada Klinik yg dibuka khusus untuk riset/penelitian. Kalo mau penelitian/riset ya penelitian aja, jangan buka klinik. Ijin kliniknya pak Warsito pun dipertanyakan.
Bukan sekedar karena pak Warsito mau meneliti tapi dihambat. Semua ada aturannya. Mau hijrah ke luar negeripun (seperti banyak yg cuap2x bilang "udah pindah aja ke luar negeri kalo nggak dianggep di Indonesia) sama juga jatuhnya. Mengingat mencakup obyek penelitian manusia yg merupakan level tertinggi suatu penelitian dilakukan.
Coba agan bisa mampir ke trit satu ini (mantab penjelasannya tuh):
http://m.kaskus.co.id/thread/5663efd...ri-atau-bukan/.
Ya sekali lagi, ini bukan karena Indonesia kurang menghargai penelitian warga lokal. Beda kasus untuk Pak Warsito. Mau ilmuwan TOP DUNIA di negara manapun pasti melakukan prosedur yang sama.
Yg disayangkan adalah seakan-akan pak Warsito "memanfaatkan" kasak-kusuk dari orang yg terprovokasi untuk mendukungnya dan "memasukkan" provokasi dalam setiap tulisan/pidatonya dia.
Harusnya "jujur" aja lah, bilang saya kesulitan di tahap ini, butuh dukungan, sebutin juga kalo kurang dana penelitian, bla...bla...bla... Bukan cuma mengatakan ini itu yg membuat publik terprovokasi.

Untuk prosedur penelitian pada manusia, atau yg menggunakan obyek manusia sebagai penelitiannya, semua negara mengadopsi aturan yang sama. Melewati 3 fase. Diawali dengan dicobakan ke hewan coba, jika lolos, masuk fase tahap 2 yaitu bisa dicoba dengan menggunakan manusia... tetapi dengan jumlah sangat terbatas dan pengawasan ketat. Jika lolos juga, masih harus diuji fase ketiga dengan tetap menggunakan manusia sebagai obyek percobaannya.
Jadi, tiap fase ada evaluasinya. Jika fase ketiga telah lolos, baru mendapatkan sertifikasi lolos uji klinis dan boleh dipakai secara luas. Negara manapun sama.
Kalo nggak salah, pak Warsito udah sampai fase kedua. Namun sayangnya Pak Warsito justru membuka Klinik, yg dinamakan Klinik Riset Kanker. Nah di sini mulai timbul masalahnya (tapi kaskuser pada nggak mau tahu).
Namanya Klinik ya klinik, tidak ada Klinik yg dibuka khusus untuk riset/penelitian. Kalo mau penelitian/riset ya penelitian aja, jangan buka klinik. Ijin kliniknya pak Warsito pun dipertanyakan.
Bukan sekedar karena pak Warsito mau meneliti tapi dihambat. Semua ada aturannya. Mau hijrah ke luar negeripun (seperti banyak yg cuap2x bilang "udah pindah aja ke luar negeri kalo nggak dianggep di Indonesia) sama juga jatuhnya. Mengingat mencakup obyek penelitian manusia yg merupakan level tertinggi suatu penelitian dilakukan.
Coba agan bisa mampir ke trit satu ini (mantab penjelasannya tuh):
http://m.kaskus.co.id/thread/5663efd...ri-atau-bukan/.
Ya sekali lagi, ini bukan karena Indonesia kurang menghargai penelitian warga lokal. Beda kasus untuk Pak Warsito. Mau ilmuwan TOP DUNIA di negara manapun pasti melakukan prosedur yang sama.
Yg disayangkan adalah seakan-akan pak Warsito "memanfaatkan" kasak-kusuk dari orang yg terprovokasi untuk mendukungnya dan "memasukkan" provokasi dalam setiap tulisan/pidatonya dia.

Harusnya "jujur" aja lah, bilang saya kesulitan di tahap ini, butuh dukungan, sebutin juga kalo kurang dana penelitian, bla...bla...bla... Bukan cuma mengatakan ini itu yg membuat publik terprovokasi.

Diubah oleh travellertambun 02-02-2016 09:40


sukendar.ms556 memberi reputasi
1
55.9K
Kutip
351
Balasan


Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!

The Lounge
925.9KThread•93.7KAnggota
Urutkan
Terlama


Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru