- Beranda
- The Lounge
satu kata buat polisi : ironis
...
TS
Abc..Z
satu kata buat polisi : ironis
malam sodara sodara
balik lagi dengan saya
topik malam ini adalah ironis dibalik tugas dan statement polisi
lho, kok bisa?
nih contohnya
note: perhatiin yang gw bold warna merah
sementara sebelumnya.....
note: ironis kan? sebelumnya warga disuruh suruh ngelapor ke polisi, tapi realitanya kalo kita melapor ke polisi nggak ditanggapi
mau contoh lainnya?
keren kan kinerja polisi kita?
disatu sisi teriak teriak minta dihargai dan dianggap, disatu sisi malah nggak peduli ama kondisi sekitar
ditunggu komentarnya
balik lagi dengan saya
topik malam ini adalah ironis dibalik tugas dan statement polisi
lho, kok bisa?
nih contohnya
Quote:
Laporkan kasus penipuan online, pasangan ini dicueki polisi di Bogor
http://www.merdeka.com/peristiwa/lap...-di-bogor.html
Merdeka.com - Berniat membeli ponsel pintar terbaru, pasangan kekasih asal Bogor, Jawa Barat ini malah menjadi korban penipuan jual beli online. Duit sebesar Rp 1,1 juta yang dibayarkan sebagai uang muka ditilep penjualnya, barang yang diimpikan tak pernah sampai ke tangannya.
Kisah ini dialami oleh Herdien Dwi Handika. Dia menceritakan keluh kesahnya dicueki polisi dalam akun Facebook miliknya. Sejak diunggah Minggu (24/9) kemarin, curhatan ini langsung menjadi viral di media sosial, dan dibagikan oleh 13.089 pengguna.
Merasa jadi korban penipuan dan penggelapan, dia dan kekasihnya memberanikan diri melaporkan kasus tersebut ke polisi. Namun, laporannya seperti dianggap angin lalu. Bahkan, dia dan kekasihnya diminta mengiklaskan uang yang dibayarkannya kepada pelaku.
Berikut cerita kelakuan polisi seperti yang ditulis Herdien dalam akun Facebooknya:
"Minggu ini saya dan pacar saya mendapatkan pengalaman yang sangat mengecewakan dari pelayanan aparat penegak hukum di kota saya tinggal, Bogor. Kisahnya berawal dari beberapa minggu yang lalu, pacar saya mengalami penipuan/atau penggelapan uang senilai Rp 1.100.000 yang dilakukan oleh seseorang yang mengaku bernama Tri Sumarno yang bertempat tinggal di Pagedongan, Banjarnegara. Pacar saya berencana membeli hp iPhone kepada orang tersebut dari iklan yang dia pasang di situs olx. Namun pacar saya baru mentransfer uang Rp 1.100.000, lalu orang tersebut menghapus contact BBM pacar saya, dan no hp pelakunya juga tidak aktif lagi. Merasa ditipu kami langsung melapor ke salah satu POLSEK di kota Bogor, namun respon dari petugas yang berada di sana, sangat mengecewakan kami berdua sebagai warga yang baru saja mengalami tindakan kriminal penggelapan uang.Kami menceritakan kronologis kejadian namun petugas tersebut mendengarkan sambil merokok dan menonton tv santai. Dan pada akhirnya petugas tersebut dengan santai mengatakan 'udah banyak kasus kaya gitu, udah ikhlasin aja'. Hebat banget solusi aparat penegak hukum kita! Pantes penjahat berkeliaran.
Belum selesai sampai di situ, kami pun memutuskan pergi dari polsek tersebut dan melapor ke polsek lain. Di sana kami bertemu dengan seorang petugas yang cukup cooperative, petugas tersebut menyarankan kami untuk melapor di Polres Depok karena uang tersebut ditransfer dari Depok. Maka keesokan harinya kami dari Bogor pergi menuju Polres Depok. Dan lagi lagi sesampai di sana, pelayanan dari petugasnya sangat mengecewakan, kami sampai di sana jam 8 malam, lalu kami melapor ke pos polisi, dan di arahkan melapor kepada seorang polwan. Kami masuk ke ruangan, lalu polwan itu langsung bertanya 'kenapa mas?', lalu saya menceritakan kejadian yang dialami pacar saya, belum selesai saya cerita, polwan itu bangun dan pergi keluar tanpa mengatakan sepatah kata pun. Saya dan pacar saya pun kebingungan, seakan penipuan yang dialami pacar saya dianggap sepele dan tidak penting. Lalu datang seorang laki-laki petugas polsek, lalu berkata dengan nada keras 'tunggu aja mas!, udah jamnya dia pulang sekarang', 'lagian mba kalau mau beli online dipikir dulu!'.
Lalu datang 1 polwan dengan nada meremehkan dia berkata 'alah Rp 1 juta aja kok, ini aja barusan ada yang laporan ditipu beli online Rp 25 juta'.
Saya dan pacar saya pun jadi merasa dianggap orang miskin yang kebakaran jenggot ditipu Rp 1juta, kan gila ini orang!
Merasa terhina, saya pun memutuskan untuk pergi, namun saat saya hendak pergi, seorang polisi menghampiri dan berkata 'mas buat laporan di dalam saja'. Merasa polisi ini hendak membantu, saya dan pacar saya pun masuk ke ruangan tersebut. Awalnya polisi ini menanyakan kronologis kejadian, namun belakang-belakangnya saya merasa polisi mulai menanyakan pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan kasus ini dan membuat joke-joke yang enggak penting buat saya. Dan ternyata pacar saya pun juga merasakan bahwa yang dilakukan polisi ini hanya untuk membuat kami merasa dilayani, didengarkan masalahnya. Dan ternyata benar, tidak lama kami meninggalkan ruangan tersebut, pacar saya melihat polisi tersebut membuang kertas yang tadi dipakai untuk menulis kronologis kejadian ke tempat sampah.
Jadi apakah ini pelayanan polisi Republik Indonesia kepada masyarakat? Kalau memang seperti itu cara melayani masyarakat, maka maafkan saya, karena saya tadinya berharap lebih, saya pikir menjadi polisi adalah pekerjaan yang mulia, karena membantu masyarakat yang kesusahan seperti saya.
Saya tidak bicara omong kosong, pasti ada jutaan masyarakat Indonesia yang juga pernah mengalami hal yang sama saat ditipu/dirampok/mengalami tindakan kriminal dan mencoba melapor ke pihak yang berwajib untuk diproses. Kalau kejadiannya seperti ini, lalu kepada siapa kami harus melapor? Kepada siapa kami harus percaya?
Saya harap bapak Wali Kota Bogor Bp. Bima Arya, Bp. Wali Kota Depok, serta Bp Presiden Republik Indonesia, bisa melihat ini sebagai referensi pembenahan negeri ini. Saya hanya segelintir warga negara, yang meminta polisi bekerja sebagai mana mestinya, untuk melayani masyarakat."
http://www.merdeka.com/peristiwa/lap...-di-bogor.html
Merdeka.com - Berniat membeli ponsel pintar terbaru, pasangan kekasih asal Bogor, Jawa Barat ini malah menjadi korban penipuan jual beli online. Duit sebesar Rp 1,1 juta yang dibayarkan sebagai uang muka ditilep penjualnya, barang yang diimpikan tak pernah sampai ke tangannya.
Kisah ini dialami oleh Herdien Dwi Handika. Dia menceritakan keluh kesahnya dicueki polisi dalam akun Facebook miliknya. Sejak diunggah Minggu (24/9) kemarin, curhatan ini langsung menjadi viral di media sosial, dan dibagikan oleh 13.089 pengguna.
Merasa jadi korban penipuan dan penggelapan, dia dan kekasihnya memberanikan diri melaporkan kasus tersebut ke polisi. Namun, laporannya seperti dianggap angin lalu. Bahkan, dia dan kekasihnya diminta mengiklaskan uang yang dibayarkannya kepada pelaku.
Berikut cerita kelakuan polisi seperti yang ditulis Herdien dalam akun Facebooknya:
"Minggu ini saya dan pacar saya mendapatkan pengalaman yang sangat mengecewakan dari pelayanan aparat penegak hukum di kota saya tinggal, Bogor. Kisahnya berawal dari beberapa minggu yang lalu, pacar saya mengalami penipuan/atau penggelapan uang senilai Rp 1.100.000 yang dilakukan oleh seseorang yang mengaku bernama Tri Sumarno yang bertempat tinggal di Pagedongan, Banjarnegara. Pacar saya berencana membeli hp iPhone kepada orang tersebut dari iklan yang dia pasang di situs olx. Namun pacar saya baru mentransfer uang Rp 1.100.000, lalu orang tersebut menghapus contact BBM pacar saya, dan no hp pelakunya juga tidak aktif lagi. Merasa ditipu kami langsung melapor ke salah satu POLSEK di kota Bogor, namun respon dari petugas yang berada di sana, sangat mengecewakan kami berdua sebagai warga yang baru saja mengalami tindakan kriminal penggelapan uang.Kami menceritakan kronologis kejadian namun petugas tersebut mendengarkan sambil merokok dan menonton tv santai. Dan pada akhirnya petugas tersebut dengan santai mengatakan 'udah banyak kasus kaya gitu, udah ikhlasin aja'. Hebat banget solusi aparat penegak hukum kita! Pantes penjahat berkeliaran.
Belum selesai sampai di situ, kami pun memutuskan pergi dari polsek tersebut dan melapor ke polsek lain. Di sana kami bertemu dengan seorang petugas yang cukup cooperative, petugas tersebut menyarankan kami untuk melapor di Polres Depok karena uang tersebut ditransfer dari Depok. Maka keesokan harinya kami dari Bogor pergi menuju Polres Depok. Dan lagi lagi sesampai di sana, pelayanan dari petugasnya sangat mengecewakan, kami sampai di sana jam 8 malam, lalu kami melapor ke pos polisi, dan di arahkan melapor kepada seorang polwan. Kami masuk ke ruangan, lalu polwan itu langsung bertanya 'kenapa mas?', lalu saya menceritakan kejadian yang dialami pacar saya, belum selesai saya cerita, polwan itu bangun dan pergi keluar tanpa mengatakan sepatah kata pun. Saya dan pacar saya pun kebingungan, seakan penipuan yang dialami pacar saya dianggap sepele dan tidak penting. Lalu datang seorang laki-laki petugas polsek, lalu berkata dengan nada keras 'tunggu aja mas!, udah jamnya dia pulang sekarang', 'lagian mba kalau mau beli online dipikir dulu!'.
Lalu datang 1 polwan dengan nada meremehkan dia berkata 'alah Rp 1 juta aja kok, ini aja barusan ada yang laporan ditipu beli online Rp 25 juta'.
Saya dan pacar saya pun jadi merasa dianggap orang miskin yang kebakaran jenggot ditipu Rp 1juta, kan gila ini orang!
Merasa terhina, saya pun memutuskan untuk pergi, namun saat saya hendak pergi, seorang polisi menghampiri dan berkata 'mas buat laporan di dalam saja'. Merasa polisi ini hendak membantu, saya dan pacar saya pun masuk ke ruangan tersebut. Awalnya polisi ini menanyakan kronologis kejadian, namun belakang-belakangnya saya merasa polisi mulai menanyakan pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan kasus ini dan membuat joke-joke yang enggak penting buat saya. Dan ternyata pacar saya pun juga merasakan bahwa yang dilakukan polisi ini hanya untuk membuat kami merasa dilayani, didengarkan masalahnya. Dan ternyata benar, tidak lama kami meninggalkan ruangan tersebut, pacar saya melihat polisi tersebut membuang kertas yang tadi dipakai untuk menulis kronologis kejadian ke tempat sampah.
Jadi apakah ini pelayanan polisi Republik Indonesia kepada masyarakat? Kalau memang seperti itu cara melayani masyarakat, maka maafkan saya, karena saya tadinya berharap lebih, saya pikir menjadi polisi adalah pekerjaan yang mulia, karena membantu masyarakat yang kesusahan seperti saya.
Saya tidak bicara omong kosong, pasti ada jutaan masyarakat Indonesia yang juga pernah mengalami hal yang sama saat ditipu/dirampok/mengalami tindakan kriminal dan mencoba melapor ke pihak yang berwajib untuk diproses. Kalau kejadiannya seperti ini, lalu kepada siapa kami harus melapor? Kepada siapa kami harus percaya?
Saya harap bapak Wali Kota Bogor Bp. Bima Arya, Bp. Wali Kota Depok, serta Bp Presiden Republik Indonesia, bisa melihat ini sebagai referensi pembenahan negeri ini. Saya hanya segelintir warga negara, yang meminta polisi bekerja sebagai mana mestinya, untuk melayani masyarakat."
note: perhatiin yang gw bold warna merah
sementara sebelumnya.....
Quote:
Saat Masyarakat Diingatkan Pentingnya Membuat Laporan ke Polisi...
http://megapolitan.kompas.com/read/2...paign=related&
JAKARTA, KOMPAS.com — Banyak tindak pidana yang terjadi tetapi tidak dapat ditindaklanjuti oleh polisi. Hal ini karena berbagai tindak pidana tersebut tidak dilaporkan dan dibuat dalam bentuk laporan polisi.
Akhir-akhir ini memang banyak kejadian besar yang dimulai bukan dari laporan polisi, melainkan dari adanya laporan warga melalui media sosial.
Salah satunya adalah kasus penemuan beras plastik di Bekasi, yang bermula saat Dewi Septiani menceritakan temuannya itu di media sosial. Setelah itu, polisi pun menindak dan menjemput Dewi untuk membuat laporan polisi agar kasus ini bisa ditindaklanjuti.
Tidak hanya itu, seorang warga lain, Dewi Anggraeni, juga melakukan curhat di akun Facebook-nya bahwa lehernya pernah terjerat benang layangan yang dia pikir telah dibentangkan seseorang di Jalan I Ngurah Rai, Bekasi. Polisi pun langsung ke lokasi kejadian untuk memeriksa kebenaran informasi itu.
Melalui akun Facebook Divisi Humas Mabes Polri, polisi kemudian mengingatkan masyarakat atas pentingnya membuat laporan polisi, jika memang memiliki informasi mengenai tindak pidana tertentu. Dalam post itu, tertulis bahwa membuat laporan polisi adalah kewajiban masyarakat. Selain itu, laporan polisi merupakan dasar awal dimulainya suatu penyelidikan.
"Suatu proses penyidikan tindak pidana biasanya dimulai dari adanya laporan, baik yang dilaporkan oleh korban maupun laporan yang dibuat oleh anggota Polri sendiri karena menemukan peristiwa pidana. Selanjutnya disebut dengan 'Laporan Polisi'," demikian salah satu post yang dimuat pada Sabtu (27/6/2015) kemarin.
"Laporan yang disampaikan oleh korban akan diterima oleh Kesatuan Polri mulai dari Pos Polisi, Polsek, Polres/Polresta/Polrestabes, Polda sampai dengan Mabes Polri. Laporan polisi merupakan salah satu dasar untuk memulai penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara pidana," tambah akun itu.
Masih dalam post yang sama, polisi menjelaskan bahwa laporan yang telah dibuat akan ditindaklanjuti penyidik dengan mengumpulkan barang bukti. Memang, ada laporan yang begitu lama untuk ditindaklanjuti, tetapi ada pula laporan yang cepat ditangani. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat kesulitan dalam mengumpulkan barang bukti suatu kasus.
"Semakin cepat alat bukti yang ditemukan maka akan semakin cepat proses penyidikan terhadap perkara yang dilaporkan."
http://megapolitan.kompas.com/read/2...paign=related&
JAKARTA, KOMPAS.com — Banyak tindak pidana yang terjadi tetapi tidak dapat ditindaklanjuti oleh polisi. Hal ini karena berbagai tindak pidana tersebut tidak dilaporkan dan dibuat dalam bentuk laporan polisi.
Akhir-akhir ini memang banyak kejadian besar yang dimulai bukan dari laporan polisi, melainkan dari adanya laporan warga melalui media sosial.
Salah satunya adalah kasus penemuan beras plastik di Bekasi, yang bermula saat Dewi Septiani menceritakan temuannya itu di media sosial. Setelah itu, polisi pun menindak dan menjemput Dewi untuk membuat laporan polisi agar kasus ini bisa ditindaklanjuti.
Tidak hanya itu, seorang warga lain, Dewi Anggraeni, juga melakukan curhat di akun Facebook-nya bahwa lehernya pernah terjerat benang layangan yang dia pikir telah dibentangkan seseorang di Jalan I Ngurah Rai, Bekasi. Polisi pun langsung ke lokasi kejadian untuk memeriksa kebenaran informasi itu.
Melalui akun Facebook Divisi Humas Mabes Polri, polisi kemudian mengingatkan masyarakat atas pentingnya membuat laporan polisi, jika memang memiliki informasi mengenai tindak pidana tertentu. Dalam post itu, tertulis bahwa membuat laporan polisi adalah kewajiban masyarakat. Selain itu, laporan polisi merupakan dasar awal dimulainya suatu penyelidikan.
"Suatu proses penyidikan tindak pidana biasanya dimulai dari adanya laporan, baik yang dilaporkan oleh korban maupun laporan yang dibuat oleh anggota Polri sendiri karena menemukan peristiwa pidana. Selanjutnya disebut dengan 'Laporan Polisi'," demikian salah satu post yang dimuat pada Sabtu (27/6/2015) kemarin.
"Laporan yang disampaikan oleh korban akan diterima oleh Kesatuan Polri mulai dari Pos Polisi, Polsek, Polres/Polresta/Polrestabes, Polda sampai dengan Mabes Polri. Laporan polisi merupakan salah satu dasar untuk memulai penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara pidana," tambah akun itu.
Masih dalam post yang sama, polisi menjelaskan bahwa laporan yang telah dibuat akan ditindaklanjuti penyidik dengan mengumpulkan barang bukti. Memang, ada laporan yang begitu lama untuk ditindaklanjuti, tetapi ada pula laporan yang cepat ditangani. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat kesulitan dalam mengumpulkan barang bukti suatu kasus.
"Semakin cepat alat bukti yang ditemukan maka akan semakin cepat proses penyidikan terhadap perkara yang dilaporkan."
note: ironis kan? sebelumnya warga disuruh suruh ngelapor ke polisi, tapi realitanya kalo kita melapor ke polisi nggak ditanggapi
mau contoh lainnya?
Quote:
Korban Pencurian "Dicuekin" Polisi Ramai di Medsos, Humas Polres Jakut Kaget
http://megapolitan.kompas.com/read/2...es.Jakut.Kaget
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik akun media sosial (medsos) Facebook, Diki Septerian, memposting sebuah peristiwa pencurian dengan kekerasan di kawasan Jalan Raya Cilincing, Jakarta Utara.
Diki menceritakan pengalamannya saat menjadi saksi mata yang melihat langsung pencuri bersenjata tajam yang sedang mengincar sebuah mobil jenis Mitsubishi L300 pikap hitam nopol L 9667 H, Rabu (10/6/2015) siang.
Dalam postingannya tersebut, Diki tak hanya menceritakan kronologi aksi pencurian yang dilakukan sekelompok orang bersenjata tajam.
Namun, Diki juga memposting tiga foto detik-detik terjadinya pencurian. Lengkap dengan ciri-ciri pelaku curas yang sedang beraksi.
"Coba lihat tangan kiri orang berbaju hitam, kemudian ekspresi orang-orang di balik kaca, dan juga pintu kanan mobil bak hitam itu. Maafkan bila gambar kurang jelas. Gambar saya ambil dari dalam mobil. Saya membeku. Antara cemas, bingung, dan tidak percaya dengan apa yang mata saya lihat. Ini yang terjadi di siang terik yang macet itu: Perampokan!" tulisnya dalam postingan di Facebook, Kamis (11/6/2015).
Dalam foto tersebut, aksi curas yang disampaikan Diki, dilakukan oleh tiga orang pemuda. Dua pemuda dari sisi kiri mobil, dan satu di kanan tepat di samping kursi kemudi. Gambar di foto tersebut juga sesuai dengan keterangan yang ditulis Diki dalam postingannya.
Tindak kriminal itu, dikatakan Diki, terjadi saat tengah hari, bertepatan dengan kondisi lalu lintas yang sedang macet. Sebelum mengeksekusi korbannya, ketiga pelaku sempat berdialog dengan penumpang dan sopir mobil tersebut.
Tak lama berselang, pemuda bersajam tersebut berupaya menjangkau penumpang hingga badannya sempat masuk separuh melalui jendela yang terbuka.
"Sepertinya ingin mengambil apa yang ada di dashboard. Driver (sopir) dan temannya melawan. Tancap gas. Pelaku hampir jatuh, tapi tetap menempel, mengejar. Ketika kami (Diki dan temannya) melewati mobil korban, korban terlihat mengucurkan darah. Luka," kata Diki.
Para pelaku kabur. Diki sempat menghampiri pos pantau tak jauh dari lokasi. Ternyata, Diki justru bertemu dengan korban yang juga sedang melaporkan kronologi kejadian di pos pantau tersebut.
"Seorang korban mengaku, dua handphonenya dan uang Rp 200.000 miliknya dirampok," tutur Diki.
Meski telah melaporkan kejadian yang dialaminya, korban tetap tidak direspons oleh polisi yang justru asyik bermain ponsel. Padahal, Diki juga sempat menunjukkan foto yang diambilnya saat kejadian tersebut berlangsung.
"Baik, Pak. Silahkan bapak lapor ke Polsek Marunda. Bapak bantu dengan gambar," jawab Polisi yang berjaga. Polisi tersebut, disebut Diki, sempat menolak permintaan korban untuk menindaklanjuti laporannya dengan alasan sedang berjaga di pos pantau.
Padahal, menurut keterangan Diki, ada 2-3 polisi yang berjaga di pos pantau tersebut dan asyik bermain dengan ponsel miliknya. "Tidak bisa, saya jaga sini," tulis Diki terkait penyataan polisi tersebut.
Menanggapi peristiwa tersebut, Kasubbag Humas Polres Metro Jakarta Utara, Komisaris Sungkono mengaku kaget. Bahkan Sungkono baru tahu saat diperlihatkan sejumlah awak media terkait postingan Diki di akun Facebook miliknya.
"Kejadian kapan ini? Kok begini dibiarin?" kata Sungkono sambil geleng-geleng kepala di Mapolres Jakut, Jumat (12/6/2015).
Saat diperlihatkan postingan Diki, Sungkono langsung memakai kacamatanya untuk membaca laporan warga terkait aksi curas dan tindakan kurang responsif polisi.
"Anggota (polisi) yang kayak gini nih harus dipertegas. Ada korban melapor malah diceukin. Bukannya diantar atau diarahkan. Enggak bisa dibiarkan begini. Kita akan dalami dulu dan koordinasi dengan Polsek terkait," ujarnya.
Untuk diketahui, kasus serupa sempat ditindak aparat reskrim Polsek Cilincing, 20 Mei 2015 lalu. Saat itu, aparat menembak seorang tersangka curas, M Soleh (25) alias Oleng, warga Kali Baru, Cilincing.
Oleng diamankan bersama seorang rekannya M Nurullah (27) alias Vanes karena kerap melakukan aksi curas di Jalan Raya Cilincing.
Kepada polisi, tersangka mengaku telah beraksi selama tiga tahun dan kerap menggunakan senjata tajam sebagai alat untuk menakut-nakuti pengendara yang terjebak macet.
Tersangka juga tidak segan-segan melukai korbannya demi target merampas handphone dan barang berharga yang terlihat.
Menurut Oleng, aksi tersebut tidak hanya dilakukan kelompoknya saja. Namun, masih banyak kelompok lain yang juga melakukan aksi serupa.
"Banyak kok, bukan kita saja. Ada kelompok lain juga. Rata-rata, kita bisa dapat 2-3 unit handphone per hari. Tiap handphone dijual seharga Rp 500.000 hingga Rp 1 juta tergantung tipenya," ujarnya saat itu.
http://megapolitan.kompas.com/read/2...es.Jakut.Kaget
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik akun media sosial (medsos) Facebook, Diki Septerian, memposting sebuah peristiwa pencurian dengan kekerasan di kawasan Jalan Raya Cilincing, Jakarta Utara.
Diki menceritakan pengalamannya saat menjadi saksi mata yang melihat langsung pencuri bersenjata tajam yang sedang mengincar sebuah mobil jenis Mitsubishi L300 pikap hitam nopol L 9667 H, Rabu (10/6/2015) siang.
Dalam postingannya tersebut, Diki tak hanya menceritakan kronologi aksi pencurian yang dilakukan sekelompok orang bersenjata tajam.
Namun, Diki juga memposting tiga foto detik-detik terjadinya pencurian. Lengkap dengan ciri-ciri pelaku curas yang sedang beraksi.
"Coba lihat tangan kiri orang berbaju hitam, kemudian ekspresi orang-orang di balik kaca, dan juga pintu kanan mobil bak hitam itu. Maafkan bila gambar kurang jelas. Gambar saya ambil dari dalam mobil. Saya membeku. Antara cemas, bingung, dan tidak percaya dengan apa yang mata saya lihat. Ini yang terjadi di siang terik yang macet itu: Perampokan!" tulisnya dalam postingan di Facebook, Kamis (11/6/2015).
Dalam foto tersebut, aksi curas yang disampaikan Diki, dilakukan oleh tiga orang pemuda. Dua pemuda dari sisi kiri mobil, dan satu di kanan tepat di samping kursi kemudi. Gambar di foto tersebut juga sesuai dengan keterangan yang ditulis Diki dalam postingannya.
Tindak kriminal itu, dikatakan Diki, terjadi saat tengah hari, bertepatan dengan kondisi lalu lintas yang sedang macet. Sebelum mengeksekusi korbannya, ketiga pelaku sempat berdialog dengan penumpang dan sopir mobil tersebut.
Tak lama berselang, pemuda bersajam tersebut berupaya menjangkau penumpang hingga badannya sempat masuk separuh melalui jendela yang terbuka.
"Sepertinya ingin mengambil apa yang ada di dashboard. Driver (sopir) dan temannya melawan. Tancap gas. Pelaku hampir jatuh, tapi tetap menempel, mengejar. Ketika kami (Diki dan temannya) melewati mobil korban, korban terlihat mengucurkan darah. Luka," kata Diki.
Para pelaku kabur. Diki sempat menghampiri pos pantau tak jauh dari lokasi. Ternyata, Diki justru bertemu dengan korban yang juga sedang melaporkan kronologi kejadian di pos pantau tersebut.
"Seorang korban mengaku, dua handphonenya dan uang Rp 200.000 miliknya dirampok," tutur Diki.
Meski telah melaporkan kejadian yang dialaminya, korban tetap tidak direspons oleh polisi yang justru asyik bermain ponsel. Padahal, Diki juga sempat menunjukkan foto yang diambilnya saat kejadian tersebut berlangsung.
"Baik, Pak. Silahkan bapak lapor ke Polsek Marunda. Bapak bantu dengan gambar," jawab Polisi yang berjaga. Polisi tersebut, disebut Diki, sempat menolak permintaan korban untuk menindaklanjuti laporannya dengan alasan sedang berjaga di pos pantau.
Padahal, menurut keterangan Diki, ada 2-3 polisi yang berjaga di pos pantau tersebut dan asyik bermain dengan ponsel miliknya. "Tidak bisa, saya jaga sini," tulis Diki terkait penyataan polisi tersebut.
Menanggapi peristiwa tersebut, Kasubbag Humas Polres Metro Jakarta Utara, Komisaris Sungkono mengaku kaget. Bahkan Sungkono baru tahu saat diperlihatkan sejumlah awak media terkait postingan Diki di akun Facebook miliknya.
"Kejadian kapan ini? Kok begini dibiarin?" kata Sungkono sambil geleng-geleng kepala di Mapolres Jakut, Jumat (12/6/2015).
Saat diperlihatkan postingan Diki, Sungkono langsung memakai kacamatanya untuk membaca laporan warga terkait aksi curas dan tindakan kurang responsif polisi.
"Anggota (polisi) yang kayak gini nih harus dipertegas. Ada korban melapor malah diceukin. Bukannya diantar atau diarahkan. Enggak bisa dibiarkan begini. Kita akan dalami dulu dan koordinasi dengan Polsek terkait," ujarnya.
Untuk diketahui, kasus serupa sempat ditindak aparat reskrim Polsek Cilincing, 20 Mei 2015 lalu. Saat itu, aparat menembak seorang tersangka curas, M Soleh (25) alias Oleng, warga Kali Baru, Cilincing.
Oleng diamankan bersama seorang rekannya M Nurullah (27) alias Vanes karena kerap melakukan aksi curas di Jalan Raya Cilincing.
Kepada polisi, tersangka mengaku telah beraksi selama tiga tahun dan kerap menggunakan senjata tajam sebagai alat untuk menakut-nakuti pengendara yang terjebak macet.
Tersangka juga tidak segan-segan melukai korbannya demi target merampas handphone dan barang berharga yang terlihat.
Menurut Oleng, aksi tersebut tidak hanya dilakukan kelompoknya saja. Namun, masih banyak kelompok lain yang juga melakukan aksi serupa.
"Banyak kok, bukan kita saja. Ada kelompok lain juga. Rata-rata, kita bisa dapat 2-3 unit handphone per hari. Tiap handphone dijual seharga Rp 500.000 hingga Rp 1 juta tergantung tipenya," ujarnya saat itu.
Quote:
Laporan Korban Penipuan Paket Sembako Dicuekin Polisi
http://news.okezone.com/read/2015/09...icuekin-polisi
JAKARTA - Kasus penipuan yang terjadi di Gang Hamzah RT 17 RW 3, Kelurahan Batuampar, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, merugikan ratusan warga. Salah satu korban, Sondang (30), mengaku sudah melaporkan kasus tersebut ke Polsek Kramat Jati. Namun, hingga kini belum ada respons dari kepolisian.
"Kita sudah buat laporan ke Polsek, tapi tidak ada respons sampai sekarang," ujar Sondang di lokasi, Senin (28/9/2015).
Bahkan, Sondang menyebut petugas kepolisian menertawakan warga yang baru terkena musibah penipuan. "Kami sudah lapor, dibilang bukti kurang kuat, atau kita lapor ke Polres saja ya," imbuhnya.
Hal senada diungkapkan Saiful (36). Saat melaporkan kasus penipuan Jumat lalu, petugas menyebut bukti yang disodorkan warga kurang kuat. Sebab itu, komputer pelaku hingga kini masih disita warga.
"Komputernya kami sita, soalnya belum direspons polisi," sambung Saiful.
Seperti diketahui, ratusan warga tertipu paket sembako murah seharga Rp50 ribu per paket. Tak hanya itu, pelaku juga menawarkan sekarung beras merek Rojo Lele seharga Rp100 ribu.
http://news.okezone.com/read/2015/09...icuekin-polisi
JAKARTA - Kasus penipuan yang terjadi di Gang Hamzah RT 17 RW 3, Kelurahan Batuampar, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, merugikan ratusan warga. Salah satu korban, Sondang (30), mengaku sudah melaporkan kasus tersebut ke Polsek Kramat Jati. Namun, hingga kini belum ada respons dari kepolisian.
"Kita sudah buat laporan ke Polsek, tapi tidak ada respons sampai sekarang," ujar Sondang di lokasi, Senin (28/9/2015).
Bahkan, Sondang menyebut petugas kepolisian menertawakan warga yang baru terkena musibah penipuan. "Kami sudah lapor, dibilang bukti kurang kuat, atau kita lapor ke Polres saja ya," imbuhnya.
Hal senada diungkapkan Saiful (36). Saat melaporkan kasus penipuan Jumat lalu, petugas menyebut bukti yang disodorkan warga kurang kuat. Sebab itu, komputer pelaku hingga kini masih disita warga.
"Komputernya kami sita, soalnya belum direspons polisi," sambung Saiful.
Seperti diketahui, ratusan warga tertipu paket sembako murah seharga Rp50 ribu per paket. Tak hanya itu, pelaku juga menawarkan sekarung beras merek Rojo Lele seharga Rp100 ribu.
keren kan kinerja polisi kita?
disatu sisi teriak teriak minta dihargai dan dianggap, disatu sisi malah nggak peduli ama kondisi sekitar
ditunggu komentarnya
crot113 memberi reputasi
1
25.2K
Kutip
317
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
924.7KThread•89.4KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya