Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

frank.lucas.Avatar border
TS
frank.lucas.
Cina Taklukkan RI
Cina Taklukkan RI

Senin, 21 September 2015, 16:00 WIB



Sejak Uni Soviet terpecah, Cina mampu mengambil posisi se bagai penyeimbang kekuatan negara adidaya Amerika Seri kat (AS). Cina berperan dalam percaturan geopolitik dan geo ekonomi dunia sehingga terjadi neraca baru setelah Uni Soviet tak lagi berkontribusi. Cina makin diperhitungkan oleh banyak negara tidak hanya karena mempunyai jum lah penduduk terbesar di dunia, sudah le bih dari 1,4 miliar jiwa. Akan tetapi, peran Cina makin besar dalam menentukan arah kebijakan politik dan ekonomi internasional.

Sama seperti AS, batuk-batuk kecil dari Cina pun bisa langsung berpengaruh pada kawasan internasional, apalagi pada negaranegara di kawasan Asia. Saat bursa saham Cina rontok beberapa waktu lalu, bursa saham di negara lain pun goyah. Ketika Cina mendevaluasi mata uang yuan, negaranegara lain merasakan kekhawatiran yang teramat sangat.

Tentu negara-negara berkembang atau emerging market yang paling merasakan dampak pahit krisis ekonomi Cina, termasuk Indonesia. Apalagi, AS dan beberapa negara maju dari kawasan Eropa belum sepenuhnya pulih dari gejolak krisis ekonomi.

Indonesia bisa sangat terpukul karena selama ini selalu mengandalkan Cina sebagai mitra strategis dalam menjalin kerja sama perdagangan. Total nilai perdagangan produk barang Indonesia-Cina, termasuk minyak dan gas (migas) serta nonmigas, tertinggi dibandingkan dengan negara mitra utama lainnya, seperti Jepang, Singapura, AS, dan India.

Total nilai perdagangan produk barang Indonesia-Cina pada 2014 sudah menembus 48,2 miliar dolar AS atau mencapai 13,6 persen dari total nilai perdagangan dengan seluruh negara mitra. Urutan kedua diduduki Singapura dengan nilai perdagangan sebesar 42,0 miliar dolar AS atau sama dengan 11,8 persen dari total nilai perdagangan Indonesia dengan seluruh mitra dagang.

Relasi perdagangan dengan Jepang mencatat porsi 11,3 persen atau senilai dengan 40,2 miliar dolar AS, urutan ketiga di banding kan dengan mitra lain. Mitra strategis lain nya adalah AS dan India, masingmasing me ngambil bagian 7,0 persen (24,7 miliar do lar AS) dan 4,6 persen (16,2 miliar dolar AS).

Namun, dilihat dari sisi ekspor, Jepang lebih menguntungkan Indonesia ketimbang negara mitra utama lainnya. Nilai ekspor Indonesia ke Jepang paling tinggi, mencapai 13,1 persen atau bernilai 23,2 miliar dolar AS dari total nilai ekspor barang ke seluruh mitra perdagangan.

Cina menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua bagi Indonesia, dengan nilai mencapai 17,6 miliar dolar AS atau berkontribusi sebesar 10,0 persen pada 2014 lalu. Ekspor RI ke Singapura dan AS nyaris sama, masingmasing menyumbang 9,5 persen (16,8 miliar dolar AS) dan 9,4 persen (16,5 miliar dolar AS) dari total nilai ekspor RI ke semua negara mitra dagang.

Dari sisi neraca nilai perdagangan, Cina yang lebih banyak mengeruk keuntungan selama menjalin kerja sama perdagangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), RI justru mencatat defisit neraca perdagangan yang sangat besar, mencapai 13,0 miliar dolar AS dengan Cina pada 2014 lalu. Pada 2014 tersebut, impor Indonesia sangat besar dari Cina, mencapai 30,6 miliar dolar AS, sementara total nilai ekspornya hanya 17,6 miliar dolar AS.

Selama lima tahun berturut-turut, neraca perdagangan barang Indonesia selalu defisit dengan Cina. Defisit pada 2014 terbesar, naik 79,6 persen dari 2013 sebesar 7,2 miliar dolar AS. Bahkan, defisit neraca perdagangan RI dengan Cina pada 2012 naik 2,4 kali lipat atau 136,2 persen.

Demikian pula dengan Singapura, Indo nesia tak mampu mencatat surplus, tetapi justru defisit yang besar. Pada 2014 saja, defisit negara perdagangan RI-Singapura sudah mencapai 8,4 miliar dolar AS. Keuntungan besar justru diraih Indone sia dari AS, India, dan Jepang. RI mencatat surplus, masing-masing sebesar 8,4 miliar dolar AS, 8,3 miliar dolar AS, dan 6,2 miliar dolar AS.

Dengan sejarah kemitraan selama ini, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowar dojo menyatakan Indonesia rentan dengan ge jolak ekonomi yang terjadi di Cina. Bah kan, risiko dari krisis Cina lebih hebat ketimbang dampak dari krisis yang melanda Yu nani. Ini terjadi karena ada hubungan timbal balik dalam perdagangan dan investasi. Menurut Agus, krisis Cina tidak hanya berimbas pada pasar finansial, tetapi yang lebih berisiko lagi justru pada sektor perdagangan. Indonesia harus mewaspadai setiap riak krisis Cina karena tak bisa dimungkiri, Cina sudah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi regional maupun global.

BI pun akhirnya merevisi perkiraan nilai ekspor RI selama 2015 akan menyusut hing ga 14 persen dari sebelumnya 11 persen. Bila itu benar-benar terjadi, total nilai ekspor RI ha nya akan menembus 151,61 miliar dolar AS. Badan Pusat Statistik pun sudah melihat gejala pelemahan ekspor tersebut. Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menyatakan, tren perlambatan ekonomi Cina sudah terlihat mengimbas ekspor Indonesia tahun ini. Bila Cina tak mampu meredam gejolak, ekspor RI bisa makin terperosok.

Produk barang dari Cina makin membanjiri Indonesia sejak kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-Cina (ACFTA) yang dimulai pada 1 Januari 2010. Barang-barang dari Cina ternyata lebih kompetitif, termasuk bisa dibeli dengan harga murah ketimbang Indonesia. Pada saat yang sama, Indonesia tak mampu memanfaatkan peluang tersebut meski nilai rupiah sedang melemah terhadap dolar AS.

Dengan nilai yuan yang makin melemah terhadap dolar AS, banyak ekonom khawatir Indonesia tak bisa membendung masuknya beragam jenis barang dari Cina. "Persoalan nya sekarang, tanpa devaluasi saja kita sudah defisit. Kita sudah terbanjiri barang-barang dari Cina," ungkap Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finances (Indef) Enny Sri Hartati, beberapa waktu lalu. "Nggak bisa dibayangkan ketika Yuan semakin mengalami devaluasi, pasti akan lebih murah lagi."

Berdasarkan data BPS, impor barangbarang dari Cina menunjukkan tren positif setiap tahun sejak 2010. Nilai impor RI dari Cina pada 2010 masih 20,4 miliar dolar AS. Namun, pada 2011 melejit hingga 28,3 persen menjadi 26,2 miliar dolar AS. Setahun kemudian nilai impor dari Cina kembali naik dua digit sebesar 12,1 persen menjadi 29,4 miliar dolar AS.

Pada 2013, nilai impor barang dari Cina masih naik meski tipis sebesar 1,6 persen menjadi 29,9 miliar dolar AS. Tahun lalu, nilai ekspor Indonesia dari Cina naik lagi se besar 2,6 persen menjadi 30,6 miliar dolar AS.

Sebaliknya, nilai ekspor barang RI ke Cina cenderung berfluktuasi. Pada 2010, nilai ekspor RI ke Cina mencapai 15,7 miliar dolar AS. Lalu, setahun kemudian melonjak hingga 46,2 persen menjadi 22,9 miliar dolar AS. Sayang, pada 2012 nilai ekspor barang RI ke Cina menyusut lagi, kali ini sebesar 5,6 persen menjadi 21,7 miliar dolar AS.

Kemudian, pada 2013 nilai ekspor barang Indonesia ke Cina kembali naik, sebesar 4,3 persen menjadi 22,6 miliar dolar AS. Tahun lalu nilai ekspor RI ke negara tersebut merosot tajam hingga 22,1 persen menjadi 17,6 miliar dolar AS.

Bank Dunia juga sudah memperingatkan pengaruh ekonomi Cina terhadap Indonesia. Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indone sia Ndiame Diop menyatakan, perekonomian Cina berpengaruh pada Indonesia terutama karena tekanan rendahnya harga komoditas yang jadi beban negeri itu. Ekonomi Cina ternyata tumbuh tiga persen lebih rendah dari rata-rata dalam 10 tahun terakhir. Akibatnya, investasi yang mayoritas tertanam pada sektor komoditas juga terseret jatuh akibat melemahnya harga komoditas. Gejolak tersebut berdampak pada ekspor seluruh dunia.

Sofyan Djalil, mantan Menteri Koor di nator Bidang Ekonomi yang sekarang men jadi Kepala Badan Perencanaan Pem bangunan Nasional, mengakui defisit perdagangan Indonesia dengan Cina sudah masuk pada level kronis yang harus segera dibenahi. "Defisit yang dialami Indonesia dalam perdagangan dengan Tiongkok semakin tinggi dari waktu ke waktu," katanya, seperti dilaporkan Antara beberapa waktu lalu.

Mengapa Indonesia selalu mengalami defisit, bahkan nilainya cenderung membesar? Menurut Sofyan, tingginya nilai defisit Indonesia dari Cina terjadi karena kinerja industri di Indonesia semakin menurun. Akibatnya, Indonesia sangat bergantung pada ekspor komoditas.

Celakanya, harga komoditas dunia pun tidak menentu. Kondisinya semakin parah atau defisit makin lebar dengan kebijakan pemerintah menghentikan ekspor komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia. "Akhirnya, defisit kita kini mencapai 14 miliar dolar AS," ujarnya.

Fakta tersebut menunjukkan, dari tahun ke tahun tak ada perubahan strategi dari pemerintah sehingga perdagangan Indonesia selalu berada di bawah kendali Cina. Pemerintah mungkin sudah tahu permasalahannya, tetapi sampai kini tak mau atau mungkin tak mampu memecahkannya?

Kasus yang membelit Kementerian Perdagangan, termasuk persoalan dwelling time, sebagai bukti negeri ini terlalu sering ingkar janji. Bila yang terjadi seperti ini, tak mungkin RI bisa bertaji menghadapi gempuran produk barang dari negara lain.

http://www.republika.co.id/berita/ko...a-taklukkan-ri

#Terima kasih Jokowi.
Berkat Jokowi Cina Bisa Kalahkan RI... emoticon-I Love Indonesia (S) emoticon-I Love Indonesia (S)
emoticon-Recommended Seller emoticon-Recommended Seller
0
2.4K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.