SBY Lemparkan Isu Kudeta Militer: Tak Mudah Lengserkan Jokowi
Rabu, 30 September 2015 09:47 WIB

Jakarta, HanTer - Tiba-tiba saja, Presiden Ke-enam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melontarkan pernyataan kudeta militer terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). SBY menegaskan, kalau isu itu benar ia dengan tegas mengecamnya dan siap pasang badan. Karuan saja kalangan wakil rakyat dan pengamat militer mendesak Ketua Umum Partai Demokrat itu mengklarifikasi siapa dan kelompok mana yang mau mengkudeta Jokowi.

Pada acara bedah buku di Kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), di Jakarta, Senin (29/9/2015),‎ secara mendadak SBY melemparkan isu kudeta militer terhadap Presiden Jokowi. SBY menegaskan, kalau isu itu benar ia dengan tegas mengecamnya dan siap pasang badan.

‎Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPR RI Syaiful Bahri Anshori mengaku belum melihat ada isu ke arah sana. "Bapak SBY harus klarifikasi isu itu, siapa yang mau kudeta?" sebut Syaiful di gedung DPR, Selasa (29/9/2015).

Syaiful menjelaskan, sepengetahuannya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo siap menjamin Pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun.

Selain itu, tambah Syaiful, Presiden Jokowi juga dalam periode kepemimpinannya‎ saat ini, menginginkan TNI yang kuat dan profesional. "Jadi, saya kira isu itu jauh dari kebenaran," ujar Syaiful yang juga Sekretaris Dewan Syuro PKB.

Seperti sedang tidak main-main, SBY menegaskan dirinya yang merupakan pensiunan TNI siap berseberangan melawan pihak-pihak yang prokudeta.

Dalam kesempatan itu, SBY juga menyarankan agar pimpinan TNI bisa menyampaikan pendapat ke presiden sesuai mekanisme yang ada.

Kudeta bukan cara elok dalam demokrasi. Ada mekanisme, presiden punya ruang komunikasi dengan panglima dan Kapolri. Sampaikan dengan jelas. Kalau kudeta, demokrasi kita akan tercoreng," demikian SBY.

Kalangan pengamat intelijen dan politik menilai pernyataan SBY bahwa saat ini terdapat kudeta militer terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi‎ tidak mudah dan masih jauh. Sebab, saat ini TNI/Polri sangat solid mendukung berbagai kebijakan pemerintahan Jokowi. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini tidak mudah militer mengkudeta Presiden.

Pengamat Intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan, tidak mudah militer mengkudeta Presiden dengan melihat UU yang ada saat ini. Sebab, militer saat ini tidak lagi masuk dalam ranah politik yang dapat dengan mudah melengserkan presiden.

"Jika militer akan lakukan itupun tak terlalu mudah karena resikonya negara kita akan dianggap menyalahi proses demokrasi. Saya rasa Pak SBY bukan menakut-nakutii ya, tapi menyampaikan probabilita saja‎," singkat Nuning.

Menambahkan pernyataan Nuning, Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Firman Manan mengatakan, dalam konstitusi memang militer tidak lagi dapat mengambil bagian dalam politik termasuk melengserkan presiden. Sebab, hal ini menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dapat melengserkan presiden. Namun, sebutnya, pernyataan SBY tersebut harus di sikapi oleh Jokowi.

"Militer tidak ada tempat di politik atau memang ada indikasi pergerakan seperti itu (kudeta militer). Kalau ada indikasi harus disikapi," kata Firman Manan.

Menurutnya, pernyataan SBY tersebut tidak begitu saja terungkap. Bisa saja SBY mendapatkan informasi dari internal militer yang memang menginginkan hal itu. Sehingga, sambungnya, hal itu juga tidak bisa menjadi acuan adanya kudeta militer saat ini.

‎"Sebab itu, menurut saya tanggungjawab SBY untuk klarifikasi itu. Apakah itu normatif atau tidak dalam sistem demokrasi," ujarnya.

Dia mencontohkan, kudeta militer terhadap presiden pernah terjadi di Thailand. Dimana, ketika itu stabilitas politik, ekonomi negara tersebut tidak kondusif. Sehingga, presiden dilengserkan.

Namun, Thailand dengan Indonesia berbeda dan memiliki peraturan yang berbeda. "Jadi di Thailand itu militer merasa dirugikan atas langkah-langkah kepemimpinan sipil," ungkapnya.
http://nasional.harianterbit.com/nas...gserkan-Jokowi


Soal Isu Kudeta Jokowi, Mantan Kassospol ABRI Kritik SBY
Jum'at, 2 Oktober 2015 − 17:52 WIB

JAKARTA - Pernyataan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang siap pasang badan jika ada kudeta militer terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi), dikritik mantan Kepala Staf Sosial Politik (Kassospol) ABRI Letjen (Purn) Syarwan Hamid.

"Badan mana yang mau dipasang," kata Syarwan saat berkunjung ke Gedung SINDO, Jakarta, Jumat (2/10/2015).

Sebab, menurut Syarwan, TNI tidak akan melakukan kudeta terhadap Presiden Jokowi. "Saya akan jamin," kata pria yang juga mantan Menteri Dalam Negeri (1998-1999) era BJ Habibie ini.

Mantan Wakil Ketua DPR/MPR mewakili ABRI ini pun menyayangkan pernyataan SBY yang mengatakan seolah-olah akan ada kudeta terhadap Jokowi.

"Pak SBY saya lihat biar bekas presiden juga jawabannya juga enggak mutu," tutur Syarwan.

Menurut dia, isu kudeta terhadap Presiden Jokowi itu tidak masuk akal. Dia menambahkan, kesetiaan TNI adalah kepada rakyat, kemudian yang kedua kepada presiden.

"Tapi begitu rakyat dibohongi, dizalimi, maka TNI akan memilih, pilihan mana yang bisa selamatkan rakyat, tapi dia tak akan kudeta," ungkapnya.
http://nasional.sindonews.com/read/1...sby-1443783139


Pemerintahan Jokowi Diperkirakan Hanya Bertahan Dua Tahun
Kamis, 03 Juli 2014, 04:50 WIB


Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Joko Widodo (Jokowi) dianggap belum mampu mengatasi berbagai masalah bangsa yang kompleks. Karenanya, ia diperkirakan tak akan mampu mempertahankan pemerintahannya hingga selesai.

"Jokowi belum mampu, bisa rusak negara ini bila dipimpin Jokowi. Diprediksi pemerintahan Jokowi hanya mampu bertahan tidak lebih dari dua tahun," ujar Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hankam, Letjen TNI Purn Romulo Simbolon, Rabu (2/7).

Sebelumnya, kata dia, cawapres Jusuf Kalla (JK) pernah mengatakan bisa rusak negara ini bila dipimpin oleh Jokowi. Gubernur Jakarta nonaktif itu tidak akan dapat bertahan lama sebagai presiden bukan semata karena faktor goyangan dari luar. Tapi justru karena faktor goncangan dari dalam parpol pendukungnya.

"Jangan lupa,dalam sistem pemerintahan demokrasi multipartai, kelemahan utama dan mendasar Jokowi dan JK tidak punya partai. Jokowi hanya orang populer yang dipakai dan diberi tugas oleh partai untuk kepentingan partai. Dari sini terlihat posisi tawar Jokowi sangat lemah di dalam PDIP dan parpol koalisinya," ungkapnya.

Menurutnya, menjadi presiden yang memenangkan pilihan rakyat pada saat pilpres adalah satu hal. Namun dalam menjalankan roda pemerintahan, presiden terpilih harus mendapat dukungan politik dari partai di parlemen menjadi hal lain yang tersendiri.

Ia menilai, dalam politik tidak ada yang gratis. Begitu juga dengan kampanye untuk memenangkan Jokowi. Misalnya, fasilitas jet mewah untuknya, spanduk, iklan, dan pengumpulan massa.

"Biaya sebesar itu pasti ada yang mendanai. Begitu Jokowi terpilih mereka semua akan menagih hak jasanya ke Jokowi. Apalagi PDIP sudah berjuang dan berkorban puasa 10 tahun dari kekuasaan, pasti menuntut porsi kekuasaan yang besar," beber mantan Pangdam Jaya itu.

Romulo mengatakan, akan lebih banyak tumpangan bahkan besarnya potensi konflik kepentingan jika Jokowi terpilih menjadi presiden. Ketidakmampuannya mengelola tabrakan kepentingan dan perebutan kekuasaan internal pendukung diperkirakan akan semakin berat dengan peran kelompok politik oposisi di parlemen.

"Belum lagi tuntutan fasilitas dan kebijakan kue ekonomi sebagai kompensasi biaya dari investor yang tidak dapat terpuaskan. Serta berbagai bisikan dari mafia kekuasaan dan jabatan di sekitarnya akan membuat visi dan misi pemerintahannya hanya tinggal wacana. Saat itu apa mungkin jawaban Jokowi 'akurapopo', aku tetap mau blusukan saja," kata dia.
http://www.republika.co.id/berita/pe...ahan-dua-tahun