Kemenhub: Apa Pun Namanya, Go-Jek, Grab-Bike Dilarang Beroperasi
Keputusan Kementerian Perhubungan yang menyatakan ojek dan taksi online dilarang beroperasi mendapat protes netizen. Bahkan, sampai ada yang membuat petisi di change.org.
Sejak beredar di media massa terkait pernyataan resmi Kemenhub itu, reaksinya cenderung menolak.
Quote:
Akun Twitter Lestari Mega Putri @LSTRmegaputri menuliskan, "Jonan kadang suka ada" aja daah. Ampun banget. Engga mikir berapa ribu orang yang nantinya ilang mata pencaharian ish ?"
Begitu juga pemilik akun Twitter Sendy
Quote:
@sendyhermawan yang menulis, "Pak jonan ini ada2 aja..kita hidup di jaman yg serba online pak.. Bukan jaman batu."
Bahkan, seorang netizen bernama Fitra Frico mengajak warga mempetisi Menteri Perhubungan Republik Indonesia Ignasius Jonan agar meninjau ulang larangan pemerintah terhadap layanan Ojek dan Taksi berbasis online (Daring)
Dalam petisinya di Change.org, Fitra mengatakan sangat dibutuhkannya layanan ojek online oleh masyarakat. Selain praktis, kata dia, keberadaan mereka membantu mengurangi kemacetan yang sudah tak terkendali di Ibu Kota.
Apabila alasannya adalah tidak memenuhi syarat sebagai operator angkutan umum, harusnya, kata dia, ojek tradisional pun dilarang. Sebab, sejak dahulu mereka sudah tidak memenuhi syarat sebagai angkutan umum.
Mohon agar dapat ditinjau ulang/dicabut pelarangan beroperasi hal tersebut diatas yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015."
"Atau mohon agar dapat dicarikan alternatif lain agar masyarakat pengguna layanan tersebut diatas, dapat tetap menikmati kemudahan layanan yang Nyaman-Praktis-Murah-Aman juga dapat mengurangi kemacetan dikarenakan sampai saat ini transportasi publik yang ada, masih jauh dari harapan, khususnya disaat jam sibuk."
Quote:
Jakarta - Maraknya transportasi pelat hitam berbasis aplikasi online membuat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengambil langkah. Transportasi 'pelat hitam' seperti Go-Jek, Grab Bike, Blu-Jek, Lady-Jek, Uber Taksi, Grab Car sampai Go-Box akhirnya dianggap ilegal karena tidak sesuai dengan Undang-Undang 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan serta regulasi turunannya.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub, JA Barata menyebut pelarangan tersebut murni karena pertimbangan safety atau keselamatan transportasi. Untuk kasus seperti Go-Jek dan ojek sejenis, Barata menyebut perusahaan ojek online yang sedang menjamur sudah memproklamirkan sebagai angkutan penumpang.
Padahal roda 2 tidak termasuk sebagai angkutan penumpang karena kendaraan roda 2 dinilai paling rawan dari sisi safety.
"Go-Jek Cs sudah memproklamirkan sebagai angkutan penumpang. Padahal dalam UU LLAJ, jelas disebutkan kendaraan roda 2 tidak masuk ke dalam angkutan penumpang. Jadi dia tidak boleh dipakai untuk transaksi atau berbayar," ucap Barata, Kamis (17/12/2015).
Suara penolakan pun muncul, salah satunya dari pembaca detikcom bernama Jono Siswojo. Dia menyebut banyak pula angkutan umum yang ilegal seperti ojek pangkalan dan sejenisnya.
Ojek pangkalan juga menggunakan sepeda motor yang juga melanggar peraturan tersebut. Kemenhub menyebut hanya menjalankan regulasi yang sudah ada.
Bahkan upaya penindakan pun akan dilakukan nantinya. Ke depan, polisi yang akan melakukan penindakan kepada angkutan umum atau alat transportasi yang dianggap ilegal.
"Penindakan diserahkan kepada kepolisian," kata Barata.
(detik.com)
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Perhubungan melarang ojek ataupun taksi yang berbasis dalam jaringan atau daring (online) beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/12/2015), mengatakan pelarangan tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015.
Ada pun surat tersebut ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015. (Baca: Riuh Rendah Keberadaan Go-Jek...)
"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya.
Djoko mengatakan, surat tersebut juga ditujukan untuk Korps Lalu Lintas Polri serta para kapolda dan gubernur di seluruh Indonesia. (Baca: Ahok: Go-Jek seperti Anak Haram yang Tidak Diharapkan)
Dia menjelaskan, pengoperasian ojek dan taksi sejenis Uber tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
"Ketentuan angkutan umum adalah minimal harus beroda tiga, berbadan hukum, dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum," katanya.
Djoko mengaku, pihaknya tidak masalah dengan bisnis start-up (pemula). Namun, hal itu menjadi masalah apabila angkutan pribadi digunakan sebagai angkutan umum yang tidak berizin dan tidak memenuhi ketentuan hukum.
"Apa pun namanya, pengoperasian sejenis, Go-Jek, Go-Box, Grab Bike, Grab Car, Blue Jek, Lady-Jek, dilarang," katanya.
Quote:
Merdeka.com - Kementerian Perhubungan melarang ojek maupun taksi yang berbasis daring (online) beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers mengatakan pelarangan beroperasi tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.
"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya, Kamis (17/12).
Djoko mengatakan surat tersebut juga ditujukan untuk Korps Lalu Lintas Polri, para kapolda dan gubernur di seluruh Indonesia.
Dia menjelaskan pengoperasian ojek dan uber taksi tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.
"Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum," katanya.
Djoko mengaku pihaknya tidak masalah dengan bisnis start-up (pemula) namun menjadi bermasalah apabila menggunakan angkutan pribadi untuk angkutan umum yang tidak berizin dan tidak memenuhi ketentuan hukum. "Apapun namanya, pengoperasian sejenis, GO-JEK, Go-Box, Grab Bike, Grab Car, Blue Jek, Lady-Jek, dilarang," katanya.
Quote:
Suara.com - Kementerian Perhubungan melarang ojek maupun taksi yang berbasis daring atau online beroperasi. Sebab dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono mengatakan pelarangan beroperasi tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.
"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya, Kamis (17/12/2014) malam.
Djoko mengatakan surat tersebut juga ditujukan untuk Korps Lalu Lintas Polri, para kapolda dan gubernur di seluruh Indonesia.
Dia menjelaskan pengoperasian ojek dan uber taksi tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.
"Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum," katanya.
Djoko mengaku pihaknya tidak masalah dengan bisnis "start-up" (pemula) namun menjadi bermasalah apabila menggunakan angkutan pribadi untuk angkutan umum yang tidak berizin dan tidak memenuhi ketentuan hukum.
"Apapun namanya, pengoperasian sejenis, Go-Jek, Go-Box, Grab Bike, Grab Car, Blue Jek, Lady-Jek, dilarang," katanya. (Antara)