Quote:
Tawan, sebutan akrab I Wayan Sumardana (31), mengaku tak setuju dengan istilah “Lengan Robot” untuk alat yang ia buat. Menurut pria yang belakangan dijuluki ‘Iron Man from Bali’ ini, sebutan itu berlebihan. Untuk itu dia mau ralat.
“Ini lengan robot apanya? Saya mau ralat itu,” ungkap Tawan di bengkel lasnya yang brerlokasi di Desa Nyuh Tebel, Kecamatan Manggis, Karangasem.
Tawan lebih suka menyebut lengan mekanis buatannya sebagai “alat pembantu kerja” saja, tanpa embel-embel robot atau istilah canggih lainnya.
“Ini tidak secanggih itu (robot.) Dibuatnya simpel. Alatnya sederhana, dari barang rongsokan juga,” terangnya.
Peralatan kerja yang mengalami kerusakan sejak hari Minggu kemarin itu, diakuinya sangat membantu pekerjaannya sebagai tukang las, yakni sebagai penopang tangan kirinya yang mendadak lumpuh sejak sekitar 6 bulan lalu.
Tawan pun menegaskan bahwa dirinya tak pernah merasa ingin terkenal, apalagi sampai menantang orang-orang yang pintar di bidang robotik.
“Saya buat ini bukan untuk terkenal, buat alat bantu kerja saja. Buat makan, buat cari nafkah,” tegas Tawan.
Tawan juga mengatakan bahwa dirinya tak pernah mengundang media, bahkan yang mengunggah foto dirinya ke sosial media pun bukan dirinya. Ia pun menuturkan bagaimana ceritanya hingga dirinya menjadi buah bibir seperti sekarang.
Alat penopang lengan tersebut katanya dibuat sekitar 2 minggu setelah tangan kirinya mengalami kelumpuhan. Setelah dicoba tak kurang dari tujuh kali selama dua bulan berturut-turut, alat tersebut mulai bisa digunakan.
“(Lengan mekanis) Saya pakai untuk bekerja di bengkel atau pas ada panggilan di luar. Mungkin pas sedang bekerja atau ketika saya sedang bawa motor ada orang melihat merasa aneh sampai terdengar wartawan,” tuturnya.
Tawan mengaku selalu menghindar setiap kali ada wartawan ingin bertanya-tanya kala itu. Hal itu, diakui Tawan, karena minder.
“Sampai suatu saat ada salah seorang yang datang ke bengkel saya pakai pakaian seperti pegawai bank. Kartu ID-nya tidak terlihat, dia di situ datang buat foto-foto pakai kamera ponsel. Ya, saya pikir orang biasa, tidak tahunya belakangan saya baru sadar di wartawan. Sejak itu saya mulai ramai didatangi,” paparnya lebih jauh.
Mengenai media yang menyebut dirinya sebagai “Iron Man from Bali,” Tawan juga menampik. Ia tak pernah merasa sepintar tokoh komik Marvel Tony Stark atau Iron Man.
“Tony Stark itu kan pintar. Bisa bikin Iron Man, saya kan cuma bikin alat bantu kerja ini saja. Jauhlah. Mungkin Tony Stark juga malu disamakan dengan saya,” ungkapnya sambil tertawa.
Mengenai adanya pihak-pihak yang menuding dirinya berbohong, Tawan tak mau ambil pusing.
“Terserah orang mau bilang apa. Yang pasti alat ini membantu saya kembali bisa bekerja dan mengais rezeki untuk istri dan anak saya,” terangnya.
Tawan mempersilakan siapapun yang ingin mengecek kebenaran alat itu. Dia ingin meyakinkan publik bahwa dirinya tidak berbohong soal robot yang dia ciptakan dari rongsokan itu.
“Silakan kalau mau dicek alat ini. Ngapain saya bohong. Kalau saya bohong, bagi orang Bali itu ada karmapala. Biar saya menanggung karmapala itu kalau saya berbohong,” ungkapnya.
http://popbali.com/tawan-saya-mau-ra...ukan-iron-man/
RALAT...RALAT...RALAT
Ini ada artikel dari Dokter Ahli Sp Bedah Syaraf,
Quote:
Akhirnya saya memutuskan untuk melihat langsung seperti apa “tangan robot” Tawan “Iron Man” pada hari ini di Bali, tepatnya di Banjar Tauman. Banyaknya informasi tentangnya membuat saya tidak terlalu sulit menemukan bengkel tempat ia membuat “Tangan Robot” tersebut. Sayang sekali, setelah melihat langsung “elektroda” yang ditempatkan di kepala dan “tangan robot”, saya bisa pastikan keseluruhannya hanyalah hoax semata..
Sekilas saat pertama sekali melihat sosoknya di 9gag.com, jujur saja saya langsung terpukau. Maklum, selama beberapa tahun menjalani pendidikan bedah saraf di Jepang, Brain Machine Interface merupakan salah satu topik yang digarap di sana. Jelas bukan perkara mudah. Namun, Tawan bisa membuatnya di bengkel sederhana miliknya meski hanya mengeyam pendidikan hingga STM.
Akan tetapi, keterpukauan saya semakin berkurang seiring banyaknya pemberitaan dan foto-fotonya saat menggunakan “tangan robot” tersebut. Saya bukanlah ahli di bidang elektronika ataupun mekanika, namun cukup paham dengan instrumen pencitraan otak. Oleh sebab itu, fokus saya hanyalah pada otak beserta “elektroda” di kepalanya. Setelah saya amati dengan seksama, terdapat keanehan pada peletakan “elektroda” di kepala Tawan, yang menurutnya menghantarkan perintah dari otak ke “mesin”, sehingga “tangan robot”nya bisa digerakkan.
Otak di dalam kepala manusia memiliki beberapa bagian yang berfungsi secara spesifik. Bagian otak yang bertugas “memberi perintah” agar tubuh bergerak berasal dari lobus frontalis (otak bagian depan), tepatnya di daerah precentral gyrus. Secara kasar, jika teman-teman membuat garis lurus dari lubang telinga ke puncak kepala, sepanjang itulah letak bagian otak yang bertugas “memberi perintah”. Kebetulan salah satu riset saya di Jepang adalah melihat perubahan kadar OxyHb menggunakan fNIRS (functional near-infrared spectroscopy) pada saat responden di beri perintah untuk membuat gerakan menggenggam dengan tangan secara periodik. Optoda fNIRS kami letakkan di daerah yang dari kulit kepala diperkirakan akan mengenai inverted omega (area pada Brain MRI yang berdasarkan homoculus cerebri merupakan tempat di mana tangaan akan membuat gerakan menggenggam). Bagi para dokter bedah saraf, jika melakukan motor evoked potential pada saat pengangkatan tumor otak, elektroda pun akan diletakkan langsung di cerebral cortex, tepatnya di daerah inverted omega tersebut. Seharunya elektroda diletakkan di tempat tersebut. Kalaulah hendak dikatakan “tangan robot” digerakkan dengan pikiran, maka elektroda harus diletakkan persis sekitar dua cm di atas alis, bukan mendekati dahi sebagaimana yang selama ini digunakan oleh Tawan. Dari satu penjelasan ini saja, secara teori dan praktik, apa yang terjadi pada “tangan robot” Tawan sangatlah tidak masuk akal.
Di berbagai macam media disebutkan bahwa Tawan mengidap stroke sejak enam bulan lalu? Benarkah? Umur Tawan barulah 31 tahun. Boleh dikata hampir tidak pernah saya temui seorang dewasa muda yang masih berumur 30-an tahun mengidap penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Karena penasaran, saya tanya langsung kepada istrinya (saya sekali Tawan tidak berada di tempat pada saat saya berada di sana tadi pagi) tentang siapa yang memberi tahu bahwa Tawan mengidap stroke. Jawabannya amat sangat sungguh mengejutkan. Tidak satupun dokter yang pernah berkata bahwa Tawan mengidap stroke. Para dokter yang memeriksanya – menurut pengakuan sang istri – malah berkata tawan tidak mengidap menyakit apapun. “Diagnosis” stroke hanyalah diungkapkan oleh Tawan dan istrinya sendiri karena mereka tidak tahu apa nama penyakitnya. “Ya kalau bukan stroke apa donk kalau tangan lemas begitu..?” kata sang istri dengan polos. Jujur, saya seketika tidak lagi berminat untuk bertanya lebih jauh.
Saat saya mencoba mengangkat “tangan robot” tersebut, memang cukup terasa berat alatnya. Wajar jika di salah satu media massa Tawan berkata terasa letih setelah memakainya. Semakin aneh, bagaimana mungkin orang yang “mengidap” lemah sebelah tangan mampun menahan beban berat “tangan robot” tersebut.
Secara pribadi, saya harus akui “kreativitas” Tawan patutlah diapresiasi. Keinginannya untuk membuat karya berbekal ilmu dan belajar otodidak jelas membuat saya angkat topi pada Tawan. Bombastisnya pemberitaan Tawan “Iron Man” juga sama sekali bukanlah salah Tawan. Toh, bukan dia yang meminta atau mengatur agar media mau meliput dirinya. Yang sangat saya sesalkan adalah, mengapa media massa, sekalipun sangat besar medianya, tidak melakukan investigasi terlebih dahulu dengan melibatkan para ahli yang sesuai dengan bidangnya sebelum memberitakan secara besar-besaran seperti saat ini? Bahkan sampai orang dengan jabatan menteri pun bisa “terpukau”.
Kita memang membutuhkan berita-berita yang membanggakan. Namun, sepertinya bukan dengan seperti ini cara yang ditempuh..