Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

selamat.cadasAvatar border
TS
selamat.cadas
[JK VS BUWAS] Komisaris Jenderal Budi Waseso: Saya Tidak Buas


Komisaris Jenderal Budi Waseso: Saya Tidak Buas (1)
Prima Gumilang, CNN Indonesia Sabtu, 05/09/2015 12:08 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Jumat malam di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Sebuah rumah di sudut perempatan Jalan Panglima Polim dan Wijaya, Jakarta Selatan itu sepi. Pagar bercat hitam setinggi tiga meter tertutup rapat. Hanya ada sebuah truk TNI Angkatan Darat terparkir di pinggir jalan pojok rumah.

Papan kecil bertulisan "Rumah jabatan Kabareskrim Polri" menempel di dinding bangunan. Bertanda penghuninya adalah seorang jenderal bintang tiga, bos dari para detektif se-Indonesia. Ya, rumah itu dihuni Komisaris Jenderal Budi Waseso sejak tujuh bulan lalu, saat dirinya menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Jarum pada arloji lantas menunjuk pukul 19.30 WIB. Suasana rumah Buwas –sapaan Budi Waseso– begitu tenang. Berbanding terbalik dengan pertukaran posisi Kabareskrim yang sedang ramai jadi bahan perbincangan.

Pekan ini merupakan masa terakhir Buwas berkantor di Mabes Polri sebagai Kabareskrim. Dia sendiri mengaku belum mengetahui kapan akan serah terima jabatan. "Belum tahu, yang jelas minggu depan," katanya kepada CNN Indonesia yang berkesempatan berbincang dengannya malam itu.

Di ruang tamu rumah dinas itu, jurnalis Prima Gumilang dari CNN Indonesia berbincang tentang jabatan, pekerjaan, keluarga, dan masa muda Budi Waseso. Berikut petikan wawancara:

Kabar rotasi jabatan telah Anda pegang. Bagaimana informasi itu Anda terima awalnya?

Saya sedang kerja di kantor, begitu saya kembali, dalam perjalanan itulah saya ditelpon oleh orang yang punya kewenangan tentunya. Saya tidak sebutkan namanya karena sebetulnya itu tidak boleh disampaikan. Tapi, beliau menyampaikan saya bahwa Keppres mengenai saya sebagai kepala BNN sudah ditandatangani presiden, dan sudah ditangannya Kapolri tadi malam. Berarti saya resmi menjadi kepala BNN. Oh, ya sudah. Saya bilang begitu. Tentang serah terima jabatannya menunggu. Ya sudah itu saja.

Tidak apa-apa. Bagi saya biasa saja, kan saya bilang tadi, saya prajurit Bhayangkara, kapan saja dan di mana saja tidak ada masalah. Tidak ada yang perlu dipersoalkan. Karena kalau kita mau hitung-hitungan, eselon saya naik, berarti kan tidak perlu menjadi persoalan, itu biasa.

Siapa orang yang pertama kali Anda beritahu tentang kabar ini?

Istri. Pulang sampai rumah, saya bilang sama istri, saya jadi nih pindah di BNN, bukan BNPT. Ya sudah, kata istri saya, gak ada masalah, kan sama saja. Untuk saya pindah-pindah itu hal yang biasa. Enggak ada yang dipersoalkan juga. Nyaman juga. Hanya kita persiapkan bagaimana menghadapi tugas yang baru ini. Istri saya sangat mendukung.

Adakah pengalaman yang paling menarik saat di Bareskrim?

Saya kira ya, menarik walaupun sepak terjang saya dihujat. Karena dari internal tidak mendapatkan respons, di eksternal apalagi. Saya dianggap melawan KPK pada saat itu. Karena nothing to lose saya bekerja, dan saya tidak berharap apa-apa hanya berharap bisa memberikan pekerjaan yang terbaik pada institusi Polri, kepada masyarakat, ya, saya tetap bekerja. Walaupun dihujat. Dan saya bilang, strata setara Mabes Polri ini harus melaksanakan penindakan terhadap pelanggaran hukum yang besar, yang kelasnya memang pantas untuk Bareskrim. Dan itu saya lakukan sekarang. Proses ini berjalan terus. Akhirnya semua berbalik memahami saya dan ikut saya. Itu sebenarnya cara saya membangun. Tanpa ada paksaan.

Seberapa penting jabatan menurut anda?

Bagi saya jabatan itu tidak penting. Jabatan itu bagi saya adalah amanah. Amanah itu kan, salah satu ibadah yang harus dilaksanakan dan harus dipertanggungjawabkan. Karena kalau amanah itu datangnya dari yang atas. Siapa pun yang memilih saya dan memberikan jabatan kepada saya, manusia yang memilih saya itu hatinya digerakkan oleh Tuhan menuju seseorang, termasuk saya. Berarti orang itu mendapatkan amanah. Dan saya harus bertanggung jawab terhadap amanah itu.

Anda tidak melihat jabatan ini sebagai kekuatan?

Tidak. jabatan itu amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Dipertanggungjawabkan dengan suatu pekerjaan yang baik, bekerja harus sesuai dengan aturan, relnya. Ada sesuai dengan batasan-batasannya. Itu kan, yang saya lakukan sekarang.

Anda dibilang banyak orang sebagai polisi yang ‘buwas’. Benarkah demikian?

Saya ini kan orang yang bertanggung jawab terhadap tugas. Saya ingin mewujudkan, melakukan tugas yang terbaik. Jadi mungkin karena saya konsekuen dalam proses itu saya dianggap polisi yang buas sekali. Padahal tidak. Nama saya mulai Buwas itu kan dibesarkan oleh teman-teman wartawan, rame-ramenya KPK-Polri, ada BW: Bambang Widjojanto, ada BW: Budi Waseso. Karena nama Bambang Widjojanto sudah disingkat BW, saya disingkat Buwas. Buwas itu kan Budi Waseso, tapi konotasinya seolah-olah seperti binatang buas. Karena dikaitkan dengan perilaku saya.

sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional...idak-buas--1-/


Komjen Budi Waseso: Saya Tidak Puas dengan Jabatan (2)

sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional...n-jabatan--2-/

Komjen Budi Waseso: Waktu dengan Keluarga Hampir Tak Ada (3)


sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional...r-tak-ada--3-/

Komjen Budi Waseso: Ada Tiga Kelompok di Bareskrim (4)

Bagaimana momen ketika Anda diangkat menjadi Kabareskrim?

Kala saya ditunjuk menjadi Kabareskrim itu di luar dugaan sebenarnya, di luar pemahaman, pemikiran saya. Karena ketika itu saya menjabat sebagai Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (Kasespim). Di mana pada saat itu, siswa-siswa saya sudah lulus semua.

Awalnya saya hanya diperintah membantu pimpinan saya, membantu mempersiapkan bahan fit and proper test calon Kapolri. Dalam proses itulah, selama membantu beliau ternyata terjadi gonjang ganjing soal tersangkaan beliau. Di situlah kekagetan saya. Loh, kenapa kok bisa jadi tersangka karena ini kan, pilihannya Presiden. Pasti Presiden sudah memilih yang terbaik dan tidak seperti ini. Karena yang saya lihat tersangka dalam kasus itu, kasus yang mana? Karena saya mantan Kapus Paminal (Kepala Pusat Pengamanan Internal). (Baca juga wawancara khusus lainnya: Komjen Budi Waseso: Saya Tidak Puas dengan Jabatan (2))

Jadi saya tau persis kasus itu. Itu sudah selesai. Kalau itu dibilang korupsi, beliau pada saat itu bukan eselon satu, tidak bisa undang-undangnya diperlakukan begitu. Itu tidak ada unsur suap dan macam-macam, karena sudah kita periksa, mengklarifikasi, dan barang klarifikasinya itu ada. Tapi pada saat itu kenapa kok dibiarkan, sehingga terjadilah kemarahan saya pada waktu itu. kekecewaan saya yang begitu besar terhadap pembelaan personel Polri oleh institusi. Makanya pernah saya teriak, ini ada pengkhianatan di institusi.

Tapi pada akhirnya proses itu berjalan, di kala pra pradilan Pak Budi Gunawan sudah menang juga tidak dipedomani. Maka pada akhirnya saya membuktikan. Apalagi tidak lama kemudian, saya dijadikan Kabareskrim setelah kejadian itu.

Ketika saya di Bareskrim, saya harus punya target untuk tugas karena ternyata Bareskrim yang saya pimpin itu tidak seperti yang saya bayangkan. Ternyata Bareskrim tidak solid. Itu yang pertama. Kedua, saya menghadapi anggota yang kontra sama saya. Mereka berpikiran saya merebut jabatan pimpinan yang sebelumnya. Wajar itu semua.

Bagaimana Anda membangun tim yang solid?


Akhirnya ada tiga kelompok pendapat yang saya temukan di jajaran Bareskrim pada saat itu. Makanya saya bilang, berarti tidak klir. Tidak bisa saya gerakkan. Tapi, saya tidak boleh menyalahkan mereka. Pemahaman pemikiran itu terbentuk oleh persepsi masing-masing, diwarnai dengan pendapat dia dari kacamata masing-masing yang mengatakan, saya ini dianggap orang yang merebut jabatan. Dan saya tidak pernah terdengar di dalam jajaran reserse, walaupun saya lama di Propam, pernah menjadi penyidiknya penyidik. Akhirnya saya ambil keputusan, saya menggunakan tenaga dari luar Mabes Polri. (Baca juga wawancara khusus lainnya: Komisaris Jenderal Budi Waseso: Saya Tidak Buas (1))

Siapa mereka?

Ya anggota-anggota Polri yang ada di daerah, mantan murid-murid saya. Yang sedang menunggu tugas anjak. Itu anjak-anjak, kan baru selesai sekolah kemarin, masih nunggu penempatan. Jadi saya ambil yang saya anggap punya kemampuan. Saya bikin tim untuk melakukan tugas-tugas. Dan saya melakukan tugas itu untuk bagaimana menyikapi utang-utang atau pekerjaan-pekerjaan yang belum selesai dari pejabat yang lama.

Pada akhirnya direspons oleh masyarakat. Program saya direspons. Banyak laporan termasuk laporannya AS, BW, dan segala macam yang direspons oleh masyarakat. Itulah yang pada akhirnya saya lakukan tugas itu. dan lambat laun, kesolidan dari anggota itu terbangun. Saya memberikan contoh ketauladanan pada anggota saya bahwa saya bekerja. Dan saya memberikan contoh bahwa siapa pun orang, kalau dia punya niat dan kemauan untuk bekerja, bisa. Itulah yang saya pakai. Pada akhirnya proses ini berjalan, semua anggota saya sekarang sudah bergabung. Dengan memahami pemikiran dan pemahaman saya. Sehingga mulai mau bekerja. Dan itulah soliditas yang saya bangun di bareskrim.

Ada kesan mendadak dalam penunjukan Anda sebagai Kabareskrim. Seperti apa situasi saat itu?

Ya, ketika itu seingat saya, saya memang dalam posisi yang gundah. Gundah kenapa, saya marah sama insitusi saya. Kenapa calon Kapolri saya ditersangkakan. Kenapa tidak dibela dan macam-macam. Jadi dalam posisi yang, memang pada waktu itu saya bilang, ada apa sih sebenarnya. Saya tidak tahu karena saya tidak di dalam Mabes Polri. Saya sebagai kepala sekolah di luar.

Nah, ketika itulah saya mendapatkan berita tengah malam dari Pak Kapolri sekarang, pada saat itu masih Wakapolri, bahwa saya diperintahkan untuk mengambil alih Bareskrim, karena Kabareskrim yang lama sudah perintah malam ini untuk diturunkan, dipindahkan. Saya bilang dari mana, Pak, perintah itu? ‘Sudah keputusan, termasuk keputusan Presiden.’ Saya bilang, saya tidak bisa lisan, Pak. Bareskrim ini adalah penegak hukum. Harus ada dasarnya. Saya tidak akan laksanakan sebelum ada hitam di atas putih. ‘Sudah, itu harus dipimpin sekarang juga.’ Enggak, Pak. Akhirnya sempat stagnan lima hari, baru saya diserahterimakan. Itu saya dengar beritanya jam dua belas malam, ditelpon oleh Wakapolri ketika itu. (Baca juga: Komjen Budi Waseso: Waktu dengan Keluarga Hampir Tak Ada (3))

Seberapa penting jabatan menurut anda?

Kalau bagi saya jabatan itu tidak ada penting atau tidak penting. Tapi jabatan itu bagi saya adalah amanah. Amanah itu kan, salah satu ibadah yang harus dilaksanakan dan harus dipertanggungjawabkan. Karena kalau amanah itu datangnya dari yang atas. Siapa pun yang memilih saya dan memberikan jabatan kepada saya, manusia yang memilih saya itu hatinya digerakkan oleh Tuhan menuju seseorang, termasuk saya. Berarti orang itu mendapatkan amanah. Dan saya harus bertanggung jawab terhadap amanah itu.

Anda tidak melihat jabatan ini sebagai kekuatan?

Tidak. jabatan itu amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Dipertanggungjawabkan dengan suatu pekerjaan yang baik, bekerja harus sesuai dengan aturan, relnya. Ada sesuai dengan batasan-batasannya. Itu kan, yang saya lakukan sekarang.

sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional...bareskrim--4-/

Komjen Budi Waseso: Saya Dulu Dikenal Bergajul (5)

Bisa ceritakan masa kecil Anda di sekolah hingga masuk akademi?

Ya saya kira kehidupan saya pada saat itu wajar-wajar saja, seperti anak muda jaman itu, ya. Tapi kalau dibandingkan sama sekarang, ya beda. Saya termasuk kelompok yang boleh dikata, kalau teman-teman saya SD, SMP, sampai SMA itu mengatakan, saya adalah kelompok-kelompok yang dulu istilahnya, bergajul. Bergajul itu sedikit nakal. Tidak mau diam, selalu cari gara-gara, termasuk kelompok itulah.

Kalau pacaran, ya biasa juga. Senang, tertarik sama yang cantik, ya memang jaman itu. Ibaratnya kalau ganti-ganti pacar, artinya kena lagi, besoknya sudah gak. Lusa kena lagi. Itu biasa, ya. Ya, saya kira wajar pada umumnya, seperti yang umum pada saat itu, pada jamannya. Tapi ketika saya masuk akademi ya sudah. Saya akhirnya putuskan ingin masuk akademi. Akabri pada waktu itu. Pada akhirnya, sistem pada zaman saya harus psikotes, dan psikotesnya menjatuhkan bakat saya di kepolisian. Saya akhirnya dijuruskan di kepolisian. (Baca juga: Komisaris Jenderal Budi Waseso: Saya Tidak Buas (1))

Apa cita-cita Anda, awalnya?

Awalnya saya inginnya angkatan udara. Karena cita-cita saya sebenarnya ingin menjadi penerbang. Saya dulu, kalau tentara mungkin saya bosan. Karena memang dari kecil didikan tentara. Saya kecil, waktu tinggal di Solo, di Magelang, karena ayah saya tentara, sering berpindah-pindah. Waktu di Solo itu, saya sering lihat pesawat terbang, pesawat tempur. Jaman dulu masih Mustang, yang ada gambar ikan hiu, gagah sekali kayaknya. Itu masih belum sekolah. TK sering diajak liburan ke lapangan terbang. Di situlah saya kemudian tertarik. Wah, enak juga kalau bisa jadi pilot.

Saat memilih masuk akademi, apakah Anda pernah memimpikan pada titik sekarang ini?

Tidak. Saya itu prinsipnya begini, di akademi adalah untuk menuntut ilmu. Saya akan dibentuk sebagai seorang anggota Polri. Saya ikuti saja proses itu. Setelah lulus, merupakan satu kebanggaan bahwa saya bisa menjadi Perwira Polri.

Namun saya, kan dibesarkan oleh seorang ayah yang reputasinya adalah seorang tentara angkatan darat. Dan cara berpikirnya beda dengan tentara jamannya waktu itu. Jaman beliau bahwa memahami pemikiran yang memang saya pegang sampai saat ini, beliau menyampaikan pada saat itu, hidup adalah pilihan, dan dikala orang itu telah memilih jalan hidupnya itu harus bertanggung jawab.

Hampir sama dengan yang saya pikirkan tadi. Apapun profesinya. Negara ini dikatakan maju dikala generasi penerusnya lebih maju daripada generasi pendahulunya. Itu ayah saya almarhum yang mengatakan. Jadi kalau kamu anaknya saya, dan saya pangkatnya sekarang kolonel, kamu harus lebih di atas saya.

Kalau kamu sama kayak saya pangkat kolonel, berarti negara ini jalan di tempat. Kalau kamu gak mencapai kolonel, itu kemunduran. Saya pikir itu pemacu saya. Itu membuktikan bahwa pilihan saya tidak salah dan harus bertanggung jawab. Dan dengan itulah yang saya bilang, saya hati-hati dalam bekerja, dalam meniti karir ini. Bukan berarti takut. Tidak. Saya penuh kehati-hatian, prinsipnya ikuti sesuai dengan norma dan aturan hukum yang berlaku. Itu saja. (Baca juga:Komjen Budi Waseso: Saya Tidak Puas dengan Jabatan (2))

Pengalaman apa yang tidak terlupakan sejak Anda lulus Akademi?

Banyak, ya. Tapi yang paling sering kan saya selalu dianggap seperti begini saja, ya. Dulu waktu jadi Kapolres (Barito Utara), saya juga dianggap kontroversial ketika saya menangani illegal loging. Padahal ketika itu illegal loging seolah-olah dibiarkan. Tapi saya justru menindak. Bahkan Bupati saya nih, saya tangkap sendiri. Akhirnya putus. Lagi, akhirnya saya tangkap ketua dewan.

Saya pindah ke Makassar. Di sana, saya jadi pemimpin di depan massa, bukan pemimpin masa depan. Kerjanya tiap hari menangani unjuk rasa. Tapi itu tantangan.

Pada akhirnya saya jadi Propam Polri. Jadi polisinya polisi delapan tahun. Dan itu sangat luar biasa. Karena apa? Saya memeriksa polisi juga. Itu menarik dan bisa saya lalui.

Termasuk saya menegakkan hukum di Gorontalo ketika saya jadi Kapolda. Penegakan hukum korupsinya Gubernur saya. Walaupun pada akhirnya tantangannya saya dicopot dari Kapolda. Saya dijadikan dosen di Sespim Polri. Ya, enggak apa-apa.

Itulah perjalanan hidup saya. Di kala saya di Kapus Paminal, sebelumnya saya harus menangkap Pak Susno Duadji (Kabareskrim Polri 2010). Saya lakukan itu. Akhirnya naik pangkat saya jadi bintang pertama kali. Itulah pertama kali terjadi kemajuan menurut ayah saya, dan saya sudah mencapai kemajuan itu. Itu sudah selesai, kebanggaan saya. Saya tidak berpikir jadi Kabareskrim, karena kemajuan sudah terjadi, sudah saya lakukan. (Baca juga: Komjen Budi Waseso: Waktu dengan Keluarga Hampir Tak Ada (3))

Apa yang membuat Anda berani melakukan itu?

Kebenaran dan keyakinan.

Bagaimana Anda memaknai dua hal itu?

Tentunya kita harus memastikan benar atau salah. Kalau kita meyakinkan bahwa orang itu salah, itu harus kita lakukan langkah-langkah atau tindakan yang bersangkutan. Kalau benar harus kita bela, lindungi. Tapi semua itu harus berdasarkan aturan hukum. Dengan fakta. Itulah kebenaran, yang mendasari kita untuk melakukan langkah-langkah. Jadi tidak ada kepentingan, emosi, dendam. Itu yang paling penting.

Apa pengalaman menarik selama anda berkarir?


Banyak hal yang menarik. Kayak sekarang, kan menarik juga. Tiba-tiba saya lagi tugas begini terus diisukan mau dicopot, terus seolah dihubungankan dengan tugas. Ini menarik juga. Karena saya tidak merasa melakukan pelanggaran apa pun. Tapi kenapa kok dikonotasikan begitu. Ya, gak apa-apa. Itu resiko, konsekuensi dari tuas. Itulah yang memang harus dibuktikan. Pendapat masyarakat bisa saja salah, dikala kita menampilkan hal-hal yang salah. Banyaklah yang menarik. Kalau saya yang menarik itu kan kalau dikaitkan dengan tantangan-tantangan tugas.

sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional...-bergajul--5-/

Cckckckckckcck.... baru tahu rupanya Buwas yang waktu itu berani nangkep Susono Duadji, padahal Susno jabatannya saat itu Kabareskrim. Baru tahu juga Buwas juga sudah sering dicopot karena membongkar kasus korupsi. Salut!
0
3K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.