Dijamin nggak Repost... karena ane ngetik sendiri. Capek...
Spoiler for Pendahuluan:
Maaf agan-agan sekalian. Thread ini tidak bermaksud untuk Kampanye Hitam “Black Campaign”, namun hanya untuk renungan saja. Ini ringkasan dan isi hati ane setelah baca buku-buku. Mohon untuk dibaca sampai habis baru berkomentar supaya tidak ada keselisihan paham. Semoga agan-agan menikmati ini. Perlu diketahui bahwa ane
- bukan pedagang restoran, ataupun pegawai kedai kopi
- bukan juga pemilik kedai kopi lain.
- Ane juga bukan Motivator seperti abang Mar*o Teg*h dkk, ane tidak menawarkan Agan sekalian untuk membeli produk2 ane (MLM, MMM dsb).
- Ane hanyalah Kaskuser biasa (yang selalu dijadikan alas kaki pada Sang Raja… Lhoo kog jadi nyanyi… )
Sekali lagi ane hanya berbagi. Mungkin aja Agan-agan sekalian bisa dapat pencerahan dari sini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kita semua dilahirkan di era berkembang pesatnya media seperti TV, Surat Kabar, Majalah, Radio, Internet dan media lain yang menganut iklan "Sistem Cuci Otak” / “Sistem Gengsi-gengsian”. Agan-agan sekalian merasa nggak, tanpa disadari kita mulai ikut terbaur dalam gaya beli “Sistem Gengsi-gengsian " tersebut terhadap hampir semua barang dan jasa. Sebagai contoh: Minum Kopi St**b*cks dianggap punya gaya hidup dengan “Selera Tinggi”, Ponsel pintar berteknologi tinggi (canggih) dianggap lebih mengikuti perkembangan zaman, beli barang gesek kartu kredit dianggap lebih berkelas.
Kalo dari sudut pandang konsumen, [Kebiasaan Ekonomi] dari Sistem Gengsi-gengsian ini membuat si miskin bertambah miskin dan si kaya makin liar untuk menghamburkan uang. Bahkan yang lebih parahnya lagi, dalam dunia ekonomi kapitalis, supaya ekonomi berkembang pesat, Negara harus makmur, pendapatan perkapita harus tinggi, penangguran berkurang, gaji dan bonus karyawan meningkat, nah kesemuanya ini baru akan terwujud jika adanya [Kebiasaan ekonomi] yang baik. Sebagai contoh: Sebelum adanya Ponsel Pintar (Smartphone), penjualan ponsel biasa membludak, penjual ponsel pun laris manis layaknya jualan kacang rebus. Namun, setelah adanya ponsel pintar, penjualan ponsel menurun drastic, sekarang yang berdagang layaknya kacang rebus adalah produsen pembuat game-game dan aplikasi ponsel pintar. Nah dibuku yang saya baca, ini dinamakan “St**b*cks Effect”. The Starbucks Effect
Spoiler for St**b*cks:
Menurut penelitian, modal dasar rata-rata secangkir kopi St**b*cks hanya 13% dari harga jual. Sebagai contoh: Jika secangkir Coffee Latte St**b*cks dijual dengan harga Rp. 40.000,- maka harga modalnya hanya Rp 5.200, ditambah dengan ongkos lain-lain (gaji pegawai, sewa toko, listrik, air dll) total keseluruhan modal dasar kopi tersebut tidak lebih dari Rp. 12,000. Jadi hanya dengan Rp. 12,000 saja kita seharusnya sudah bisa mendapatkan kepuasan untuk menikmati kopi sekelas St**b*cks. Namun karena konsumen terpengaruh “Sistem Gengsi-gengsian” tersebut. Maka konsumen rela untuk mengeluarkan uang 3 hingga 5 kali lipat dari harga tersebut hanya untuk menunjukkan bahwa Agan adalah orang berkelas dan bergengsi. Bahkan ada yang bisa bertahan berjam-jam hanya untuk duduk browsing di St**b*cks. (padahal tidak sedikit kedai kopi lokal yang menyajikan kopi sekelas St**b*cks dan layanan yang sama bahkan lebih dari St**b*cks (Smoking Area, Free Wi-Fi, dll)
Padahal bila dinilai dari tingkat kenyamanan dan kepuasan pelanggan, ane lebih milih untuk menyimpan duit ini untuk sekali-kali menikmati hidangan super mewah di restoran berbintang (Michelin Starred Restaurant). Yang mana bila dihitung modal dari setiap mekanan rata-rata adalah 30% dari harga jual. Misal harga jual 1 porsi makanan Rp. 250.000, nah modal dasar dari makanan tersebut adalah Rp. 75,000, lalu ditambah 30% hingga 50% adalah harga keahlian sang Koki (yang mana tidaklah gampang untuk mendapat gelar koki standar Michelin) nah sisanya barulah gaji pegawai, sewa toko, listrik, air dan keuntungan si restoran). Kalau dihitung-hitung makan di restoran kelas Michelin kepuasan pelanggan yang didapat dari makanan dan keahlian si koki adalah 50% - 70%, sedangkan nilai kepuasan konsumen St**b*cks dari modal dasar kopi serta keahlian si peracik kopi hanyalah 20% - 30% (sisanya bisa dikategorikan sebagai kepuasan psikologis). Kepuasan psikologis bisa menyebabkan kecanduan. Lihat saja agan2 yang setiap hari / sering minum St**b*cks, betapa relanya mereka bantuin St**b*cks bayar uang sewa toko dan gaji pegawai si St**b*cks hanya untuk mendapatkan kepuasan psikologis (merasa berkelas, lebih bergengsi).
Maaf kata, kalo agan-agan sekalian hanya Karyawan Swasta biasa dengan gaji standar (bukan konglomerat / anak konglomerat, bukan pejabat / anak pejabat (sorry *red), tidak juga menang lotere / undian miliaran rupiah), serta agan belum bangun dari kebiasaan “Sistem Gengsi-gengsian”, ane berani jamin ente gk bakalan keluar dari siklus ekonomi (gali lubang tutup lubang) apalagi klo usia ente udah lebih dari 30.
Namun, lebih menyakitkannya lagi (hidup itu pahit ) dalam dunia bisnis, bila TIDAK ADA orang yang tergolong / menganut / terjangkit “Sistem Gengsi-gengsian” ini, maksudnya gk ada konsumen yang rela untuk mengeluarkan gocek untuk kepuasan psikologis. Negara bisa mengalami krisis ekonomi, pengangguran dimana (contoh: St**b*cks tutup), lebih parah lagi dapat menyebabkan kerusuhan global. Nah, bingungkan??? Kalo dinilai dari sisi ekonomi / sisi Produsen, ane pun berharap biar makin banyak yang terjangkit “Sistem Gengsi-gengsian” tersebut, Bukan hanya gk boleh berhenti, kalo bisa ane berharap makan banyak yang terjangkit sampe membludak. Tidak hanya harus sering minum Kopi Bergengsi namun juga harus sering membeli barang-barang tersier seperti (Tas Hermes, Vespa Emporio Armani (seharga Avanza), Dompet LV, dll). Harus diketahui pula, sehebat-hebatnya daya beli konsumen, akan ada titik jenuh dimana konsumen tidak lagi merasakan gengsi dengan menggunakan barang-barang tersebut, apalagi bila kondisi ekonomi Negara mengingkat, taraf hidup setiap masyarakat pun meningkat, lambat laun yang dulunya gk sanggup beli St**b*cks pun sanggup beli St**b*cks (Si majikan merasa sedih karena Sang Sopir juga minum kopi yang sama dengan dia tiap pagi). Di titik itu orang mulai berhenti menghamburkan uang, kembali krisis global, (St**bucks gulung tikar) karyawan kehilangan pekerjaan, banyak pengangguran….. dsb.
Nah, lama setelah itu, setelah hutang2 terbayarkan, kondisi ekonomi mulai membaik lagi, “Sistem Gengsi-gengsian” akan diterapkan lagi…dsb, kondisi itu dinamakan siklus ekonomi.
Bila penghasilan bersih Agan-agan sekalian (dipotong biaya sewa rumah untuk yg ngontrak, biaya listrik, air, gas dan kebutuhan sehari2 lainnya) sisanya hanya berkisar dibawah 5jutaan dan ente masih tetap saja ikut dalam permainan “Sistem Gengsi-gengsian” tersebut, bisa dibayangkan nasib agan 10 tahun kedepan akan sama bahkan lebih parah dari sekarang.
Terkecuali, anda adalah Sales person / Marketing. Produk yang anda tawarkan adalah untuk barang-barang berkelas (Jam Rolex, AP, Patek, Richard Mile, Lamborghini, Rumah Mewa, dll) mungkin anda diwajibkan untuk setiap hari terlihat bergengsi. Untuk kasus ini ane juga punya cerita panjang yang bisa disharing di lain waktu.
Nah, sebagai rangkuman, kenapa kemiskinan tidak merata? Jawabannya tidak lain daripada Kebiasaan Ekonomi.
Semoga Thread ane memberikan inspirasi....
Spoiler for Referensi:
After 30, how to choose the right path?
Author: Di, Xiang,狄骧,
Publisher:
ISBN: 9865899256
Format: Books
Physical Description: 265 pages, 1 unnumbered page ;21 cm.
Subjects: Career development
Success in business
Original Posted By mitra01►opi St**b*cks hanya 13% dari harga jual. Sebagai contoh: Jika secangkir Coffee Latte St**b*cks dijual dengan harga Rp. 40.000,- maka harga modalnya hanya Rp 5.200, ditambah dengan ongkos lain-lain (gaji pegawai, sewa toko, listrik, air dll) total keseluruhan modal dasar kopi tersebut tidak lebih dari Rp. 12,000.
Emang sewa toko berapa gan? Standar sewa toko 2x2 kelas ecek2 aza dimall uda 7 jt an / bulan apalagi standar cafe
Apalagi mau dimasukin biaya karyawan, perawatan, biaya listrik,dll kalo 12rb mah nga masuk akal, tau sendiri kan tipikalnya org indonesia, ngopinya segelas nongkrongnya 3-4 jam, yg didalem konsumennya itu2 juga
Thx gan untuk komentarnya...
Tanggapan ane begini gan.
untuk toko sekelas Starbucks, jelas gk susah untuk jual lebih dari 300 gelas perhari. Kita ambil contoh rata-rata mereka jual 300 gelas perhari (klo perkisaran ane pasti lebih). berarti lebih dari 9000 gelas perbulan. untuk kisaran toko dimall yang harga sewanya Rp. 30jt perbulan.
Rp.30.000.000 / 9000 gelas, berarti harga kotor sewa toko per gelas kopi adalah Rp.3.400
begitu pula dengan Gaji karyawan, semisal jumlah total gaji karyawan Starbucks perbulannya 30-40jt, Rp. 40.000.000 / 9000 gelas, berarti harga kotor gaji karyawan per gelas kopi adalah Rp. 4.500
Please feel free to correct me if i am wrong gan...
Quote:
Original Posted By shinigami-sama►share opini juga ya gan...jangan di amuk masa
1. 12rb kan modal gan.....masa jualan tanpa untung?
yuk coba dibahas lebih:
modal operasional (gaji pegawai, sewa toko, listrik, air dll) : Rp. 6.800,-
gaji karyawan:
kita ambil contoh starbuck terkecil yang pernah saya datengin itu ada sekitar 2 barrista + 1 cleaning service
Kita hitung barrista dengan gaji 4jt dan cleaning service 2.7jt (UMR).
berarti 1 bulan = Rp.10.7jt hanya untuk gaji karyawan
di bagi 30 hari = Rp.357.000/hari
dan kita asumsi kan 100 gelas per hari = Rp. 3.570.- / gelas
sewa toko:
kita ambil di komplek pe ruko an yang cukup oke dan kita asumsikan 75jt / tahun nya
berarti 1 bulan = Rp. 6.250.000,- /bln
di bagi 30 hari = Rp. 208.000 / hari
dan kita asumsikan lagi 100 gelas per hari = Rp. 2.080,- / gelas
listrik dan air:
untuk sekelas starb*ck yang menggunakan pendingin ruangan (AC), kulkas, oven, lampu, mesin kopi, blender, washer, dll mari kita asumsi kan penggunaan air dan listrik nya sebanyak 4jt/bln (CMIIW)
di bagi 30 hari = Rp. 133.000,- /hari
dan 100 gelas per hari = Rp. 1.330,- / gelas
jika 3 point ini di totalkan menjadi Rp. 6.980,- /gelas dan ini baru untuk 3 point....kita belum menghitung penggunaan inventoris jika ada kerusakan di peralatan dan juga belum dihitung biaya branding dan marketing yang harus dikeluarkan....
hitungan diatas pun jika 1 cabang bisa menjual 100 gelas per hari yang itupun belum tentu bisa terjadi setiap hari...jadi jika ada kekurangan penjualan maka cost tersebut akan meningkat...
jadi menurut saya memang kopi st*rb*ck bisa dikategorikan mahal...tapi tidak bisa dibilang kemahalan atau terlalu mahal...
tapi jika diargumenkan dengan "masih banyak kok yang lebih enak sama murah.." memang ada....tapi itulah yang dibilang "power of branding"..mungkin bagi beberapa orang minum kopi di st*rb*ck itu keren...tapi menurut saya yang dibilang suka kopi st*rb*ck bisa dibilang enak dengan kualitas yang stabil dan tempat nya memang rata" enak buat nongkrong
mungkin menurut beberapa orang yang beli kopi disitu hanya untuk gengsi"an...tapi kalau dilihat di sisi lain...mereka bisa sesukses ini karena produk mereka yang bagus
kalau ada yang ga nyambung harap dimaklumi karena saya bukan professional
sekian opini saya
Goood day
Quote:
Original Posted By Ngedotz►ane mantan barista starbucks gan.
klo agan bilang modal bahan minuman starbucks itu murah, itu benar, tapi klo biaya2 yang lainnya itu murah juga itu salah, starbucks di bawah license MAP ( mitra adi perkasa )
harus bayar royalty per tahun yang kurang lebih 12% dari omset, blom karyawan di kantor pusat, blom teknisi IT, blom vendor ke 3 yang ngurusin maintenance chiller, oven, mesin kopinya, dll.
blom biaya renovasi per 5 tahun, min 5 tahun ada renovasi kecil, klo toko yg uda 10 tahun renovasi besar, program SAP yang mereka pake, klo agan tau harga 1 license SAP itu ratusan juta semua itu kan diakumulasi gan.
jadi klo dibilang total biaya per cup starbucks murah sih kayaknya gak deh gan, hehehe
cmiiw
Tau kfc, mcdonald, ?
Biaya operasional gak jauh beda sama stb,
Biaya2 yg ente jelasin pasti ada di resto tsb
Walopun genrenya beda tpi harga beda dikit sama warteg.
Tau d,cost ?
Adanya dalem moll tapi harga sama kaya warteg
Std sengaja dibuat mahal untuk menjaga exclusivitas, disitulah nilai jualnya. Seperti yg ts bilang menjual *psicology satisfy*
Quote:
Original Posted By garpu.siomay►that the power of brand
*translate : itulah kekuatan dari sebuah merk dagang
dari yang pernah ane baca kalo harga dari merk dagang itu memang tidak bisa terukur gan dan kalo agan bandingin antara kopi starkbucks dan kopi kopi lainnya agan jangan cuman hitung dari COGM (cost of good manufactured) gan tapi juga lihat dari biaya biaya lainnya gan termasuk biaya dari si starbak untuk memperkuat serta mempertahankan merk mereka gan
dan kalo misalkan semua penduduk Indonesia mikir kaya agan( yang berpendapat kenapa ini kopi mahal amat ya padahal kan ini kopi biaya produksinya murah ya, dan kemudian agan bilang ini kopi seharusnya jualnya enggak segini, mahal nih, lebih baik dipake buat yang lainnya) maka akan membuat baik investor dan perusahaan baik asing maupun Indonesia akan kabur dan pasar akan semakin lesu dan nantinya akan berdampak kepada krisis lagi kemudian saat krisis terjadi pemerintah akan meminta para investor atau pengusaha tersebut untuk balik lagi namun bisa dipastikan para pengusaha tersebut males balik lagi karena pasar di Indonesia sudah lesu gan
saran ane buat agan sekalian:
kalo menurur agan sebuah barang harganya mahal yah udah gak usah dibeli dan jangan mempengaruhi orang lain untuk tidak membeli lagi, dan lagian kalo misalkan agan udah tau biaya biaya untuk satu kopi starbak tersebut kenapa agan gak bikin usaha sejenis dengan harga yang lebih terjangkau gan?? jadi kan keren tuh ada coffe shop dari Indonesia yang bisa go internasional
N.B page one kalo berkenan
Quote:
Original Posted By mocca_lover555►Dulu ane pernah kerja di m*d.
Saya hapal banget gan hitungan rugi/laba nya karena dulu di store saya yang hitung.
Yang pasti hitungan Food cost dan paper cost gak boleh lebih dari 36% dari total gross sales.
Ada juga yg nama nya "controlable cost" dan "uncontrolable cost"
Controlable cost adalah biaya2 yg dapat di kontrol penggunaannya contoh : utilities (listrik, air, telepon), gaji pegawai, seragam, dll
Uncontrolable cost adalah biaya2 yg selalu keluar setiap bulan dan besarnya sama. Contoh : lisensi ke mamarika (jaman ane 5.5%), sewa gedung dll.
Biasanya setelah di kurangi controlable dan uncontrolable cost, total keuntungan bersih bisa 20 s% s.d 35 % setiap bulan.
Info tambahan, dulu store yg saya pegang, sales gak pernah kurang dari 1.2 miliar per bulan.
Sekarang saya kerja di perusahaan penjual minuman bubble tea terbesar dan terbanyak di indonesia. Dan lo tau gan? Food cost dan paper cost nya gak pernah lebih dari 20%.
Emg bisnis jualan minuman paling besar untung nya. Tambahan info lagi deh buat agan. Basic cost coke merwk c*c* - c*l* yg di jual di gerai fast food gak lebih dari 1000 perak dan di jual di kisaran angka 6000an untuk ukuran regular.
Quote:
Original Posted By gudungtea►Kalau aku lihat TS bukan bercerita tntng harga jual starbucks yg nga sebanding dengan HPP tetapi lebih kepada gengsi orng2 yg kelewat tinggi. Ane emang nga pernah minum d starbuck. Aku lebih milih ngopi di warkop aceh. Ane fikir kalau rasa bisa di tandingi.
Didilam konsep ekonomi makro, makin boros masyarakat makin bagus untuk perekonomian. Hemat pangkal kaya, nga berlaku dlm ekonomi makro. Didlam perekonomian lesu spt ini, masyarakat harus didorong untuk berperilaku konsumtif agar ekonomi tetap tumbuh.
Quote:
Original Posted By arjab►Numpang nyimak pendapat2 keren lainnya
Ane biasa ngopi kesini tujuannya bukan untuk sekedar santai2 atau menjaga gengsi gan, biasanya ane ngopi kesini untuk masalah bisnis ane, berinteraksi dengan klien2 ane juga. Bukan bermaksud sombong juga, kadang kita sebagai bisnismen juga harus memilih tempat yang bisa mewakili brand bisnis kita jg, klo tempatnya oke berarti kan bisnis kita juga bukan bisnis yang ecek2.
Yang kadang ane juga ngetraktir ke resto2 mahal lainnya atau pernah juga ke warung kopi yang murah juga untuk cari suasana baru, tapi emang Starbucks untuk saat ini yang paling ok untuk meeting dengan klien2
Sori bukan bermaksud membela warkop starbucks, tapi lebih menyampaikan saja, tidak semua orang dateng ke starbucks untuk sekedar mencari gengsi aja