Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

aghilfathAvatar border
TS
aghilfath
Ini dokumenperjanjian 2 perusahaan lobi urus kunjungan Jokowi di AS
Ini dokumenperjanjian 2 perusahaan lobi urus kunjungan Jokowi di AS
Merdeka.com -Lewat tulisannya, dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies Michael Buehler menuding Presiden Joko Widodo menggunakan jasa konsultan selama kunjungannya di Amerika Serikat (AS). Beberapa pertemuan yang dilakukan antara Indonesia dengan sejumlah pemangku kebijakan di negeri tersebut disebutkan berkat lobi perusahaan asal Singapura.

Dalam artikel berjudul "Menunggu di Lobi Gedung Putih" yang dia tulis di situs New Mandala (http://asiapacific.anu.edu.au) kemarin, Buehler mengatakan konsultan Singapura Pereira InternasionalPTE LTD membayar senilai USD 80 ribu kepada perusahaan pelobi R&R Partners, Inc di Las Vegas, AS untuk membantu Presiden Jokowi bertemu dengan Obama.

Sebenarnya, seperti apa isi dokumen yang dibeberkan Buehler tersebut, benarkah sampai melibatkan jasa konsultan swasta?Dari penelusuran merdeka.com, Sabtu (7/11), dokumen tersebut tersimpan dalam berkas Departemen Kehakiman AS. Dokumen tersebut berisi perjanjian antara dua perusahaan lobi, yakni Pereira International dan R&R Partners.
Ini dokumenperjanjian 2 perusahaan lobi urus kunjungan Jokowi di AS
Perjanjian antara perusahaan asal Singapura dan AS tersebut dibuat sejak 8 Juni 2015. Pereira meminta R&R untuk membantunya mempersiapkan sejumlah agenda selama Jokowi berkunjung di AS. Termasuk pertemuan-pertemuan dengan sejumlah pemangku kebijakan. Dokumen ini memuat 9 pasal dan 37 ayat di dalamnya.

Dokumen perjanjian antara kedua perusahaan ini bisa diakses di situs milik Kementerian Kehakiman AS sejak17 Juni 2015. Pemohon akan menyediakan jasa konsultan dan layanan lobi di bidang hubungan internasional bagi pemerintah Republik Indonesia.

Layanan yang diberikan itu antara lain, menggelar dan menghadiri pertemuan antara pembuat kebijakan kunciserta para anggota Kongres, termasuk Departemen Dalam Negeri AS. Kemudian mengamankan joint session antara Kongres selama kunjungan Jokowi di AS.

R&R juga akan mengidentifikasi dan bekerja sama dengan kelompok-kelompok organisasi, media dan publik yang mendukung kedatangan Jokowi di AS.

Atas pekerjaan tersebut, R&R mendapatkan bayaran sebesar USD 80 ribu yang dicicil sebanyak empat kali.

Di akhir bagian, terdapat perjanjian tambahan atau addendum, di mana R&R tak hanya mempertemukan pemerintah Indonesia dengan pemangku kebijakan dananggota legislatif AS saham, tapi juga pemerintah AS.

Benarkah konsultan Singapura mengatur pertemuan Jokowi-Obama?

Merdeka.com -Pada mulanya adalah tudingan. Kemudian lahirlah kehebohan. Sejumlah media Indonesia kemarin memberitakan soal tulisan akademisi Australia Michael Buehler yang mengatakan perusahaan konsultan Singapura membayar USD 80 ribu kepada perusahaan pelobi di Las Vegas, Amerika Serikat, untuk mengatur pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Barack Obama di Gedung Putih akhir Oktober lalu.

Dalam artikel berjudul "Menunggu di Lobi Gedung Putih" yang dia tulis di situs New Mandala (http://asiapacific.anu.edu.au) kemarin, Buehler mengatakan konsultan Singapura Pereira Internasional PTE LTD membayar senilai USD 80 ribu kepada perusahaan pelobi R & R Partners, Inc di Las Vegas, Amerika Serikat untuk membantu Presiden Jokowi bertemu dengan Obama.

Dengan kesepakatan itu, R&R Partners akan bekerja sebagai konsultan bagi para pejabat Indonesia, yang membantu untuk mendapatkan akses ke Gedung Putih, dalam rangka kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS. R&R Partners juga akan mengomunikasikan pentingnya Indonesia bagi AS di sektor keamanan, perdagangan, dan ekonomi, kepada orang-orang berpengaruh di Gedung Putih.

"Sebuah dokumen bertanggal 8 Juni 2015 yang dibuka Kementerian Kehakiman AS 17 Juni 2015 berisi perjanjian antara konsultan Singapura, Pereira Internasional PTE LTD dengan R & R Partners, Inc. Las Vegas senilai USD 80.000," tulis Buehler.

Tak hanya menuding, Buehler juga menyertakan lampiran bukti berkas yang menunjukkan kesepakatan itu di Kementerian Kehakiman AS.

Buehler membeberkan, Derwin Pereira, konsultan Singapura punya jejak rekam dalam memberikan jasanya kepada orang berduit dan berkuasa di Indonesia. Pereira adalah lulusan dari London School of Economics dan Political Science awal 1990-an. Dia kemudian bekerja sebagai wartawan di harian terkemuka Singapura the Straits Times dan menjadi Kepala Biro Indonesia pada masa jatuhnya Presiden Suharto.

Setelah bertugas di Washington selama beberapa waktu, Pereira kemudian mendirikan perusahaan konsultan. Kini dia mengaku punya kemampuan menjalin kontak dengan para pejabat tinggi dan punya akses mendalam terhadap para politisi dan elit bisnis di Jakarta serta memberikan informasi penting bagi mereka.

Meski Pereira punya jejak rekam melobi para pejabat Indonesia, surat kontrak kerja sama yang tertera di Departemen Kehakiman AS tidak menyebut satu pun nama pejabat Indonesia yang menyewa jasa Pereira dan R&R Partners. Namun, kata Buehler, Pereira jelas punya hubungan dengan Luhut Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Pereira pernah menulis beberapa artikel terkait Luhut dan pernah mewawancarainya saat Luhut menjadi duta besar di Singapura. Meski begitu Buehler mengaku tidak punya bukti Luhut meminta Pereira membayar R&R Partners sebesar USD 80 ribu untuk jasa melobi.

Dalam artikel di New Mandala itu Buehler juga menyinggung buruknya hasil yang didapat Indonesia dari pertemuan Jokowi-Obama di Gedung Putih. Menurut dia hal itu menunjukkan lemahnya koordinasi diplomasi luar negeri Indonesia. Dia menuding perseteruan antara Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dengan Luhut Panjaitan sebagai Menko Polhukam.

Pada Maret lalu diberitakan Luhut terbang ke Amerika untuk mempersiapkan kunjungan Presiden Jokowi. Padahal kunjungan kenegaraan seharusnya dipersiapkan oleh Kementerian Luar Negeri.

Buehler meyakini kedekatan Luhut dengan Pereira memuluskan agenda pertemuan Jokowi-Obama itu.

Munculnya artikel itu jelas membuat Kementerian Luar Negeri bereaksi. Kementerian Luar Negeri melalui siaran persnya membantah tudingan yang menyebut pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Barack Obama akhir Oktober lalu adalah berkat bantuan konsultan Singapura.

"Kementerian Luar Negeri menyesalkan adanya artikel yang berjudul "Menunggu di Lobi Gedung Putih". Isu yang diangkat sangat tidak akurat, tidak berdasar dan sebagian mendekati ke arah fiktif," tulis rilis Kemlu yang diterima merdeka.com, Sabtu (7/11).

Kemlu menjelaskan, kunjungan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat adalah atas undangan Presiden Obama yang disampaikan langsung pada saat pertemuan bilateral di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pacific Economic Cooperation (KTT APEC) 2014 di Beijing pada 10 November 2014. Undangan ini kemudian ditindaklanjuti dengan undangan tertulis yang disampaikan melalui saluran diplomatik.

"Sama halnya dengan persiapan kunjungan Presiden RI ke negara-negara lain, persiapan kunjungan ke Amerika Serikat tersebut dipimpin oleh Menteri Luar Negeri, berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga, parlemen, KBRI Washington D.C., Konsulat Jenderal RI di San Francisco, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta," sambung siaran pers tersebut.

Senada dengan Kemlu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan tidak ada satupun dana negara yang dipakai untuk membayar pihak ketiga selama kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat. Apalagi, dana yang disebutkan mencapai USD 80 ribu."Saya tidak tahu benar atau tidak (penggunaan jasa konsultan untuk lobi ke Gedung Putih), tetapi Pemerintah Indonesia yang pasti tidak mengeluarkan (uang) itu," kata Wapres Kalla di Bandara Sepinggan, Balikpapan, Sabtu (7/11), demikian dilansir Antara.

Dalam artikelnya di New Mandala, Buehler pun mempertanyakan siapa orang dalam pemerintahan yang menyuruh Pereira membayar uang lobi itu. Apakah benar uang pajak rakyat Indonesia dipakai buat menyewa perusahaan pelobi di Las Vegas padahal seharusnya itu menjadi tugas KBRI di Washington? Apakah hal ini dilakukan atas koordinasi dengan Menlu Retno atau justru melangkahi wewenang menlu? Jika kewenangan menlu dilangkahi apakah ini memperlihatkan terlalu banyak kepentingan di dalam lingkaran orang dekat Presiden Jokowi?

Buehler menyadari pertanyaan-pertanyaan itu hampir mustahil ditemukan jawabannya dan dia menutup artikelnya dengan ungkapan terkenal "apa yang terjadi di Vegas, biarkan tetap di Vegas".

Sumur : http://m.merdeka.com/peristiwa/ini-d...owi-di-as.html & http://m.merdeka.com/dunia/benarkah-...owi-obama.html

Ane kurang paham soal prosedur diplomasi kunjungan kenegaraan, secara logika emang ga mungkin kunjungan kenegaraan melalui broker, pastinya sdh melalui kontak diplomasi sebelumnya, sedang peran konsultan sepertinya lbh pada pengaturan jadwal dan kegiatan selama kunjungan (fungsi EO) yg lebih efidien, efektif dan substantif emoticon-Traveller
Diubah oleh aghilfath 08-11-2015 01:31
0
3.5K
51
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.