- Beranda
- Berita dan Politik
Ahok Dinilai Salahi Ketentuan Pengadaan Tanah RS Sumber Waras
...
TS
anshasoank
Ahok Dinilai Salahi Ketentuan Pengadaan Tanah RS Sumber Waras
Ahok Dinilai Salahi Ketentuan Pengadaan Tanah RS Sumber Waras
Quote:
Jakarta, CNN Indonesia -- Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2014 menyebutkan, proyek pengadaan tanah Rumah Sakit Sumber Waras terindikasi lebih bayar senilai Rp191.334.550.000. Nilai itu didapat dari selisih Rp755.689.550.000 dikurang Rp564.355.000.000. Hasil pemeriksaan juga menyebut, penunjukkan lokasi pengadaan tanah RS SW senilai Rp755.689.550.000 oleh Pelaksana Tugas Gubernur DKI dalam hal ini Basuki Tjahaja Purnama tidak sesuai ketentuan.
Menurut LHP BPK, dokumen-dokumen lain terkait proses pengadaan tanah yang dibuat dan diteken setelah bulan Juli 2014 diindikasikan hanya bersifat formalitas. “Karena penentuan lokasi tanah sudah diarahkan sebelumnya oleh Plt Gubernur DKI,” bunyi LHP BPK.
BPK mendasarkan pemeriksaan berlandaskan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tanggal 14 Januari 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok juga menurut lembaga itu melanggar Pasal 13 dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tanggal 7 Agustus 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Pasal 2 Perpres itu menyebut, pengadaan tanah untuk kepentingan umum (rumah sakit) diselenggarakan melalui tahapan perencanaan persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil.
Bunyi Pasal 5,6,7 pada Perpres 71 Tahun 2012 menyebutkan, tahap perencanaan pengadaan tanah mengharuskan adanya dokumen perencanaan pegadaian tanah. Hal itu paling sedikit memuat maksud dan tujuan pengadaan tanah, letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, perkiraan nilai tanah, dan rencana penganggaran tanah.
Adapun Pasal 6 menyatakan, dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi kelayakan. Itu mencakup survei sosial ekonomi, kelayakan lokasi, analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat, perkiraan nilai tanah, dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat dari pengadaan tanah dan pembangunan, dan studi lain yang diperlukan.
Berpedoman kepada UU Nomor 19 dan Perpres 71 Tahun 2012, BPK menyatakan dalam LHP bahwa penentuan lokasi tanah RS SW milik YKSW oleh Plt Gubernur DKI senilai Rp755.689.550.000 tidak sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012.
Berdasarkan surat dari RS SW dan YKSW tanggal 27 Juni 2014 dan 7 JUli 2014 diketahui bahwa proses penawaran dan proses penunjukan lokasi tanah RS SW sudah mulai dilakukan pada bulan Juni dan Juli 2014.
Dari hasil pemeriksaan, selama proses penunjukan lokasi tanah pada bulan Juni dan Juli 2014 tidak ditemukan adanya dokumen perencanaan, hasil studi kelayakan, pembentukan Tim Persiapan Pengadaan Tanah, Konsultasi Publik, berita acara kesepakatan lokasi yang diteken Tim Persiapan dengan masyarakat dan pihak yang berhak.
“Penetapan lokasi tanah ditetapkan oleh Plt Gubernur DKI pada 13 Desember 2014 melalui SK Gubernur Nomor 2136 Tahun 2014,” bunyi LHP BPK.
LHP BPK juga menemukan fakta bahwa Plt Gubernur DKI tidak hanya menunjuk lokasi tanah tanpa melalui prosedur sesuai ketentuan. Ahok sebagai Plt juga memerintahkan Kepala Bappeda DKi untuk menganggarkan dana pengadaan tanah RS SW milik YKSW dalam APBD-P Tahun 2014.
Itu dilakukan 5 bulan setelah penunjukkan lokasi dan perintah atau disposisi penganggaran pembelian tanah RS SW milik YKSW dalam APBD-P Tahun 2014 oleh Plt Gubernur DKI pada tanggal 8 Juli 2014. (bag)
Menurut LHP BPK, dokumen-dokumen lain terkait proses pengadaan tanah yang dibuat dan diteken setelah bulan Juli 2014 diindikasikan hanya bersifat formalitas. “Karena penentuan lokasi tanah sudah diarahkan sebelumnya oleh Plt Gubernur DKI,” bunyi LHP BPK.
BPK mendasarkan pemeriksaan berlandaskan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tanggal 14 Januari 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok juga menurut lembaga itu melanggar Pasal 13 dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tanggal 7 Agustus 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Pasal 2 Perpres itu menyebut, pengadaan tanah untuk kepentingan umum (rumah sakit) diselenggarakan melalui tahapan perencanaan persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil.
Bunyi Pasal 5,6,7 pada Perpres 71 Tahun 2012 menyebutkan, tahap perencanaan pengadaan tanah mengharuskan adanya dokumen perencanaan pegadaian tanah. Hal itu paling sedikit memuat maksud dan tujuan pengadaan tanah, letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, perkiraan nilai tanah, dan rencana penganggaran tanah.
Adapun Pasal 6 menyatakan, dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi kelayakan. Itu mencakup survei sosial ekonomi, kelayakan lokasi, analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat, perkiraan nilai tanah, dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat dari pengadaan tanah dan pembangunan, dan studi lain yang diperlukan.
Berpedoman kepada UU Nomor 19 dan Perpres 71 Tahun 2012, BPK menyatakan dalam LHP bahwa penentuan lokasi tanah RS SW milik YKSW oleh Plt Gubernur DKI senilai Rp755.689.550.000 tidak sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012.
Berdasarkan surat dari RS SW dan YKSW tanggal 27 Juni 2014 dan 7 JUli 2014 diketahui bahwa proses penawaran dan proses penunjukan lokasi tanah RS SW sudah mulai dilakukan pada bulan Juni dan Juli 2014.
Dari hasil pemeriksaan, selama proses penunjukan lokasi tanah pada bulan Juni dan Juli 2014 tidak ditemukan adanya dokumen perencanaan, hasil studi kelayakan, pembentukan Tim Persiapan Pengadaan Tanah, Konsultasi Publik, berita acara kesepakatan lokasi yang diteken Tim Persiapan dengan masyarakat dan pihak yang berhak.
“Penetapan lokasi tanah ditetapkan oleh Plt Gubernur DKI pada 13 Desember 2014 melalui SK Gubernur Nomor 2136 Tahun 2014,” bunyi LHP BPK.
LHP BPK juga menemukan fakta bahwa Plt Gubernur DKI tidak hanya menunjuk lokasi tanah tanpa melalui prosedur sesuai ketentuan. Ahok sebagai Plt juga memerintahkan Kepala Bappeda DKi untuk menganggarkan dana pengadaan tanah RS SW milik YKSW dalam APBD-P Tahun 2014.
Itu dilakukan 5 bulan setelah penunjukkan lokasi dan perintah atau disposisi penganggaran pembelian tanah RS SW milik YKSW dalam APBD-P Tahun 2014 oleh Plt Gubernur DKI pada tanggal 8 Juli 2014. (bag)
CNN Indonesia
Alur Peristiwa Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah RS Sumber Waras
Quote:
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji menyatakan belum menerima hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal kasus pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras. Padahal, permintaan audit telah diminta lembaga antirasuah sejak Agustus silam setelah pengamat perkotaan Amir Hamzah melaporkan hal ini.
Adapun Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional BPK RI, Yudi Ramdan menyebut pihaknya sudah menurunkan tim audit ke lapangan dan mengumpulkan sejumlah bukti terkait. Ia mengaku tidak mentargetkan kapan audit itu bakal selesai. Ini katanya tergantung dari kondisi di lapangan. Hasil audit investigasi BPK akan dijadikan dasar untuk melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni penyelidikan. Hasil audit pun akan dikaji terlebih dulu oleh tim penyidik sebelum melakukan ekspose atau gelar perkara.
BPK sendiri merilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 pada 17 Juni 2015. Laporan itu diteken BPK oleh akuntan register negara Andri Yogama S.E, M.M.,Ak., CA yang mempunyai nomor register akuntan No.D-17.721. Dari hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan Perundang-Undangan terdapat 38 temuan BPK.
Khusus temuan dugaan korupsi pengadaan RS Sumber Waras termaktub di nomor 30. Bunyi hasil pemeriksaannya adalah pengadaan RS SW (Sumber Waras) tidak melalui proses yang memadai sehingga berindikasi merugikan daerah senilai Rp 191.334.550.000.
Dalam laporan pemeriksaan, BPK menyebut Bendahara Umum Daerah (BUD) telah mentransfer dana ke rekening Bendahara Pengeluaran Dinas Kesehatan Provinsi DKI senilai Rp 800.000.000.000 berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) bernomor Nomor 00143332014.
Dari jumlah tersebut dilakukan pembayaran untuk membeli tanah RS SW seluas 36.410 meter persegi kepada Yayasan Kesejahteraan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 755.689.550.000 melalui cek nomor CK 493387 tanggal 30 Desember 2014. YKSW mencarikan dana itu pada 31 Desember 2014 setelah memperhitungkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) sebesar 5% senilai Rp37.784.477.500 untuk disetor ke Kas Negara.
Dana itu dibayarkan Pemprov DKI kepada YKSW untuk membeli tanah sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) milik YKSW seluas 36.410 meter persegi seluas satu hamparan dengan tanah sertifikat Hak Milik (HM) YKSW seluas 32.370 m2. Tanah itu dikenal dengan areal RS Sumber Waras di Jalan Kyai Tapa Nomor 1 Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Total luas tanah RS SW yang dikuasai YKSW berdasarkan luas tanah Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Milik seluas 68.780m2. Tanah itu terdiri dari luas tanah 36.410m2 bersertifikat HGB atas nama YKSW dan tanah seluas 32.370m2 bersertifikat HM atas dengan satu Nomor Objek Pajak (NOP) yang sama dan yang dikuasai atau dikelola YKSW.
Menurut LHP BPK, pada awalnya tanah RS SW tidak dijual YKSW kepada Pemprov DKI sebagaimana dilaporkan Kepala Dinas Kesehatan DKI kepada Gubernur DKI melalui surat Nomor 4252/-1.778.11 tanggal 16 Juni 2014. Alasannya, karena YKSW masih terikat Perjanjian Perikatan Jual Beli dengan pihak lain (PT CKU). Namun dalam perkembangannya YKSW justru memilih menjual tanah RS SW seluas 36.410 m2 kepada Pemprov DKI.
Perjanjian jual beli itu dimuat dalam Surat Direktur Umum dan SDM RS SW kepada Plt. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama bernomor 133/Dir/D/K/VI/2014 tanggal 27 Juni 2014 perihal penjualan tanah RS SW. Dalam surat itu menyebutkan tindak lanjut pertemuan Direktur Umum dan SDM RS SW dengan Plt Gubernur DKI pada tanggal 6 Juni 2014 dan kesediaan menjual tanah seluas 36.410m2. “Dengan harga senilai Rp20.755.000 per m2 sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah di Jl. Kyai Tapa tahun 2014,” bunyi laporan LHP BPK.
Masalah timbul dari perbedaan harga tanah per m2 antara yang harus dibayarkan Pemprov DKI dengan apa yang disepakati YKSW dengan pembeli awal PT CKU. Harga tanah 36.410m2 yang disepakati YKSW dan PT CKU dalam APPJB Nomor 7 senilai RP15.500.000m2 atau senilai Rp564.355.000.000. Menurut hasil LHP BPK, harga itu lebih rendah ketimbang yang ditawarkan kepada Plt Gubernur DKI. “Senilai Rp20.755.000/m2 atau senilai Rp755.689.550.000,” bunyi laporan LHP BPK. Dari fakta itu BPK menyimpulkan terdapat selisih harga senilai Rp 191.334.550.000. Rinciannya Rp755.689.550.000-Rp564.355.000.000. (bag)
Adapun Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional BPK RI, Yudi Ramdan menyebut pihaknya sudah menurunkan tim audit ke lapangan dan mengumpulkan sejumlah bukti terkait. Ia mengaku tidak mentargetkan kapan audit itu bakal selesai. Ini katanya tergantung dari kondisi di lapangan. Hasil audit investigasi BPK akan dijadikan dasar untuk melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni penyelidikan. Hasil audit pun akan dikaji terlebih dulu oleh tim penyidik sebelum melakukan ekspose atau gelar perkara.
BPK sendiri merilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 pada 17 Juni 2015. Laporan itu diteken BPK oleh akuntan register negara Andri Yogama S.E, M.M.,Ak., CA yang mempunyai nomor register akuntan No.D-17.721. Dari hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan Perundang-Undangan terdapat 38 temuan BPK.
Khusus temuan dugaan korupsi pengadaan RS Sumber Waras termaktub di nomor 30. Bunyi hasil pemeriksaannya adalah pengadaan RS SW (Sumber Waras) tidak melalui proses yang memadai sehingga berindikasi merugikan daerah senilai Rp 191.334.550.000.
Dalam laporan pemeriksaan, BPK menyebut Bendahara Umum Daerah (BUD) telah mentransfer dana ke rekening Bendahara Pengeluaran Dinas Kesehatan Provinsi DKI senilai Rp 800.000.000.000 berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) bernomor Nomor 00143332014.
Dari jumlah tersebut dilakukan pembayaran untuk membeli tanah RS SW seluas 36.410 meter persegi kepada Yayasan Kesejahteraan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 755.689.550.000 melalui cek nomor CK 493387 tanggal 30 Desember 2014. YKSW mencarikan dana itu pada 31 Desember 2014 setelah memperhitungkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) sebesar 5% senilai Rp37.784.477.500 untuk disetor ke Kas Negara.
Dana itu dibayarkan Pemprov DKI kepada YKSW untuk membeli tanah sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) milik YKSW seluas 36.410 meter persegi seluas satu hamparan dengan tanah sertifikat Hak Milik (HM) YKSW seluas 32.370 m2. Tanah itu dikenal dengan areal RS Sumber Waras di Jalan Kyai Tapa Nomor 1 Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Total luas tanah RS SW yang dikuasai YKSW berdasarkan luas tanah Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Milik seluas 68.780m2. Tanah itu terdiri dari luas tanah 36.410m2 bersertifikat HGB atas nama YKSW dan tanah seluas 32.370m2 bersertifikat HM atas dengan satu Nomor Objek Pajak (NOP) yang sama dan yang dikuasai atau dikelola YKSW.
Menurut LHP BPK, pada awalnya tanah RS SW tidak dijual YKSW kepada Pemprov DKI sebagaimana dilaporkan Kepala Dinas Kesehatan DKI kepada Gubernur DKI melalui surat Nomor 4252/-1.778.11 tanggal 16 Juni 2014. Alasannya, karena YKSW masih terikat Perjanjian Perikatan Jual Beli dengan pihak lain (PT CKU). Namun dalam perkembangannya YKSW justru memilih menjual tanah RS SW seluas 36.410 m2 kepada Pemprov DKI.
Perjanjian jual beli itu dimuat dalam Surat Direktur Umum dan SDM RS SW kepada Plt. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama bernomor 133/Dir/D/K/VI/2014 tanggal 27 Juni 2014 perihal penjualan tanah RS SW. Dalam surat itu menyebutkan tindak lanjut pertemuan Direktur Umum dan SDM RS SW dengan Plt Gubernur DKI pada tanggal 6 Juni 2014 dan kesediaan menjual tanah seluas 36.410m2. “Dengan harga senilai Rp20.755.000 per m2 sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah di Jl. Kyai Tapa tahun 2014,” bunyi laporan LHP BPK.
Masalah timbul dari perbedaan harga tanah per m2 antara yang harus dibayarkan Pemprov DKI dengan apa yang disepakati YKSW dengan pembeli awal PT CKU. Harga tanah 36.410m2 yang disepakati YKSW dan PT CKU dalam APPJB Nomor 7 senilai RP15.500.000m2 atau senilai Rp564.355.000.000. Menurut hasil LHP BPK, harga itu lebih rendah ketimbang yang ditawarkan kepada Plt Gubernur DKI. “Senilai Rp20.755.000/m2 atau senilai Rp755.689.550.000,” bunyi laporan LHP BPK. Dari fakta itu BPK menyimpulkan terdapat selisih harga senilai Rp 191.334.550.000. Rinciannya Rp755.689.550.000-Rp564.355.000.000. (bag)
CNN Indonesia
Rame nih .. DKI Jakarta panas terus
0
3.5K
Kutip
45
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.8KThread•41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru