- Beranda
- The Lounge
Kisah Paling Inspiratif Orang Indoneria Yang Berkurban
...
![adoel.piero](https://s.kaskus.id/user/avatar/2009/11/14/avatar1204959_5.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
adoel.piero
Kisah Paling Inspiratif Orang Indoneria Yang Berkurban
Perayaan Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan kurban. Kaum muslim akan berlomba-lomba untuk bisa menyembelih hewan kurban di hari raya ini. Manfaat berkurban sangatlah besar, terutama sebagai tanda syukur dan indahnya berbagi.
Namun, tidak semua orang bisa dengan mudah melaksanakan kurban. Banyak di antaranya yang harus bersusah payah untuk bisa memiliki hewan ternak yang akan dikurbankan.
Kisah berikut yang dirangkum dari berbagai sumber berikut ini bakal mengetuk hati kamu untuk ikut berkurban. Kesulitan ekonomi tidak menyurutkan niat mereka untuk berkurban.
1. Acoy
2. Sahati
3. Mak Yati
4. Yu Timah
5. Bambang
Semoga menjadi Inspirasi dan Motivasi untuk kita semua... Aamiin...
Sumur = 1+ 2 + 3 + 4
Namun, tidak semua orang bisa dengan mudah melaksanakan kurban. Banyak di antaranya yang harus bersusah payah untuk bisa memiliki hewan ternak yang akan dikurbankan.
Kisah berikut yang dirangkum dari berbagai sumber berikut ini bakal mengetuk hati kamu untuk ikut berkurban. Kesulitan ekonomi tidak menyurutkan niat mereka untuk berkurban.
1. Acoy
Quote:
Kisah pada 2012 ini masih membekas sampai sekarang. Sosok Acoy yang tinggal di daerah kumuh dekat pasar kembang Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat adalah seorang pemulung. Niatnya sejak lama ingin berkurban seperti orang berpunya akhirnya kesampaian.
"Hari Senin malam ada kenalan yang datang ke rumah. Mereka memberi tahu kalau ada seorang dermawan yang akan membelikan kambing kurban. Saya pikir itu kambing kurban untuk disembelih di sini. Ternyata saya dibelikan kambing untuk berkurban," kata Iwan, yang biasa disapa dengan Acoy. Setelah mendapat hewan kurban, hati dan pikiran Acoy setengah tidak percaya. Keinginannya bertahun-tahun akhirnya terwujud.
Cerita mengharukan juga datang dari Iwan Lutfi. Profesinya juga bukan orang kantoran atau bos besar di perusahaan. Iwan hanya orang biasa. Dia sehari-hari bekerja sebagai pemulung. Pemulung ini sejak lama juga ingin berkurban seperti orang berpunya. Niatnya itu tahun ini akhirnya kesampaian.
"Hari Senin malam ada kenalan yang datang ke rumah. Mereka memberi tahu kalau ada seorang dermawan yang akan membelikan kambing kurban. Saya pikir itu kambing kurban untuk disembelih di sini. Ternyata saya dibelikan kambing untuk berkurban," kata Iwan, yang biasa disapa dengan Acoy.
Setelah mendapat hewan kurban, hati dan pikiran Acoy setengah tidak percaya. Keinginannya bertahun-tahun akhirnya terwujud.
"Saya enggak tahu tiba-tiba dibawain kambing. Kambingnya besar, di atas dua jutaan saya kira," katanya. Acoy tak habis pikir bagaimana Allah menggerakkan hati dermawan untuk memberi rezeki kurban pada keluarganya.
"Saya ingat benar Minggu malam itu saya nonton sinetron tentang haji. Istri saya nanya, Abi kapan kita naik haji? Terus kapan kita kurban? Malam itu istri saya tahajud katanya pengin kurban. Saya hanya bisa minta istri berdoa. Pagi harinya istri saya bilang tangannya gatal, katanya mungkin mau dapat rezeki. Eh nggak nyangka malamnya langsung dikabulkan," jelasnya.
Acoy tinggal di daerah kumuh dekat pasar kembang Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Sehari-hari Acoy bekerja sebagai pemulung. Namun Acoy tidak hanya memulung, dengan kemampuannya, Acoy mengubah triplek bekas menjadi miniatur rumah dan kendaraan. "Kami memang kurang tapi pantang mengemis. Saya berusaha hidup lebih baik untuk anak-anak," ujarnya
"Hari Senin malam ada kenalan yang datang ke rumah. Mereka memberi tahu kalau ada seorang dermawan yang akan membelikan kambing kurban. Saya pikir itu kambing kurban untuk disembelih di sini. Ternyata saya dibelikan kambing untuk berkurban," kata Iwan, yang biasa disapa dengan Acoy. Setelah mendapat hewan kurban, hati dan pikiran Acoy setengah tidak percaya. Keinginannya bertahun-tahun akhirnya terwujud.
Spoiler for :
Cerita mengharukan juga datang dari Iwan Lutfi. Profesinya juga bukan orang kantoran atau bos besar di perusahaan. Iwan hanya orang biasa. Dia sehari-hari bekerja sebagai pemulung. Pemulung ini sejak lama juga ingin berkurban seperti orang berpunya. Niatnya itu tahun ini akhirnya kesampaian.
"Hari Senin malam ada kenalan yang datang ke rumah. Mereka memberi tahu kalau ada seorang dermawan yang akan membelikan kambing kurban. Saya pikir itu kambing kurban untuk disembelih di sini. Ternyata saya dibelikan kambing untuk berkurban," kata Iwan, yang biasa disapa dengan Acoy.
Setelah mendapat hewan kurban, hati dan pikiran Acoy setengah tidak percaya. Keinginannya bertahun-tahun akhirnya terwujud.
"Saya enggak tahu tiba-tiba dibawain kambing. Kambingnya besar, di atas dua jutaan saya kira," katanya. Acoy tak habis pikir bagaimana Allah menggerakkan hati dermawan untuk memberi rezeki kurban pada keluarganya.
"Saya ingat benar Minggu malam itu saya nonton sinetron tentang haji. Istri saya nanya, Abi kapan kita naik haji? Terus kapan kita kurban? Malam itu istri saya tahajud katanya pengin kurban. Saya hanya bisa minta istri berdoa. Pagi harinya istri saya bilang tangannya gatal, katanya mungkin mau dapat rezeki. Eh nggak nyangka malamnya langsung dikabulkan," jelasnya.
Acoy tinggal di daerah kumuh dekat pasar kembang Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Sehari-hari Acoy bekerja sebagai pemulung. Namun Acoy tidak hanya memulung, dengan kemampuannya, Acoy mengubah triplek bekas menjadi miniatur rumah dan kendaraan. "Kami memang kurang tapi pantang mengemis. Saya berusaha hidup lebih baik untuk anak-anak," ujarnya
2. Sahati
Quote:
Lain lagi kisah Sahati (68) pada 2013 silam. Warga Kampung Kuta Lebak, RT 6 RW 5, Kelurahan Sriwidari, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi ini sehari-hari bekerja sebagai pemulung. Hebatnya ia mampu menunaikan niatnya untuk berkurban, meski penghasilannya dari menjual plastik, botol, dan barang-barang bekas yang dikumpulkan tidak seberapa. Bagaimana ia bisa berkurban?
"Pokoknya saya pingin kurban. Karena itu, saya selalu sisihkan hasil keringat saya, meskipun cuma Rp 500 atau Rp 1.000 atau berapa saja. Baru beberapa bulan ini uang sering saya titipkan ke adiknya Bu RT," kata Sahati. Kerja keras Sahati menyisihkan penghasilan receh demi receh hingga tujuh tahun itu pun akhirnya membuahkan hasil. Pada Minggu (13/10/2013) domba yang dia idam-idamkan pun tiba di pekarangan rumahnya untuk dikurbankan.
"Pokoknya saya pingin kurban. Karena itu, saya selalu sisihkan hasil keringat saya, meskipun cuma Rp 500 atau Rp 1.000 atau berapa saja. Baru beberapa bulan ini uang sering saya titipkan ke adiknya Bu RT," kata Sahati. Kerja keras Sahati menyisihkan penghasilan receh demi receh hingga tujuh tahun itu pun akhirnya membuahkan hasil. Pada Minggu (13/10/2013) domba yang dia idam-idamkan pun tiba di pekarangan rumahnya untuk dikurbankan.
Spoiler for :
Nenek Sahati Wati (67), warga Kampung Kutalebak, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, Jawa Barat, selama tujuh tahun, menabung untuk bisa berkurban.
Sejak kecil, Nenek Wati sudah harus ikut uwak atau kakak orangtuanya, setelah bapak dan ibunya meninggal.Pernah bekerja menjadi pembantu rumah tangga saat muda, dan kini Sahati yang tinggal sebatang kara harus menghidupi diri dengan menjadi pemulung. Sehari-hari dia mengumpulkan botol bekas, untuk dijual setelah dibersihkan.
Dari penghasilan yang seadanya itu, Sahati menyisihkan sebagian di antaranya untuk mewujudkan keinginannya berkurban. "Ga tentu dapatnya. Nabungnya juga ga tentu. Kadang (dapatnya) Rp 5.000, kadang Rp 6.000, berapa aja dapatnya, paling banyak Rp 12.000," ujar dia.
Sahati mengaku, dia menabung pun tak bisa setiap hari. "Kadang dua dua kali, kadang tiga kali seminggu. Ga tentu," ujar dia. Sahati menyimpan setiap sisihan pendapatannya itu di bawah bantal, dalam sebuah amplop. Bila uang di bawah bantalnya sudah mencapai jumlah tertentu, Sahati menitipkan uang itu pada tetangannya, dengan alasan keamanan.
Tahun ini seluruh jerih payahnya membuahkan hasil. Seekor kambing seharga Rp 2 juta bisa dia beli, sebagai kurban di Idul Adha 1434 H. Kisah ini menjadi pembelajaran dan inspirasi untuk masyarakat.
Menurut Ketua RT di Kutalebak, Yeyet Mulyati, Sahati membeli kambing seharga Rp2 juta untuk dipotong di Hari Raya Idul Adha tahun ini. Uang tersebut merupakan tabungan yang disisihkan Sahati dari hasil jual botol bekas.
“Per satu pekan, Sahati bisa menyisihkan Rp 8.000 hingga Rp12 ribu dari hasil penjualan botol bekasnya. Jika uang yang dikumpulkan di bantal sudah mencapai Rp100 ribu hingga Rp200 ribu, Sahati sering menitipkan uangnya kepada Yeyet.”
Tak ayal, kata Yeyet, warga di sekitar kerukunan yang ia pimpin bangga dan kagum terhadap Sahati. Usia tua dan penghasilan yang pas-pasan, ternyata tidak menghalangi Sahati untuk berkurban.
Kisah Pemulung yang berkurban Tahun lalu, Mak Yati dan Maman
Pemulung sebelumnya, Mak Yati dan suaminya, Maman, membeli hewan kurban berupa dua ekor kambing saat Idul Adha lalu dengan tabungan pribadi yang mereka kumpulkan selama tiga tahun. Pasangan yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung tersebut direncanakan akan menunaikan ibadah haji.
Adalah Reiner Daulay yang menjadi koordinator pengumpulan sumbangan untuk Mak Yati dan Maman
Reiner mengungkapkan, niat memberangkatkan haji Mak Yati dan suami langsung tercetus tak lama setelah mengetahui kisah Mak Yati. Setelah memastikan kisah tersebut benar adanya, ia langsung mengajak teman-temannya untuk membantu Mak Yati berangkat naik haji.
"Saya tersentuh dengan kisahnya apalagi dengan kondisi kehidupannya yang sulit. Selama tiga tahun menabung untuk membeli hewan kurban padahal untuk makan sehari-hari saja sudah sulit," katanya.
Mak Yati, pemulung yang berkurban dua ekor kambing saat Idul Adha kemarin, diganjar rezeki puluhan kali lipat. Mak Yati diberi uang, biaya naik haji bahkan dibuatkan sebuah rumah di Pasuruan, Jawa Timur.
Sejak kecil, Nenek Wati sudah harus ikut uwak atau kakak orangtuanya, setelah bapak dan ibunya meninggal.Pernah bekerja menjadi pembantu rumah tangga saat muda, dan kini Sahati yang tinggal sebatang kara harus menghidupi diri dengan menjadi pemulung. Sehari-hari dia mengumpulkan botol bekas, untuk dijual setelah dibersihkan.
Dari penghasilan yang seadanya itu, Sahati menyisihkan sebagian di antaranya untuk mewujudkan keinginannya berkurban. "Ga tentu dapatnya. Nabungnya juga ga tentu. Kadang (dapatnya) Rp 5.000, kadang Rp 6.000, berapa aja dapatnya, paling banyak Rp 12.000," ujar dia.
Sahati mengaku, dia menabung pun tak bisa setiap hari. "Kadang dua dua kali, kadang tiga kali seminggu. Ga tentu," ujar dia. Sahati menyimpan setiap sisihan pendapatannya itu di bawah bantal, dalam sebuah amplop. Bila uang di bawah bantalnya sudah mencapai jumlah tertentu, Sahati menitipkan uang itu pada tetangannya, dengan alasan keamanan.
Tahun ini seluruh jerih payahnya membuahkan hasil. Seekor kambing seharga Rp 2 juta bisa dia beli, sebagai kurban di Idul Adha 1434 H. Kisah ini menjadi pembelajaran dan inspirasi untuk masyarakat.
Menurut Ketua RT di Kutalebak, Yeyet Mulyati, Sahati membeli kambing seharga Rp2 juta untuk dipotong di Hari Raya Idul Adha tahun ini. Uang tersebut merupakan tabungan yang disisihkan Sahati dari hasil jual botol bekas.
“Per satu pekan, Sahati bisa menyisihkan Rp 8.000 hingga Rp12 ribu dari hasil penjualan botol bekasnya. Jika uang yang dikumpulkan di bantal sudah mencapai Rp100 ribu hingga Rp200 ribu, Sahati sering menitipkan uangnya kepada Yeyet.”
Tak ayal, kata Yeyet, warga di sekitar kerukunan yang ia pimpin bangga dan kagum terhadap Sahati. Usia tua dan penghasilan yang pas-pasan, ternyata tidak menghalangi Sahati untuk berkurban.
Kisah Pemulung yang berkurban Tahun lalu, Mak Yati dan Maman
Pemulung sebelumnya, Mak Yati dan suaminya, Maman, membeli hewan kurban berupa dua ekor kambing saat Idul Adha lalu dengan tabungan pribadi yang mereka kumpulkan selama tiga tahun. Pasangan yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung tersebut direncanakan akan menunaikan ibadah haji.
Adalah Reiner Daulay yang menjadi koordinator pengumpulan sumbangan untuk Mak Yati dan Maman
Reiner mengungkapkan, niat memberangkatkan haji Mak Yati dan suami langsung tercetus tak lama setelah mengetahui kisah Mak Yati. Setelah memastikan kisah tersebut benar adanya, ia langsung mengajak teman-temannya untuk membantu Mak Yati berangkat naik haji.
"Saya tersentuh dengan kisahnya apalagi dengan kondisi kehidupannya yang sulit. Selama tiga tahun menabung untuk membeli hewan kurban padahal untuk makan sehari-hari saja sudah sulit," katanya.
Mak Yati, pemulung yang berkurban dua ekor kambing saat Idul Adha kemarin, diganjar rezeki puluhan kali lipat. Mak Yati diberi uang, biaya naik haji bahkan dibuatkan sebuah rumah di Pasuruan, Jawa Timur.
3. Mak Yati
Quote:
Pemulung botol bekas di sekitar Tebet ini membuat haru pengurus masjid Al Ittihad, Jumat (26/10/2012). Salah seorang pengurus masjid, Syaiful, menceritakan bagaimana sosok Mak Yati sebagai seorang pemulung yang juga sering mampir di masjid.
Syaiful menuturkan pada Senin (22/10) malam dengan menumpang bajaj, Mak Yati membuat kaget pengurus masjid. Dia membawa dua ekor kambing beserta rumputnya ke Masjid Al Ittihad untuk berkurban. Tak ayal hal tersebut membuat pengurus masjid terharu. "Kita nggak nyangka Mak Yati bawa kambing malam itu, ya kita terharu lah. Orang sehari-hari dia cuma mulung, tapi punya niat untuk menyumbangkan hewan kurban untuk lebaran ini," imbuh Syaiful.
Yati (60), seorang nenek yang tinggal di Tebet, Jakarta Selatan ini bukan orang kantoran atau tinggal di rumah gedongan. Yati hanya seorang pemulung, tiap hari mencari sampah untuk mengais rizki yang halal.
Syaiful menuturkan pada Senin (22/10) malam dengan menumpang bajaj, Mak Yati membuat kaget pengurus masjid. Dia membawa dua ekor kambing beserta rumputnya ke Masjid Al Ittihad untuk berkurban. Tak ayal hal tersebut membuat pengurus masjid terharu. "Kita nggak nyangka Mak Yati bawa kambing malam itu, ya kita terharu lah. Orang sehari-hari dia cuma mulung, tapi punya niat untuk menyumbangkan hewan kurban untuk lebaran ini," imbuh Syaiful.
Yati (60), seorang nenek yang tinggal di Tebet, Jakarta Selatan ini bukan orang kantoran atau tinggal di rumah gedongan. Yati hanya seorang pemulung, tiap hari mencari sampah untuk mengais rizki yang halal.
Spoiler for :
Meski pendapatannya tak seberapa, hanya Rp 25 ribu per hari, Yati punya tekad kuat untuk bisa berkurban di Hari Raya Idul Adha. Niatnya itu akhirnya bisa tercapai.
"Saya nabung tiga tahun untuk beli dua ekor kambing. Yang besar itu saya beli Rp 2 juta, yang kecil Rp 1 juta," kata Yati saat berbincang dengan merdeka.com di rumahnya 2012 lalu.
Yati tiap hari dibantu Maman (35). Kadang untuk menambah penghasilan, Maman ikut menarik sampah di sekitar Tebet. "Penghasilan sehari tak tentu. Seringnya dapat Rp 25 ribu. Dihemat untuk hidup dan ditabung buat beli dua kambing itu," kisah Yati.
Yati mengaku sudah seumur hidup ingin berkurban. Wanita tua asal Madura itu malu terus mengantre daging kurban. Keinginan ini terus menguat, saat bulan Ramadan. Yati makin giat menabung.
"Saya ingin sekali saja, seumur hidup memberikan daging kurban. Ada kepuasaan, rasanya tebal sekali di dada. Harapan saya semoga ini bukan yang terakhir," jelasnya.
Yati membeli dua kambing itu di Pancoran. Maman yang mengambil dua kambing itu dengan bajaj dan memberikannya ke panitia kurban di Masjid Al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan. Saat Maman menyerahkan dua kambing untuk kurban itu, jemaah masjid megah tersebut meneteskan air mata haru.
Yati sehari-hari tinggal di gubuk triplek kecil di tempat sampah Tebet. Tak ada barang berharga di pondok 3x4 meter itu. Sebuah televisi rongsokan berada di pojok ruangan. Sudah bertahun-tahun TV itu tak menyala.
Yati mengaku sudah lama tinggal di pondok itu. Dia tak ingat sudah berapa lama membangun gubuk dari triplek di jalur hijau peninggalan Gubernur Legendaris Ali Sadikin itu. "Di sini ya tidak bayar. Mau bayar ke siapa? ya numpang hidup saja," katanya ramah.
Setiap hari Yati mengelilingi kawasan Tebet hingga Bukit Duri. Dia pernah kena asam urat sampai tak bisa jalan. Tapi Yati tetap bekerja, dia tak mau jadi pengemis.
"Biar ngesot saya harus kerja. Waktu itu katanya saya asam urat karena kelelahan kerja. Maklum sehari biasa jalan jauh. Ada kali sepuluh kilo," akunya.
"Saya nabung tiga tahun untuk beli dua ekor kambing. Yang besar itu saya beli Rp 2 juta, yang kecil Rp 1 juta," kata Yati saat berbincang dengan merdeka.com di rumahnya 2012 lalu.
Yati tiap hari dibantu Maman (35). Kadang untuk menambah penghasilan, Maman ikut menarik sampah di sekitar Tebet. "Penghasilan sehari tak tentu. Seringnya dapat Rp 25 ribu. Dihemat untuk hidup dan ditabung buat beli dua kambing itu," kisah Yati.
Yati mengaku sudah seumur hidup ingin berkurban. Wanita tua asal Madura itu malu terus mengantre daging kurban. Keinginan ini terus menguat, saat bulan Ramadan. Yati makin giat menabung.
"Saya ingin sekali saja, seumur hidup memberikan daging kurban. Ada kepuasaan, rasanya tebal sekali di dada. Harapan saya semoga ini bukan yang terakhir," jelasnya.
Yati membeli dua kambing itu di Pancoran. Maman yang mengambil dua kambing itu dengan bajaj dan memberikannya ke panitia kurban di Masjid Al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan. Saat Maman menyerahkan dua kambing untuk kurban itu, jemaah masjid megah tersebut meneteskan air mata haru.
Yati sehari-hari tinggal di gubuk triplek kecil di tempat sampah Tebet. Tak ada barang berharga di pondok 3x4 meter itu. Sebuah televisi rongsokan berada di pojok ruangan. Sudah bertahun-tahun TV itu tak menyala.
Yati mengaku sudah lama tinggal di pondok itu. Dia tak ingat sudah berapa lama membangun gubuk dari triplek di jalur hijau peninggalan Gubernur Legendaris Ali Sadikin itu. "Di sini ya tidak bayar. Mau bayar ke siapa? ya numpang hidup saja," katanya ramah.
Setiap hari Yati mengelilingi kawasan Tebet hingga Bukit Duri. Dia pernah kena asam urat sampai tak bisa jalan. Tapi Yati tetap bekerja, dia tak mau jadi pengemis.
"Biar ngesot saya harus kerja. Waktu itu katanya saya asam urat karena kelelahan kerja. Maklum sehari biasa jalan jauh. Ada kali sepuluh kilo," akunya.
4. Yu Timah
Quote:
Penjual nasi bungkus asal Kebumen, Jawa Tengah pada Idul Adha 2014 lalu membuat banyak orang malu. Yu Timah (60) yang tinggal di rumah berdinding bambu dan berantai tanah dengan pekerjaan hanya berjualan nasi bungkus, bisa membeli seekor kambing untuk dikurbankan. Meskipun penghasilannya dari berjualan nasi bungkus tak seberapa, didukung niat yang kuat akhirnya Yu Timah bisa berkurban.
Spoiler for :
Yu Timah, nenek berusia 50 tahun ini membuat banyak orang malu dan berkaca. Nenek yang tinggal sendiri di rumah belantai tanah dan berdinding anyaman bambu mampu membeli seokor kambing untuk kurban. Yu Timah rupanya sudah bertekad keras untuk berkurban, padahal dirinya hanyalah seorang penjual nasi bungkus.
Keterbatasan ini tak menghalanginya,setiap menerima Bantuan Langsung Tunai Yu Timah selalu menyimpan uang itu di bank. Uang itu dia kumpulkan sedikit demi sedikit hingga mencapai Rp 600 ribu. Suatu kali Yu Timah yang merasa uangnya sudah cukup, pun lekas ke bank untuk menggambil uang.
"Saya mau beli kambing kurban, Pak! Kalau 600 ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing." ujar dia kepada pegawai bank seperti yang dikutip dari laman dompet dhuafa, Jumat (3/10).
Sayang, saat itu bank telah tutup. Pegawai pun iseng bertanya untuk apa uang itu. Dengan malu, Yu Timah mengatakan hendak berkurban.
"Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar 600 ribu. Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?" tanya pegawai tersebut.
Lantas dengan wajah berseri, Yu Timah mengatakan, "Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban."
Keterbatasan ini tak menghalanginya,setiap menerima Bantuan Langsung Tunai Yu Timah selalu menyimpan uang itu di bank. Uang itu dia kumpulkan sedikit demi sedikit hingga mencapai Rp 600 ribu. Suatu kali Yu Timah yang merasa uangnya sudah cukup, pun lekas ke bank untuk menggambil uang.
"Saya mau beli kambing kurban, Pak! Kalau 600 ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing." ujar dia kepada pegawai bank seperti yang dikutip dari laman dompet dhuafa, Jumat (3/10).
Sayang, saat itu bank telah tutup. Pegawai pun iseng bertanya untuk apa uang itu. Dengan malu, Yu Timah mengatakan hendak berkurban.
"Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar 600 ribu. Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?" tanya pegawai tersebut.
Lantas dengan wajah berseri, Yu Timah mengatakan, "Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban."
5. Bambang
Quote:
Penarik becak asal Purworejo, Jawa Tengah bernama Bambang menjadi buah bibir pada tahun 2013 silam. Seekor sapi ia kurbanan pada perayaan Idul Adha. Harga sapi yang lumayan mahal membuat banyak tetangganya salut dan heran, dilihat dari profesi Bambang yang hanya seorang tukang becak.
Bambang selama lima tahun menabung di bawah jok becaknya. Uang itulah yang ia gunakan buat membeli sapi. Hal itu tentu membuat tetangga dan keluarganya ikut senang dan bahagia, tentunya juga termotivasi akan kegigihan Bambang untuk berkurban meskipun hidup dalam keterbatasan.
Bambang selama lima tahun menabung di bawah jok becaknya. Uang itulah yang ia gunakan buat membeli sapi. Hal itu tentu membuat tetangga dan keluarganya ikut senang dan bahagia, tentunya juga termotivasi akan kegigihan Bambang untuk berkurban meskipun hidup dalam keterbatasan.
Spoiler for :
Rasa haru menyelimuti kota Purworejo saat Bambang, penarik becak memberi sapi untuk dijadikan kurban pada Idul Adha tahun lalu. Selama 5 tahun, Bambang mengumpulkan uang dari mengayuh becak untuk membeli sapi seharga Rp 13 juta. Uang itu dikumpulkan hari demi hari di jok becak miliknya.
"Alhamduillah, kulo tiyang mboten gadah, tesih saget kurban (Saya orang miskin masih bisa kurban)," kata Bambang, saat ditemui di rumahnya, Senin (14/10/2013) siang.
Bahkan hasil dari menarik becak ini pun tak seberapa, biasanya dia mendapat hasil sebanyak Rp 20.000-Rp 50.000. Namun dengan kesungguhan uang untuk membeli hewan kurban pun kesampaian.
Kegembiraan juga turut dirasakan tetangga Banbang. Beramai-ramai tetangga Bambang mengarak sapi yang dibeli Bambang dari menarik becak.
"Alhamduillah, kulo tiyang mboten gadah, tesih saget kurban (Saya orang miskin masih bisa kurban)," kata Bambang, saat ditemui di rumahnya, Senin (14/10/2013) siang.
Bahkan hasil dari menarik becak ini pun tak seberapa, biasanya dia mendapat hasil sebanyak Rp 20.000-Rp 50.000. Namun dengan kesungguhan uang untuk membeli hewan kurban pun kesampaian.
Kegembiraan juga turut dirasakan tetangga Banbang. Beramai-ramai tetangga Bambang mengarak sapi yang dibeli Bambang dari menarik becak.
Semoga menjadi Inspirasi dan Motivasi untuk kita semua... Aamiin...
Sumur = 1+ 2 + 3 + 4
Diubah oleh adoel.piero 23-09-2015 07:32
0
3.3K
Kutip
16
Balasan
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
![The Lounge](https://s.kaskus.id/r200x200/ficon/image-21.png)
The Lounge![KASKUS Official KASKUS Official](https://s.kaskus.id/kaskus-next/next-assets/images/icon-official-badge.svg)
923.3KThread•84.3KAnggota
Urutkan
Terlama
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya