Jakarta - Balon milik Google yang akan diterbangkan di atas daerah 'miskin sinyal' di Sumatera, Kalimantan, dan Papua Timur, ditegaskan cuma sebatas komplementer untuk tambahan base station 4G LTE dari udara. Selebihnya, Telkomsel tegas-tegas akan bilang 'no way' jika Google nantinya mau ikut-ikutan jadi operator.

Seperti diketahui, sejak awal 2016, balon Google dalam Project Loon akan terbang di atas bumi Indonesia selama setahun penuh. Uji coba teknis ini diharapkan oleh Google akan terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan sehingga bisa ikut melayani 100 juta pengguna di Indonesia.

Telkomsel yang ikut menyediakan spektrum 900 MHz dalam uji coba teknis ini, merasa keberatan jika nantinya Google berubah pikiran. Dari yang awalnya cuma sebagai vendor penyedia base station eNode B untuk 4G dari balon udara, menjadi operator telekomunikasi berlisensi layaknya Telkomsel maupun Telkom.

Pasalnya, menurut Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Google dalam beberapa tahun terakhir ini cukup agresif. Tak cuma gencar sebagai pemain over-the-top (OTT) di internet, namun juga cukup serius membangun infrastruktur telekomunikasi. Project Loon ini cuma salah satunya, dan bukan satu-satunya.

"Regulatory kita juga harus membatasi itu. Google itu sudah invest di beberapa kabel laut internasional, dia juga punya satelit," kata Ririek saat ditemui detikINET di Batam. "Dan kerja sama kami dengan Google, cuma memposisikan balon itu sebagai extension saja," lanjutnya.

"Kalau sampai (Google) menggantikan (peran operator), negara yang dirugikan," tegas Ririek yang juga pernah menjabat sebagai salah satu direktur di Telkom di era kepemimpinan Arief Yahya.

Ia pun menyarankan kepada pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika, agar tetap mempertahankan status quo dan tidak tergiur untuk memberikan lisensi kepada raksasa mesin pencari internet itu.

"Tidak bisa regulatornya hanya ngomong 'Google cuma boleh kerja sama saja'. Tidak sesimpel itu. Kalau dia (Google nantinya) beli salah satu operator saja, selesai sudah. Tapi kita memang tidak bisa seekstrim di China, jadi agak repot juga," gumam Ririek.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam beberapa kesempatan sudah pernah menegaskan, bahwa status Google dalam kerja sama ini hanya sebatas uji coba teknis. Tidak lebih. Bahkan untuk komersialisasinya saja, menteri yang akrab disapa Chief RA ini belum mau berbicara lebih jauh.

"Loon itu cuma sebatas uji coba saja, masih jauh untuk komersialisasi. Saya tidak mau memihak ke satu teknologi, apalagi kalau belum proven, belum teruji," kata Rudiantara, belum lama ini.

Selain menegaskan pilot project balon Google itu cuma sebatas uji coba, menteri juga menyatakan sampai saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak akan mengeluarkan izin ataupun lisensi kepada Google, apabila ingin menjadi penyelenggara telekomunikasi di Indonesia.

"Pembicaraan itu belum lengkap, ini masih sebatas technical test. Terkait model bisnis, berapa yang dibayar, hingga implikasi kepada pelanggan itu belum ada. Jadi saya tidak mengeluarkan izin kepada mereka, dari awal sudah jelas." tegas Chief RA lebih lanjut.

Kekhawatiran akan Google berniat melanjutkan ekspansinya menjadi operator, masih beralasan. Pasalnya, dengan segala sumber daya infrastruktur dan uang yang dimiliki, mudah saja bagi Sergey Brin dan Larry Page, untuk mengakusisi salah satu operator telekomunikasi di negeri ini.

Apalagi sebelumnya Rudiantara sempat berniat, selama ia masih dipercaya sebagai Menkominfo hingga 2019, salah satu niatannya adalah untuk mengkonsolidasikan jumlah operator seluler menjadi empat, paling banyak lima. Tujuannya agar keuangan operator kembali sehat dan frekuensi yang tersedia jadi lebih banyak untuk melayani pelanggan.

http://m.detik.com/inet/read/2015/11/10/132413/3066914/328/google-untuk-balon-bts-okay-jadi-operator-no-way