noldeforestasiAvatar border
TS
noldeforestasi
Kilang LNG Darat (OLNG) Rusak Ekosistem Hutan Tanimbar


Kapitalisme berbulu pribumi kembali beraksi. Kian banyak pentolan-pentolan pribumi yang pandai memasang wajah pro rakyat dan membela negara, padahal di baliknya ada misi dagang raksasa. Seringkali, misi dagang berselubung wajah nasionalisme itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara, bahkan merusak lingkungan.

Penghormatan orang-orang rakus itu terhadap sesama spesies manusia sudah hampir hilang, bersamaan dengan hilangnya penghormatan kepada spesies lain, yang konon lebih rendah dari spesies manusia. Orang rakus masa kini, tak peduli lagi berapa banyak alam yang rusak, berapa banyak manusia yang kehilangan nyawa, berapa banyak spesies fauna yang punah, demi mengejar keuntungan pribadi dan kelompoknya.

Orang rakus jaman dahulu mungkin masih ada rasa bersalah ketika melukai alam, manusia serta flora dan fauna. Sekarang berbeda. Orang rakus masa kini sudah tak lagi merasa bersalah atas kerusakan alam, kematian manusia, flora dan fauna akibat ideologinya mengejar keuntungan tanpa pandang bulu.

Bahkan seringkali, semua pihak tampak berselisih pendapat, berseteru, sembari semuanya mengklaim sedang membela rakyat dan negara. Padahal sejatinya, itu hanya topeng untuk menutupi maksud sebenarnya, mengeruk keuntungan tanpa mengacuhkan adanya pengerusakan lingkungan yang mengancam hajat hidup manusia, flora dan fauna.

Contoh kasus terkini adalah soal Blok Masela Abadi. Semua pihak ribut. Mulai dari pengusaha migas, pengamat, akademisi, tokoh Maluku, DPR, Kadin, partai politik, istana, semuanya ribut.

Ada yang bilang, kalau pakai model kilang Darat, investasi memang lebih mahal dan memberikan peningkatan ekonomi bagi masyarakat setempat. Bukan tidak mungkin menciptakan Balikpapan baru di Tanimbar, katanya.

Pihak yang lain bilang, pakai model kilang Terapung, investasi lebih murah, dimana selisihnya setara dengan investasi yang dibutuhkan untuk segudang proyek maritim dan tol laut yang dicanangkan pemerintahan Jokowi – JK, di kawasan Indonesia Timur, khususnya kawasan sekitar Maluku dan Tanimbar.

Ada juga yang mengangkat soal kepentingan asing versus kepentingan negara. Satu sisi bilang, investor asing bangun kilang LNG di Tanimbar tak masalah, selama rakyat dan negara diuntungkan. Sisi lainnya bilang, buat apa beri keuntungan untuk investor asing, padahal pemain migas domestik mampu membangun kilang tersebut. Keuntungan sepenuhnya untuk bangsa Indonesia. Sepenuhnya untuk bangsa Indonesia, atau sepenuhnya untuk kantong pribadi pengusaha domestik itu.

Semuanya ribut, fokusnya bicara keuntungan. Itulah kapitalisme. Bicara keuntungan paling muka, bicara hajat hidup manusia sert flora dan fauna kalau diperlukan. Kalau diprotes. Kalau ada yang perhatikan saja.

Sori saya jadi ngalor-ngidul bahas ini itu, sindir ini itu. Saya geram dengan petinggi bangsa ini yang hanya bicara uang melulu. Padahal, persoalan utama pembangunan Kilang LNG di Blok Abadi Masela adalah bagaimana menjaga keseimbangan alam, agar tidak mengganggu hajat hidup manusia, flora dan fauna yang hidup disana.

Rencana pengembangan Blok Abadi Masela ada 2 opsi yang diributkan, membangun Kilang LNG Terapung (Floating LNG / FLNG) atau membangun Kilang LNG Darat (Onshore LNG / OLNG). Pembangunan akan dilakukan di Pulau Yamdena yang menjadi bagian dari gugus Kepulauan Tanimbar.

FLNG berarti kapal pengangkut gas yang disedot dari dasar laut, diolah oleh kilang di atas kapal. Sehingga, skema ini hanya membutuhkan lahan tak lebih dari 50 hektar. Sementara OLNG berarti kapal di tengah laut hanya menyedot gas dari dasar laut, lalu melalui jejaring pipa bawah laut dialirkan ke fasilitas Kilang LNG di daratan. Berhubung fasilitas darat dibutuhkan untuk berfungsi sebagai kilang yang mengolah LNG, maka areal daratan akan memakan luas 800 hektar.

Dari data ini saja seharusnya para ahli dan petinggi bisa melihat secara lebih obyektif. Herannya, yang mereka bahas selalu mana yang lebih menguntungkan, FLNG atau OLNG. Pokok masalahnya bukan disitu. Bagi saya, pokok masalahnya adalah mana yang lebih baik, membabat hutan 50 hektar (FLNG) atau membabat hutan 800 hektar (OLNG)?

Kacamata saya itu. Saya bicara mana yang merusak alam dan habitat, mana yang tidak. Bukan bicara mana yang lebih menguntungkan. Dasar kapitalis.

Penelitian tim Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebutkan, Pulau Yamdena berada di daerah patahan, sehingga ketebalan tanah hanya 20 cm. Oleh karenanya, penebangan hutan besar-besaran akan menyebabkan tanah Pulau Yamdena mengalami erosi dan pengeringan sumber mata air.

Bagi manusia yang hidup di Pulau Yamdena, erosi tanah berarti membuat tanah kehilangan kesuburannya, yang berarti produksi pangan akan menurun. Sementara pengeringan sumber mata air berarti menurunnya pasokan air bersih. Kombinasi keduanya sama saja membunuh penduduk Pulau Yamdena secara perlahan. Bukan hanya penduduk manusia, tapi juga ‘penduduk’ berwujud flora dan fauna.

Bagi yang belum tahu, Kepulauan Tanimbar merupakan rumah bagi 9 spesies khas (endemik) Tanimbar. BErikut daftar 9 spesies endemik Tanimbar :

1. Kakatua Tanimbar (Cacatua goffiniana)
2. Nuri Tanimbar (Eos reticulata)
3. Perling Tanimbar (Aplonis crassa)
4. Ceret Tanimbar (Cettia carolinae)
5. Sikatan perut emas (Microeca hemixantha)
6. Kipasan Tanimbar (Rhipidura ophistherythra)
7. Anis Tanimbar (Zoothera schistacea)
8. Gosong Tanimbar (Megapodius tenimberensis)
9. Anis Larat (Zoothera machiki)

Sembilan spesies di atas tergolong dalam kategori Unggas. Bisa anda bayangkan, pembabatan hutan Pulau Yamdena tidak hanya mengancam kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia yang hidup disana, tetapi juga flora dan fauna, termasuk 9 spesies unggas khas Tanimbar, yang berarti tidak ada di tempat lain (kecuali dipindahkan oleh manusia).

Saya bukan bela FLNG maupun OLNG. Kalau kesimpulan saya seolah berpihak pada salah satu pihak, maka itu hanyalah konsekuensi dari kepentingan utama menjaga alam, manusia serta flora dan fauna di atas segala keuntungan.

Seperti saya tegaskan di atas, aneh kalau semua petinggi dan para ahli di negara nan luas dan megah ini, semua hanya mampu bicara : “Mana yang lebih menguntungkan?”

Bukan itu yang seharusnya menjadi landasan, melainkan : “Mana yang tidak merusak alam dan habitan manusia, flora dan fauna?”

JIka anda masih memiliki penghormatan kepada alam, manusia dan flora – fauna, maka seharusnya anda setuju dengan cara berpikir saya, yakni mendahulukan kepentingan menjaga alam, manusia dan flora – fauna di atas segala keuntungan.




0
5.5K
47
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.9KThread82.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.