Quote:
Majalah Tempo terbitan 7 Oktober 2007
menuliskan kisah yang mirip dengan
pengakuan Buwono. Demi menyergap
Aidit, Soeharto memerintahkan Yasir
Hadibroto, komandan Brigade IV Infanteri.
Yasir pun memboyong pasukannya ke
Solo. Di sana dia bertemu Sri Harto, orang
kepercayaan pimpinan PKI sedang
meringkuk di salah satu rumah tahanan.
Orang itu dia lepaskan. Hanya dalam
beberapa hari Sri Harto melapor: Aidit
berada di Kleco dan akan segera pindah ke
sebuah rumah di Desa Sambeng, belakang
Stasiun Balapan, pada 22 November 1965.
Rencana pun disusun. Dan benar, sekitar
pukul sebelas siang, Aidit muncul di rumah
itu, menumpang vespa Sri Harto. Sekitar
pukul sembilan malam, Letnan Ning
Prayitno memimpin pasukan Brigif IV
menggerebek rumah milik bekas pegawai
PJKA itu. Yasir mengawasinya dari jauh.
Prayitno sendiri yang menemukannya.
”Mau apa kamu?” Aidit membentak anak
buah Yasir itu saat keluar dari lemari.
Prayitno keder pada mulanya, tapi segera
menguasai keadaan. Setengah membujuk
dia membawa Aidit ke markas mereka di
Loji Gandrung. Malam itu juga Yasir
menginterogasi Aidit.
Sang Ketua membuat pengakuan tertulis
setebal 50 halaman. Isinya, antara lain,
hanya dia yang bertanggung jawab atas
peristiwa G-30-S. Sayang, menurut Yasir,
Pangdam Diponegoro kemudian
membakar dokumen itu.� Menjelang dini
hari Yasir kebingungan, selanjutnya harus
bagaimana. Aidit berkali-kali minta
bertemu dengan Presiden Soekarno. Yasir
tak mau. ”Jika diserahkan kepada Bung
Karno,pasti akan memutarbalikkan fakta
sehingga persoalannya akan jadi lain,”
kata Yasir seperti dikutip Abdul Gafur
dalam bukunya, Siti Hartinah Soeharto: Ibu
Utama Indonesia.�
Akhirnya, pada pagi buta 23 November
1965 keesokan harinya, Yasir membawa
Aidit meninggalkan Solo menuju ke arah
Barat. Mereka menggunakan tiga jip. Aidit
yang diborgol berada di jip terakhir
bersama Yasir. Saat terang tanah iringiringan itu tiba di Boyolali. Tanpasepengetahuan dua jip pertama, Yasir membelok masuk ke Markas Batalyon 444. Tekadnya bulat. ”Ada sumur?” tanyanya
kepada Mayor Trisno, komandan batalyon
Trisno menunjuk sebuah sumur tua di
belakang rumahnya.Ke sana Yasir
membawa tahanannya. Di tepi sumur, dia
mempersilakan Aidit mengucapkan pesan
terakhir, tapi Aidit malah berapi-api pidato.
Ini membuat Yasir dan anak buah marah.
Maka: dor! Dengan dada berlubang tubuh
gempal Menteri Koordinasi sekaligus Wakil
Ketua MPRS itu terjungkal masuk sumur.
Buwono menggambarkan, pagi itu, Aidit
yang sudah tewas menjadi tumpahan
amarah banyak tentara dengan cara
memberondongkan isi bedilnya ke jazad
Aidit. “Teman-teman cerita, mereka hari
itu ‘pesta pora’ menyambut kematian
Aidit,” kata Buwono.
SUNUDYANTORO�
sumber :[link] :[url=sumber :http://m.tempo.co/read/news/2015/09/30/078705279/eksklusif-g30s-1965-pengakuan-penyergap-ketua-cc-pki[/link]