- Beranda
- The Lounge
Selamat Jalan Bang Buyung... (Pengacara Senior Adnan Buyung Nasution Meninggal Dunia)
...
TS
dimzou
Selamat Jalan Bang Buyung... (Pengacara Senior Adnan Buyung Nasution Meninggal Dunia)
Baru saja terdengar berita duka bahawa salah satu pengacara senior/akifis HAM dan ahli hukum, Bang Adnan Buyung Nasution menghembuskan nafas terakhirnya di RSPI Pondok Indah. Ane sangat berduka secara ane sangat respek pada perjuangan beliau
UPDATE WASIAT BANG BUYUNG YG DITITIPKAN PADA BANG MULYA (Todung Mulya Lubis)
Rabu 23 Sep 2015, 10:41 WIB
Pengacara Senior Adnan Buyung Nasution Meninggal Dunia
Erwin Dariyanto - detikNews
Jakarta - Kabar duka datang dari ranah hukum. Pengacara senior Adnan Buyung Nasution meninggal dunia. Buyung selama beberapa hari ini memang menjalani perawatan di RS Pondok Indah, Jaksel.
Buyung menghembuskan nafas terakhir pada pukul 10.17 WIB, Rabu (23/9/2015). Buyung menjalani perawatan sejak Jumat pekan lalu.
"Keluarga ada di rumah sakit semua sekarang," terang seorang perempuan yang berada di rumah Buyung di Lebak Bulus, Jaksel.
Kabar Buyung meninggal dunia ini juga sudah ramai disampaikan media sosial. Di berbagai forum juga menyampaikan duka untuk pria berusia 81 tahun yang akrab disapa Bang Buyung ini.
(erd/dra)
sumur
Adnan Buyung Nasution Meninggal
Mufti Sholih - 23 September 2015 10:49 wib
Metrotvnews.com, Jakarta: Advokat senior Adnan Buyung Nasution meninggal, Rabu (23/9/2015). Adnan meninggal di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan.
"Benar, sudah meninggal pukul 10.15 WIB," ujar Rika, sekretaris pribadi Adnan saat dikonfirmasi Metrotvnews.com, Rabu pagi.
Menurut Rika, jenazah saat ini masih berada di RSPI. Dia mengaku, belum tahu kapan dan di mana pastinya, jenazah Adnan dikebumikan.
"Masih di rumah sakit. Belum tahu, nanti dikabari," sebut dia.
TII
sumur
Rabu, 23 September 2015 - 10:48 wib
Adnan Buyung Nasution Meninggal Dunia
JAKARTA - Pengacara senior Adnan Buyung Nasution meninggal dunia pagi ini, sekira pukul 10.15 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Adnan meninggal setelah mengalami gangguan jantung.
"Iya benar ayah saya meninggal tadi pukul 10.15 WIB," kata Pia Akbar Nasution, putri Adnan Buyung saat dikonfirmasi Okezone, Rabu (23/9/2015).
Menurut Pia, jenazah sang ayah akan langsung dibawa ke rumah duka di kediamannya. Dia meminta doa dan kesalahan ayahnya dimaafkan.
"Nanti langsung dibawa ke rumah duka, maafkan ya ayah saya," ujarnya sambil tersedu.
(sus)
sumur
Profil Bang Buyung
Adnan Buyung Nasution
Nama Lengkap : Adnan Buyung Nasution
Profesi : Advokat/Aktivis
Agama : Islam
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : Jumat, 20 Juli 1934
Zodiac : Cancer
Adnan Buyung Nasution adalah pria kelahiran Jakarta, 20 Juli 1934, yang dikenal sebagai seorang advokat handal, pendiri Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, dan juga pernah menjabat sebagai anggota DPR/MPR. Tidak banyak yang tahu bahwa nama tengah Buyung sebenarnya adalah Bahrum. Pada akta kelahirannya, namanya tercatat sebagai Adnan Bahrum Nasution. Namun, Buyung menamai dirinya sebagau Adnan B. Nasution. Nama "Buyung" dia dapatkan karena dia sering dipanggil demikian oleh teman-teman dan kerabatnya.
Buyung dikenal sebagai sosok yang tangguh. Ketika Buyung berusia 12 tahun, Buyung hidup sendiri dengan adik semata wayangnya, Samsi Nasution, berdagang barang loakan di Pasar Kranggan, Yogyakarta. Di tempat itu pula, ibu Buyung yang bernama Ramlah Dougur berjualan es cendol. Sementara ayahnya, R. Rachmat Nasution, bergerilya melawan Belanda pada tahun 1947 hingga 1948.
Sang ayah merupakan sosok yang bisa dibilang memberikan banyak pengaruh pada Buyung kecil. Rachmat Nasution adalah seorang pejuang gerilya dan reformasi. Dia juga merupakan pendiri kantor berita Antara dan harian Kedaulatan Rakyat. Selain itu, dia juga merintis The Time of Indonesia. Berkat keaktifan sang ayah dalam politik, ketika SMP Buyung mengikuti Mobilisasi pelajar (mopel). Dalam karirnya di organisasi tersebut, Buyung ikut berdemonstrasi terhadap pendirian sekolah NICA di Yogyakarta.
Ketika bersekolah di SMA Negeri 1 Jakarta, Buyung menjabat sebagai Ketua Cabang Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI), yang kemudian dia bubarkan karena mengandung unsur PKI.
Selepas SMA, Buyung terdaftar sebagai mahasiswa Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun, satu tahun kemudian, BUyung pindah ke Fakultas Gabung Hukum, Ekonomi, dan Sosial Politik di Universitas Gajah Mada. Tidak lama kemudian, Buyung berpindah ke Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan di Universitas Indonesia. Di tiga universitas tersebut, Buyung aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa.
Setelah lulus dari UI, Buyung meneruskan kuliah dan bekerja sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta. Selain itu, Buyung juga tetap aktif dalam kegiatan politik di Indonesia. Buyung tercatat sebagai pendiri dan Ketua Gerakan Pelaksana Ampera. Ketika terjadi peristiwa Gestapu, Buyung tercatat sebagai anggota Komando Aksi penggayangan Gestapu. Bahka, Buyung sempat mendapatkan skorsing selama satu setengah tahun akibat ikut berdemonstrasi dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), dan dituduh sebagai anti revolusi.
Setelah itu, Buyung dipindahtugaskan ke Manado. Namun demikian, Buyung ditempatkan di Medan. Hal tersebut membuat Buyung hengkang dan menganggur hingga setahun kemudian. Pada saat yang bersamaan. Buyung mendapatkan panggilan kembali untuk DPR/MPR. Setelah satu tahun menganggur, Buyung kemudian mendirikan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan membuka kantor pengacara (advokat). Kedua lembaga tersebut berjalan dengan baik sehingga sekarang kantor pengacara tersebut merupakan kantor pengacara terbaik di Indonesia.
Sementara itu, YLBHI yang dia dirikan mendapatkan respon yang sama, dan membawahi banyak LBH lainnya, sehingga dikenal sebagai lokomotif demokrasi. Gagasan untuk mendirikan LBH tersebut merupakan refleksi ketika Buyung menjalankan persidangan. Menurut Buyung, para terdakwa selalu pasrah menerima dakwaan, dan Buyung beranggapan mereka butuh pembela. Namun, ide tersebut baru dapat dia realisasikan setelah dia melanjutkan belajar hukum di Universitas Melbourne.
Di sana dia belajar bahwa Lembaga Hukum memiliki pola, model, dan bentuk. Kemudian, dia membagi ide tersebut kepada Kepala Kejaksaan Agung Soeparto. Menurut Agung Soeparto, belum waktunya ide tersebut direalisasikan. Hal tersebut memacu Buyung untuk mendapatkan banyak persetujuan. Kemudian, dia melakukan pendekatan dengan banyak petinggi hukum, seperti Yap Thiam Hien, Lukman Wiryadinata, dan Ali Moertopo. Melalui Ali Moertopo, ide tersebut sampai di telinga Presiden Soeharto.
Tidak berapa lama kemudian, Buyung mendapatkan persetujuan dan dukungan dari pemerintah. Selain presiden, Buyung juga mendapatkan suara dari Ali Sadikin Gubernur Jakarta saat itu. Sehingga, pada 28 Oktober 1970, lahirlah LBH yang diketuai oleh Buyung sendiri. Pada pembukaan LBH tersebut, Buyung mendapatkan 10 skuter dari pemerintah.
Riset dan Analisa oleh Nastiti Primadyastuti (sumber Merdeka.com)
Jiwa aktivisnya tak pernah padam, dia akan menyeruak tampil ke depan ketika hukum yang menjadi pilar utama demokrasi dipermainkan. Rasa empatinya yang besar bagi orang-orang yang tak beruntung, yang dizalimi kekuasaan, menjadikannya ikon bagi penegakan HAM di Indonesia. Sikapnya yang konsisten, komitmen yang tinggi dan hasratnya yang luar biasa besar bagi pembangunan hukum yang berkeadilan membuatnya menjadi legenda hidup bagi penegakan HAM dan demokrasi. Dialah Adnan Buyung Nasution (ABN), suaranya yang lantang tanpa rasa takut seakan menjadi “teror” bagi aparat penguasa yang membungkus kezaliman mereka dengan hukum kekuasaan. Dia bukan orang yang mendadak terkenal karena keberanian sesaat, ketokohannya dibangun melalui proses panjang, penuh tantangan dan pengorbanan. Lahir di Jakarta tanggal 20 Juli 1934, jiwa aktivisnya mulai tampak ketika sekolah SMP di Yogyakarta ABD ikut Mopel (Mobilisasi Pelajar) dan melakukan protes pendirian sekolah NICA, ikut merusak sekolah dan melempari guru-guru di sekolah tersebut. Sikap patriotis itu, diakuinya, menurun dari ayahnya yang begitu dia banggakan. Sang ayah, H. Rachmat Nasution, adalah pejuang kemerdekaan yang aktif dalam perang gerilya membela Republik. Tidak hanya dengan senjata, Rachmat Nasution juga aktif dalam kewartawanan, tercatat sebagai salah satu pendiri kantor berita Antara dan harian Kedaulatan Rakyat. Setelah hanya setahun bertahan di Teknik Sipil ITB dan sempat kuliah di Fakultas Gabungan Hukum, Ekonomi dan Sosial Politik UGM, tahun ajaran 1954/1955 ABN memilih kuliah di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat UI. Lulus sarjana muda tahun 1957, sambil meneruskan kuliah, ia bekerja sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta. Keputusan masuk kejaksaan karena jiwanya merasa terpanggil oleh adanya gerakan anti korupsi yang pada waktu itu dipimpin oleh Kolonel Zulkifli Lubis (Pendiri/Kepala Intelijen) dan didukung oleh Panglima Siliwangi Kolonel Kawilarang. Ketika itu Kejaksaan membutuhkan tenaga-tenaga muda untuk turut membantu dalam proses penuntutan terhadap para tertuduh koruptor, seperti antara lain: Lie Hok Tai, Piet de Quelyu (Direktur Percetakan Negara), Mr. Djodi (Menteri Kehakiman) Gondokoesoemo, Mr. Syamsudin Sutan Makmur (Menteri Penerangan), dll. Meski sudah menjadi jaksa, tetapi semangatnya sebagai aktivis tidak pudar. Tahun 1964 ia sempat mendirikan sekaligus menjadi ketua Gerakan Pelaksana Ampera. Selain itu, dia juga mendirikan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) serta menjadi anggota Komando Aksi Penggayangan Gestapu. Bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dia ikut turun ke jalan sehingga diinterogasi oleh atasannya. Dia dituduh antirevolusi, anti-Manipol-Usdek. Hingga akhirnya ABN memilih berhenti sebagai jaksa. Pengalamannya sebagai jaksa menyadarkannya, menggugah keprihatinnya, atas nasib rakyat kecil yang tak berdaya di hadapan hukum. Saat bertugas di daerah-daerah terpencil, dia melihat ornag-orang yang menjadi Terdakwa pasrah saja menerima dakwaan yang ditimpakan kepadanya. Dari sana ia berpikir, orang-orang kecil yang buta hukum itu perlu dibantu. Tetapi niat itu dipendamnya. Dia memilih kuliah Universitas Melbourne, Australia, dan melihat bahwa di negeri Kanguru itu terdapat lembaga bantuan hukum yang pola, model, dan bentuknya sendiri. Segera setelah pulang ke tanah air, ABN menyampaikan gagasan pendirian LBH ke rekan-rekannya, diantaranya Gubernur DKI Ali Sadikin. Tahun 1970, berdirilah LBH Jakarta yang digagasnya dan ABN ditunjuk sebagai ketua yang pertama. Sejak itu, ABD berdiri di garda terdepan untuk mengontrol pelaksanaan hukum, memberi bantuan hukum bagi siapapun yang membutuhkan tanpa pandang bulu---mulai dari korban penggusuran yang menuntut hak mereka, para buruh di-PHK secara sepihak, hingga kasus-kasus HAM dan politik yang para pengacara umumnya tak berani menyentuh. LBH yang dipimpinnya tetap independen, konsisten dan memiliki komitemen kuat dalam penegakan hukum. Bahkan pemerintah DKI Jakarta, yang atas prakarsa Ali Sadikin, memberi subsidi untuk operasional LBH, tercatat lebih dari 200 kali digugat LBH---kenyataan yang membuat Bang Ali geleng-geleng kepala. Pernah ditahan selama 2 tahun tanpa melalui proses hukum atas Tuduhan subversive karena terlibat Peristiwa Malari 1974, ABN tak pernah surut langkah. Sebagai pengacara, kegigihannya terus diuji, hingga puncaknya ketika dia membela tokoh oposisi HR Dharsono tahun 1986-1987. Dituduh melakukan contempt of court, hak ijin advokatnya dicabut pemerintah---yang memaksanya mengasingkan diri ke Belanda dan baru kembali ke tanah air tahun 1993 setelah berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum Tata Negara (PhD) dari Universitas Utrecht. LBH yang dia dirikan pun menjadi “kawah candradimuka” yang berhasil melahirkan aktivis-aktivis militant, akademisi, pengacara profesional, politisi, maupun birokrat: diantaranya adalah Abdul Rahman Saleh, Abdul Hakim Garuda Nusantara, Bambang Widjojanto, Benny K. Harman, Prof. Erman Rajagukguk, Fauzi Abdullah, Hotma Sitompoel, Luhut Pangaribuan, Mohammad Assegaf, Munir, Nazaruddin Nasution, Nursyahbani Katjasungkana, Rita Serena Kalibonso, Syamsul Rakan Chaniago, Todung Mulya Lubis, Tuti Hutagalung, Prof. Zaidun, Prof. Zen Umar Purba, dan masih banyak lagi lainnya yang tidak kurang kontribusinya, namun sayangnya tidak dapat disebut satu per satu namanya disini. Dibawah ini pernyataan Mochtar Pakpahan, menanggapi cibiran Ruhut Sitompul atas kritik tajam ABN terhadap Presiden SBY, menggambarkan bagaimana kesan para aktivis HAM dan demokrasi terhadap kiprah ABN: “Jutaan orang yang dizalimi oleh Orde Baru merasakan sejuknya kehadiran ABN Cs dan kehadiran YLBHI. ABN adalah sinar bagi kegelapan hati nurani selama Orde Baru. Setiap orang yang merasakan gelapnya pemerintah Orde Baru akan merasakan secercah terang bila datang ke YLBHI. Sebutlah tanah orang dirampas demi pembangunan; aktivis yang menyatakan pikirannya yang berbeda dengan Orde Baru; akan mengalami kezaliman, dibunuh, dianiaya, dan dipenjarakan. Buruh yang di-PHK dengan mudah tanpa alasan dan kasus hukum lainnya.” Bulan Juli 2011, atas segala komitmen dan pengabdiannya, ABN diangkat sebagai Professor of Constitutional Law di Melbourne Law School, University of Melbourne, Australia. - sumbert: ILUNI
quotes beliau
Selamat Jalan Bang Buyung, perjuanganmu akan kami teruskan
UPDATE WASIAT BANG BUYUNG YG DITITIPKAN PADA BANG MULYA (Todung Mulya Lubis)
Spoiler for wasiat:
Spoiler for berita:
Rabu 23 Sep 2015, 10:41 WIB
Pengacara Senior Adnan Buyung Nasution Meninggal Dunia
Erwin Dariyanto - detikNews
Jakarta - Kabar duka datang dari ranah hukum. Pengacara senior Adnan Buyung Nasution meninggal dunia. Buyung selama beberapa hari ini memang menjalani perawatan di RS Pondok Indah, Jaksel.
Buyung menghembuskan nafas terakhir pada pukul 10.17 WIB, Rabu (23/9/2015). Buyung menjalani perawatan sejak Jumat pekan lalu.
"Keluarga ada di rumah sakit semua sekarang," terang seorang perempuan yang berada di rumah Buyung di Lebak Bulus, Jaksel.
Kabar Buyung meninggal dunia ini juga sudah ramai disampaikan media sosial. Di berbagai forum juga menyampaikan duka untuk pria berusia 81 tahun yang akrab disapa Bang Buyung ini.
(erd/dra)
sumur
Spoiler for berita2:
Adnan Buyung Nasution Meninggal
Mufti Sholih - 23 September 2015 10:49 wib
Metrotvnews.com, Jakarta: Advokat senior Adnan Buyung Nasution meninggal, Rabu (23/9/2015). Adnan meninggal di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan.
"Benar, sudah meninggal pukul 10.15 WIB," ujar Rika, sekretaris pribadi Adnan saat dikonfirmasi Metrotvnews.com, Rabu pagi.
Menurut Rika, jenazah saat ini masih berada di RSPI. Dia mengaku, belum tahu kapan dan di mana pastinya, jenazah Adnan dikebumikan.
"Masih di rumah sakit. Belum tahu, nanti dikabari," sebut dia.
TII
sumur
Spoiler for berita3:
Rabu, 23 September 2015 - 10:48 wib
Adnan Buyung Nasution Meninggal Dunia
JAKARTA - Pengacara senior Adnan Buyung Nasution meninggal dunia pagi ini, sekira pukul 10.15 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Adnan meninggal setelah mengalami gangguan jantung.
"Iya benar ayah saya meninggal tadi pukul 10.15 WIB," kata Pia Akbar Nasution, putri Adnan Buyung saat dikonfirmasi Okezone, Rabu (23/9/2015).
Menurut Pia, jenazah sang ayah akan langsung dibawa ke rumah duka di kediamannya. Dia meminta doa dan kesalahan ayahnya dimaafkan.
"Nanti langsung dibawa ke rumah duka, maafkan ya ayah saya," ujarnya sambil tersedu.
(sus)
sumur
Profil Bang Buyung
Spoiler for profil:
Adnan Buyung Nasution
Nama Lengkap : Adnan Buyung Nasution
Profesi : Advokat/Aktivis
Agama : Islam
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : Jumat, 20 Juli 1934
Zodiac : Cancer
Adnan Buyung Nasution adalah pria kelahiran Jakarta, 20 Juli 1934, yang dikenal sebagai seorang advokat handal, pendiri Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, dan juga pernah menjabat sebagai anggota DPR/MPR. Tidak banyak yang tahu bahwa nama tengah Buyung sebenarnya adalah Bahrum. Pada akta kelahirannya, namanya tercatat sebagai Adnan Bahrum Nasution. Namun, Buyung menamai dirinya sebagau Adnan B. Nasution. Nama "Buyung" dia dapatkan karena dia sering dipanggil demikian oleh teman-teman dan kerabatnya.
Buyung dikenal sebagai sosok yang tangguh. Ketika Buyung berusia 12 tahun, Buyung hidup sendiri dengan adik semata wayangnya, Samsi Nasution, berdagang barang loakan di Pasar Kranggan, Yogyakarta. Di tempat itu pula, ibu Buyung yang bernama Ramlah Dougur berjualan es cendol. Sementara ayahnya, R. Rachmat Nasution, bergerilya melawan Belanda pada tahun 1947 hingga 1948.
Sang ayah merupakan sosok yang bisa dibilang memberikan banyak pengaruh pada Buyung kecil. Rachmat Nasution adalah seorang pejuang gerilya dan reformasi. Dia juga merupakan pendiri kantor berita Antara dan harian Kedaulatan Rakyat. Selain itu, dia juga merintis The Time of Indonesia. Berkat keaktifan sang ayah dalam politik, ketika SMP Buyung mengikuti Mobilisasi pelajar (mopel). Dalam karirnya di organisasi tersebut, Buyung ikut berdemonstrasi terhadap pendirian sekolah NICA di Yogyakarta.
Ketika bersekolah di SMA Negeri 1 Jakarta, Buyung menjabat sebagai Ketua Cabang Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI), yang kemudian dia bubarkan karena mengandung unsur PKI.
Selepas SMA, Buyung terdaftar sebagai mahasiswa Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun, satu tahun kemudian, BUyung pindah ke Fakultas Gabung Hukum, Ekonomi, dan Sosial Politik di Universitas Gajah Mada. Tidak lama kemudian, Buyung berpindah ke Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan di Universitas Indonesia. Di tiga universitas tersebut, Buyung aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa.
Setelah lulus dari UI, Buyung meneruskan kuliah dan bekerja sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta. Selain itu, Buyung juga tetap aktif dalam kegiatan politik di Indonesia. Buyung tercatat sebagai pendiri dan Ketua Gerakan Pelaksana Ampera. Ketika terjadi peristiwa Gestapu, Buyung tercatat sebagai anggota Komando Aksi penggayangan Gestapu. Bahka, Buyung sempat mendapatkan skorsing selama satu setengah tahun akibat ikut berdemonstrasi dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), dan dituduh sebagai anti revolusi.
Setelah itu, Buyung dipindahtugaskan ke Manado. Namun demikian, Buyung ditempatkan di Medan. Hal tersebut membuat Buyung hengkang dan menganggur hingga setahun kemudian. Pada saat yang bersamaan. Buyung mendapatkan panggilan kembali untuk DPR/MPR. Setelah satu tahun menganggur, Buyung kemudian mendirikan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan membuka kantor pengacara (advokat). Kedua lembaga tersebut berjalan dengan baik sehingga sekarang kantor pengacara tersebut merupakan kantor pengacara terbaik di Indonesia.
Sementara itu, YLBHI yang dia dirikan mendapatkan respon yang sama, dan membawahi banyak LBH lainnya, sehingga dikenal sebagai lokomotif demokrasi. Gagasan untuk mendirikan LBH tersebut merupakan refleksi ketika Buyung menjalankan persidangan. Menurut Buyung, para terdakwa selalu pasrah menerima dakwaan, dan Buyung beranggapan mereka butuh pembela. Namun, ide tersebut baru dapat dia realisasikan setelah dia melanjutkan belajar hukum di Universitas Melbourne.
Di sana dia belajar bahwa Lembaga Hukum memiliki pola, model, dan bentuk. Kemudian, dia membagi ide tersebut kepada Kepala Kejaksaan Agung Soeparto. Menurut Agung Soeparto, belum waktunya ide tersebut direalisasikan. Hal tersebut memacu Buyung untuk mendapatkan banyak persetujuan. Kemudian, dia melakukan pendekatan dengan banyak petinggi hukum, seperti Yap Thiam Hien, Lukman Wiryadinata, dan Ali Moertopo. Melalui Ali Moertopo, ide tersebut sampai di telinga Presiden Soeharto.
Tidak berapa lama kemudian, Buyung mendapatkan persetujuan dan dukungan dari pemerintah. Selain presiden, Buyung juga mendapatkan suara dari Ali Sadikin Gubernur Jakarta saat itu. Sehingga, pada 28 Oktober 1970, lahirlah LBH yang diketuai oleh Buyung sendiri. Pada pembukaan LBH tersebut, Buyung mendapatkan 10 skuter dari pemerintah.
Riset dan Analisa oleh Nastiti Primadyastuti (sumber Merdeka.com)
Spoiler for perjalanan beliau:
Jiwa aktivisnya tak pernah padam, dia akan menyeruak tampil ke depan ketika hukum yang menjadi pilar utama demokrasi dipermainkan. Rasa empatinya yang besar bagi orang-orang yang tak beruntung, yang dizalimi kekuasaan, menjadikannya ikon bagi penegakan HAM di Indonesia. Sikapnya yang konsisten, komitmen yang tinggi dan hasratnya yang luar biasa besar bagi pembangunan hukum yang berkeadilan membuatnya menjadi legenda hidup bagi penegakan HAM dan demokrasi. Dialah Adnan Buyung Nasution (ABN), suaranya yang lantang tanpa rasa takut seakan menjadi “teror” bagi aparat penguasa yang membungkus kezaliman mereka dengan hukum kekuasaan. Dia bukan orang yang mendadak terkenal karena keberanian sesaat, ketokohannya dibangun melalui proses panjang, penuh tantangan dan pengorbanan. Lahir di Jakarta tanggal 20 Juli 1934, jiwa aktivisnya mulai tampak ketika sekolah SMP di Yogyakarta ABD ikut Mopel (Mobilisasi Pelajar) dan melakukan protes pendirian sekolah NICA, ikut merusak sekolah dan melempari guru-guru di sekolah tersebut. Sikap patriotis itu, diakuinya, menurun dari ayahnya yang begitu dia banggakan. Sang ayah, H. Rachmat Nasution, adalah pejuang kemerdekaan yang aktif dalam perang gerilya membela Republik. Tidak hanya dengan senjata, Rachmat Nasution juga aktif dalam kewartawanan, tercatat sebagai salah satu pendiri kantor berita Antara dan harian Kedaulatan Rakyat. Setelah hanya setahun bertahan di Teknik Sipil ITB dan sempat kuliah di Fakultas Gabungan Hukum, Ekonomi dan Sosial Politik UGM, tahun ajaran 1954/1955 ABN memilih kuliah di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat UI. Lulus sarjana muda tahun 1957, sambil meneruskan kuliah, ia bekerja sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta. Keputusan masuk kejaksaan karena jiwanya merasa terpanggil oleh adanya gerakan anti korupsi yang pada waktu itu dipimpin oleh Kolonel Zulkifli Lubis (Pendiri/Kepala Intelijen) dan didukung oleh Panglima Siliwangi Kolonel Kawilarang. Ketika itu Kejaksaan membutuhkan tenaga-tenaga muda untuk turut membantu dalam proses penuntutan terhadap para tertuduh koruptor, seperti antara lain: Lie Hok Tai, Piet de Quelyu (Direktur Percetakan Negara), Mr. Djodi (Menteri Kehakiman) Gondokoesoemo, Mr. Syamsudin Sutan Makmur (Menteri Penerangan), dll. Meski sudah menjadi jaksa, tetapi semangatnya sebagai aktivis tidak pudar. Tahun 1964 ia sempat mendirikan sekaligus menjadi ketua Gerakan Pelaksana Ampera. Selain itu, dia juga mendirikan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) serta menjadi anggota Komando Aksi Penggayangan Gestapu. Bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dia ikut turun ke jalan sehingga diinterogasi oleh atasannya. Dia dituduh antirevolusi, anti-Manipol-Usdek. Hingga akhirnya ABN memilih berhenti sebagai jaksa. Pengalamannya sebagai jaksa menyadarkannya, menggugah keprihatinnya, atas nasib rakyat kecil yang tak berdaya di hadapan hukum. Saat bertugas di daerah-daerah terpencil, dia melihat ornag-orang yang menjadi Terdakwa pasrah saja menerima dakwaan yang ditimpakan kepadanya. Dari sana ia berpikir, orang-orang kecil yang buta hukum itu perlu dibantu. Tetapi niat itu dipendamnya. Dia memilih kuliah Universitas Melbourne, Australia, dan melihat bahwa di negeri Kanguru itu terdapat lembaga bantuan hukum yang pola, model, dan bentuknya sendiri. Segera setelah pulang ke tanah air, ABN menyampaikan gagasan pendirian LBH ke rekan-rekannya, diantaranya Gubernur DKI Ali Sadikin. Tahun 1970, berdirilah LBH Jakarta yang digagasnya dan ABN ditunjuk sebagai ketua yang pertama. Sejak itu, ABD berdiri di garda terdepan untuk mengontrol pelaksanaan hukum, memberi bantuan hukum bagi siapapun yang membutuhkan tanpa pandang bulu---mulai dari korban penggusuran yang menuntut hak mereka, para buruh di-PHK secara sepihak, hingga kasus-kasus HAM dan politik yang para pengacara umumnya tak berani menyentuh. LBH yang dipimpinnya tetap independen, konsisten dan memiliki komitemen kuat dalam penegakan hukum. Bahkan pemerintah DKI Jakarta, yang atas prakarsa Ali Sadikin, memberi subsidi untuk operasional LBH, tercatat lebih dari 200 kali digugat LBH---kenyataan yang membuat Bang Ali geleng-geleng kepala. Pernah ditahan selama 2 tahun tanpa melalui proses hukum atas Tuduhan subversive karena terlibat Peristiwa Malari 1974, ABN tak pernah surut langkah. Sebagai pengacara, kegigihannya terus diuji, hingga puncaknya ketika dia membela tokoh oposisi HR Dharsono tahun 1986-1987. Dituduh melakukan contempt of court, hak ijin advokatnya dicabut pemerintah---yang memaksanya mengasingkan diri ke Belanda dan baru kembali ke tanah air tahun 1993 setelah berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum Tata Negara (PhD) dari Universitas Utrecht. LBH yang dia dirikan pun menjadi “kawah candradimuka” yang berhasil melahirkan aktivis-aktivis militant, akademisi, pengacara profesional, politisi, maupun birokrat: diantaranya adalah Abdul Rahman Saleh, Abdul Hakim Garuda Nusantara, Bambang Widjojanto, Benny K. Harman, Prof. Erman Rajagukguk, Fauzi Abdullah, Hotma Sitompoel, Luhut Pangaribuan, Mohammad Assegaf, Munir, Nazaruddin Nasution, Nursyahbani Katjasungkana, Rita Serena Kalibonso, Syamsul Rakan Chaniago, Todung Mulya Lubis, Tuti Hutagalung, Prof. Zaidun, Prof. Zen Umar Purba, dan masih banyak lagi lainnya yang tidak kurang kontribusinya, namun sayangnya tidak dapat disebut satu per satu namanya disini. Dibawah ini pernyataan Mochtar Pakpahan, menanggapi cibiran Ruhut Sitompul atas kritik tajam ABN terhadap Presiden SBY, menggambarkan bagaimana kesan para aktivis HAM dan demokrasi terhadap kiprah ABN: “Jutaan orang yang dizalimi oleh Orde Baru merasakan sejuknya kehadiran ABN Cs dan kehadiran YLBHI. ABN adalah sinar bagi kegelapan hati nurani selama Orde Baru. Setiap orang yang merasakan gelapnya pemerintah Orde Baru akan merasakan secercah terang bila datang ke YLBHI. Sebutlah tanah orang dirampas demi pembangunan; aktivis yang menyatakan pikirannya yang berbeda dengan Orde Baru; akan mengalami kezaliman, dibunuh, dianiaya, dan dipenjarakan. Buruh yang di-PHK dengan mudah tanpa alasan dan kasus hukum lainnya.” Bulan Juli 2011, atas segala komitmen dan pengabdiannya, ABN diangkat sebagai Professor of Constitutional Law di Melbourne Law School, University of Melbourne, Australia. - sumbert: ILUNI
quotes beliau
Spoiler for quotes:
Selamat Jalan Bang Buyung, perjuanganmu akan kami teruskan
Diubah oleh dimzou 23-09-2015 05:57
0
4.8K
Kutip
35
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.4KThread•84.6KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya